Quantcast
Channel: InfoFotografi
Viewing all 1544 articles
Browse latest View live

Tiga alasan untuk upgrade kamera

$
0
0

Sebagian besar orang membeli kamera, lensa, aksesoris karena berbagai alasan. Tiga alasan yang biasanya paling umum saya temui yaitu:

1. Ingin meningkatkan kualitas fotografi
2. Hasrat untuk memakai sesuatu yang terbaru, tercanggih
3. Koleksi atau nostalgia

Harapan saya, yang nomor 1 yang paling banyak. Tapi setelah saya amati, yang paling banyak saya temui justru yang 2 dan 3. Permasalahan jika alasan Anda membeli kamera dan lensa karena no. 2, maka selalu ada yang baru, selalu ada yang lebih baik. Untuk memenuhi hasrat no. 2 dan 3, maka perusahaan-perusahaan pembuat kamera sibuk memperbaharui kamera dan lensanya.

Setiap tahun lusinan kamera dan lensa baru membanjiri pasar. Beda antara satu model dan lainnya tidak banyak dan tidak penting untuk meningkatkan kualitas foto. Marketing juga tidak tinggal diam. Distributor menggempur massa lewat media massa, jejaring sosial di internet dan merekrut fotografer terkenal atau selebriti sebagai duta untuk mempromosikan sistem kamera tertentu.

Bagi yang belum memiliki kamera baik compact, prosumer, mirrorless atau DSLR, tentunya membeli kamera baru akan meningkatkan kualitas foto dibandingkan dengan memotret dengan ponsel. Tapi bagi yang sudah memiliki kamera digital, terutama mirrorless dan DSLR dalam waktu 3-4 tahun terakhir, membeli kamera baru tidak akan membawa hasil yang signifikan.

Menurut pengalaman saya, kita biasanya baru akan melihat manfaat upgrade yang cukup nyata sekitar empat tahun setelah sebuah kamera diluncurkan. Misalnya, jika Anda upgrade dari Canon 500D (tahun 2009) sampai Canon 700D (tahun 2013), Anda akan merasakan peningkatan kualitas foto dan fitur. Tapi jika Anda mengunakan Canon 550D saat ini, membeli Canon 600D, 650D atau 700D tidak akan merasakan peningkatan yang signifikan.

Canon 550D dan Canon 7D menghasilkan foto dengan kualitas yang sama

Canon 550D dan Canon 7D menghasilkan foto dengan kualitas yang sama

Peningkatan kualitas foto bisa dirasakan kalau pindah sistem. Misalnya dari compact ke kamera DSLR, atau kamera DSLR yang sensornya APS-C ke full frame. Saat pindah sistem, yang penting adalah mempertimbangkan lensa-lensa dan aksesoris yang harus diganti. Biasanya biayanya tidak sedikit. Kadang, pindah ke full frame juga bukan berarti kameranya lebih canggih. Kita harus pelajari teknologi dan tanggal rilisnya juga. Contohnya Canon 7D jauh lebih cepat dan kokoh dari Canon 5D mark II.

Untuk sistem Nikon, dari Nikon D700 ke D800 memang sekilas terlihat banyak kelebihannya misalnya sensor dengan 36 MP dibandingkan 12 MP, tapi D700 yang 4 tahun lebih muda (tahun 2008), lebih cepat kinerja foto berturut-turutnya (8 fps dengan battery grip dibandingkan dengan 4 fps pada D800). Lalu, karena megapixel D700 lebih sedikit, lebih mudah mendapatkan hasil foto yang tajam daripada Nikon D800.

Jadi upgrade ke kamera yang lebih baru atau tidak merupakan sesuatu yang cukup rumit. Kalau keuangan kita terbatas, maka penting sekali untuk mengkaji semua faktor sehingga Anda bisa memutuskan dengan bijaksana.

Rekomendasi saya
Jika tujuan membeli alat fotografi adalah untuk meningkatkan mutu fotografi, pelajari kamera yang akan dibeli. Adakah fitur atau keunggulan yang “wajib” dimiliki? Jika iya, upgrade saja, tapi jika tidak wajib, mungkin Anda hanya ingin memakai alat yang terbaru atau populer saat ini. Simpan uang yang tadinya untuk upgrade untuk hal lain misalnya belajar fotografi, ikut tour fotografi dll.

Jika tujuan upgrade kamera memang untuk koleksi atau nostalgia, misalnya ingin memiliki kamera berdesain retro seperti kamera film maka permasalahan yang biasanya muncul adalah, setelah membeli, dan setelah rasa euforia (senang sesaat) lewat, biasanya Anda akan mencari-cari lagi yang baru untuk dibeli. Yah gak apa apalah, yang penting dananya tersedia dan istri tidak ngomel ;)

Tiga bersaudara. ISO 400, f/5.6, 1/20 detik, 35mm

Tiga bersaudara di situ Cileunca. ISO 400, f/5.6, 1/20 detik, 35mm. Foto dibuat dengan Nikon D600 dan Nikkor 16-35mm. Edit: Adobe Lightroom untuk meningkatkan kontras warna, kroping dan Adobe Photoshop untuk membersihkan sampah


Tips untuk menang lomba fotografi

$
0
0

Fotografer amatir dan profesional ikut lomba fotografi karena berbagai alasan. Ada yang terpikat hadiah atau penghargaannya, ada yang mencoba karena ingin melihat sampai dimana kualitas fotografi diri sendiri, dan ada yang sekadar iseng ikut-ikutan.

Langkah pertama untuk memenangkan lomba fotografi adalah memperhatikan tema atau topik lomba. Begitu banyak foto yang tidak sesuai dengan tema yang dikirim oleh calon kontestan. Misalnya kalau temanya “alam” yah jangan kirim foto human interest (manusia) atau arsitektur.

Lalu syarat dan ketentuan foto. Sayang kalau foto Anda sudah sesuai tema dan potensial menang, tapi didiskualifikasi karena tidak membaca dan memathui syarat ketentuan. Misalnya, memanipulasi foto dengan Photoshop. Jika lomba fotografi tersebut menerima lebih dari satu foto, cobalah memilih yang terbaik, kualitasnya konsisten dan gayanya koheren. Jangan mengirimkan semua foto dengan harapan juri akan memilihkan untuk Anda.

Mungkin sebelum memilih foto yang diikutsertakan oleh lomba, tidak ada salahnya meminta bantuan teman atau fotografer yang berpengalaman untuk membantu memberi masukan. Tapi tentunya pilih teman yang berani jujur mengatakan yang sebenarnya. Mengapa ini penting? Seringkali kita suka sebuah foto secara subjektif, sehingga kita merasa sebuah foto itu bagus karena perasaan kita senang saat membuatnya. Tapi bagi juri yang tidak mengalami proses pembuatan gambarnya tidak merasa foto tersebut bagus. Dengan bantuan teman, kita bisa mengedit dan memilih foto secara lebih objektif.

Merencanakan foto yang hendak diambil juga ada bagusnya, jika tidak ada rencana/konsep yang jelas, foto yang didapatkan akan sangat bervariasi dan tidak koheren. Akan sulit memilih yang terbaik untuk lomba foto. Dalam membuat foto, penting untuk memasukkan hal yang khas, mungkin gaya fotografi (sudut, komposisi, pemilihan subjek foto) sehingga juri bisa merasakan kepribadian dari fotografernya. Hal ini akan menambahkan nilai plus daripada mengikuti aturan komposisi, atau meniru komposisi fotografer lainnya.

Jika lomba telah dilangsungkan secara rutin, coba pelajari foto pemenang, adakah benang merah yang menghubungkan mereka? Pelajari juga juri-jurinya dari latar belakang, jenis fotografi yang mereka sukai dan lain lain. Riset tersebut bisa menjadi masukan yang berarti dalam merencanakan konsep foto.

Demikian tip singkat saya bagi yang menggemari lomba fotografi. Semoga berhasil.

Jiuzhaigou

Pemandangan di taman nasional Jiuzhaigou, Sichuan, China. ISO 200, f/8, 1/800 detik, 65mm


Yuk, ikut belajar fotografi di Kursus kilat dasar fotografi & lighting 2 hari – 27-28 Juli 2013 di Jl. Moh Mansyur (Imam Mahbud) No. 8B-2 Jakarta Pusat.

Cari uang lewat stock photography

$
0
0

Punya kamera D-SLR? Punya lensa? Bosan dengan foto yang itu2 saja? Mau travel kok mahal, mau bisnis studio kok ya nggak punya modal, mau start wedding photography kok banyak saingan, mau menjual foto kok nggak indah-indah amat. Jualnya kemana? Apa iya ada yang mau beli? Ada nggak sih bisnis commercial photography yang mudah dan tanpa modal? Nggak harus kemana-mana, motret dirumah saja? Nggak usah ada klien bawel? Jawabnya; ADA!

Stock Images

Dunia stock images atau stock photography atau microstock apapun namanya (dulu lebih dikenal dengan nama image bank) sebenarnya sudah dikenal sejak era film photography. Pernah jalan-jalan ke glodok atau pusat komputer membeli CD clipart untuk keperluan publication atau design anda? Pernah liat foto ilustrasi yang kelihatannya klise tapi dipakai berulang-ulang di berbagai brosur atau poster? Itu yang namanya stock images.

Kini memasuki era digital dan internet, dunia clip-art sudah tidak lazim lagi dijual dengen CD & katalog.

Kini orang sudah bisa membeli melalui online. Berbagai website yang menjual dan menampung stock images secara digital. Sebut saja 5 nama besar seperti iStockPhoto.com, Dreamstime.Com, ShutterStock.com, Fotolia.com. Di kelas menengah ada 123RF.com, DepositPhotos.com dan masih banyak lagi.

Konsep Stock Images bukan menjual hak cipta. Hak cipta disini ditiadakan. Maknanya, meskipun orang harus tetap membeli untuk mendownload foto, namun semua orang bebas menggunakan foto yang anda submit. Itu bedanya. Satu foto bisa didownload dan digunakan ribuan orang di seluruh dunia. Lalu apa bedanya stock images photography dengan disiplin fotografi lain? Beda sekali. Kita akan bahas lebih lanjut.

Komersil VS Non Komersil

Ini prinsip dasar dunia stock images. Ini yang harus dipegang oleh fotografer yang ingin berkecimpung disini. Lupakan foto-foto art. Lupakan apa yang pernah anda lihat di gallaery-gallery. Lupakan segala jenis angle aneh yang pernah membuat anda berdecak kagum.

Hal ini yang sering membuat para fotografer pemula sakit hati. Foto saya menang di berbagai lomba, tapi kenapa ditolak? Foto Anda memang bagus. Bagus sekali malah. Tapi apa punya daya jual? Apa iya newsworthy?

Ada untungnya background saya adalah disainer. Saya mengerti apa yang disainer butuhkan. Ini tips pertama dari saya: Posisikan diri Anda sebagai disainer. Lihat kembali foto anda yang ingin Anda submit, apa berguna untuk keperluan brosur, poster, newsletter dan kolateral lainnya?

Sebagai contoh, modeling shot di reruntuhan candi dengan teknik pencahayaan tinggi, post processing & coloring yang indah, dibanding dengan foto wanita karir dengan latar belakang putih sederhana, tersenyum. Mana yang lebih menjual di stock images? Yang kedua.

contoh-stock-photography-1

Sederhana dan mudah dalam eksekusi, bisa dilakukan dirumah. Asal kuat dalam ide dan belum banyak disbmit orang, bukan objek biasa, pasti ada saja yang beli.

Tantangan & Peluang

Mudah bukan? Secara teknis mungkin lebih mudah. Anda bisa eksekusi dimana saja. Dirumah pun bisa. Asal punya konsep & ide yang bisa dipakai. Nggak harus melulu dengan model. Lantas apa kesulitan yang sering saya hadapi di awal-awal? Ini dia; Setelah image kita mereka anggap marketable, Stock Images website bakal melakukan seleksi ketat dari foto-foto yang kita upload sebelum dijual. Secara teknis, yang mereka lihat adalah: kejernihan gambar (noise/high ISO). Lupakan image yang noisy / grainy, pencahayaan yang sesuai (tidak over / under expose), tidak ada harsh shadow, fokus tepat pada objek yang dituju, post processing yang tidak berlebihan alias wajar, tidak ada branding / logo pada image (kalau ada harus dihapus).

Mudah bukan? Tidak juga. Kalau anda rasa sudah menguasai teknis diatas, bersiaplah dengan ribuan image yang sejenis. Untuk itu saya tekankan, buatlah ide & konsep yang berbeda. Foto tangan sedang bersalaman mungkin ada ribuan. Foto apel atau buah lain dengan background putih mungkin ada ribuan. Lalu apa yang bisa kita perbuat sekarang? Salah satu tipsnya: Gunakan model Asia.

Foto-foto pada Stock Images didominasi oleh para fotografer US & Eropa. Perbandingannya tidak seimbang. Sementara market Asia mencari wajah-wajah Asia untuk publikasi dan iklan mereka. Ini yang sekarang tengah dicari oleh para Stock Images website.

Beberapa kali saya menghadiri konferensi Stock Images di Singapura. Tujuan utama mereka sebenarnya; merekrut fotografer Asia dengan harapan menaikkan jumlah Stock Images yang berbau Asia. Tidak melulu western.

Apakah hanya model Asia dengan tema bisnis? Tidak. Bisa juga makanan khas Asia, culture, religi, mata uang, lokasi-lokasi bisnis, travel dan sebagainya.

Yang harus diingat adalah jika menggunakan model, perlu disertakan Model Release, yaitu semacam keterangan bahwa sang model menyetujui fotonya akan dijual melalui Stock Images (bisa didapatkan di website mereka masing-masing).

Menggunakan anak saya sendiri sebagai model. Dua foto ini termasuk yang paling laku. Konsep saya bisa sebagai ambisi, cita-cita, semangat dan lain-lain. Perhatikan ruang kosong di sebelah kiri. Itu sengaja saya buat sebagai ruang untuk text / body copy.

Menggunakan anak saya sendiri sebagai model. Dua foto ini termasuk yang paling laku. Konsep saya bisa sebagai ambisi, cita-cita, semangat dan lain-lain. Perhatikan ruang kosong di sebelah kiri. Itu sengaja saya buat sebagai ruang untuk text / body copy.

Commercial VS Editorial

Dua tema diatas merupakan dua hal yang biasanya dimiliki website Stock Images. Commercial yaitu foto-foto yang bersifat umum, dapat dipergunakan untuk keperluan apa saja. Komersil maupun non komersil. Seperti objek, landscape, cityscape, model dan lain-lain. Editorial, seperti namanya, hanya boleh didownload untuk keperluan editorial, non komersial. Yang bersifat berita / liputan. Bedanya, untuk Editorial, tidak diperlukan Model Release untuk orang-orang yang terdapat dalam foto tersebut. Apa saja misalnya? Semua foto yang bersifat berita untuk komsumsi internasional bisa di-submit. Seperti Jakarta kebanjiran, demo besar, macet dan sebagainya. Lingkup yang terlalu kecil percuma untuk diupload.

Jika ditanya mana yang lebih menguntungkan, jawabnya tetap yang Commercial.

Contoh foto saya yang bersifat Editorial di sebelah kiri, ketika Singapura dilanda kabut asap dari Sumatera bulan lalu, di-download dalam waktu sehari. Yang kanan contoh Non Editorial mekipun saya harus menghapus satu persatu logo di gedung-gedungnya.

Contoh foto saya yang bersifat Editorial di sebelah kiri, ketika Singapura dilanda kabut asap dari Sumatera bulan lalu, di-download dalam waktu sehari. Yang kanan contoh Non Editorial meskipun saya harus menghapus satu persatu logo di gedung-gedungnya.

Penutup

Bisnis ini memang bukan bisnis yang dalam sebulan bisa menjadikan anda kaya raya. Saya sendiri sudah bertahun-tahun namun belum bisa untuk menjadikannya sebagai sumber utama penghasilan. Namun belum bukan berarti tidak bisa, Sudah banyak sekali contoh orang yang bisa hidup dari Stock Images. Malah banyak dari mereka yang memiliki studio khusus, bekerja sama dengan agensi model, memiliki staff yang khusus untuk editing foto, staff khusus untuk menuliskan tema, kategori dan keyword foto-foto yang akan diupload dan sebagainya.

Salah satu orang yang paling terkenal di dunia ini: Yuri Arcurs. Dikabarkan beliau memiliki profit lebih dari USD 10 juta per tahun.

Masih banyak sebenarnya rahasia dan tips yang bisa saya jabarkan. Namun karena keterbatasan tempat, kiranya cukup sampai disini dulu. Saya sarankan untuk melihat-lihat dan mempelajari melalui web-web yang saya berikan diatas, atau kalau ada yang mau bertanya, saya tak segan untuk menjawab hal-hal yang belum disampaikan. Silakan bertanya dibawah ini atau saya bisa dihubungi di email wisnu.h.yudhanto@gmail.com atau twitter @wisnuhy

Salam hangat! Keep shooting!

All images are the exclusive property of Wisnu Haryo Yudhanto and protected under Copyright Laws.

Lensa terbaik untuk liburan dan tour

$
0
0

Pertanyaan yang sering sekali ditanyakan di Infofotografi.com ini adalah tentang jenis lensa DSLR untuk jalan-jalan/liburan. Sebenarnya, pilihan lensa seharusnya disesuaikan dengan jenis liburan dan jenis fotografi yang ingin dihasilkan. Liburan juga banyak jenisnya. Jenis yang berbeda membutuhkan lensa yang berbeda.

Kita harus pikirkan dulu jenis foto yang seperti apa yang ingin dibuat. Dengan demikian, memilih lensa yang tepat menjadi lebih mudah. Tapi jika Anda tidak memiliki ide lensa apa yang mau dibawa, maka amannya adalah lensa yang cukup fleksibel. Baik, saya ulas dulu jenis liburan dan lensa yang saya rekomendasikan. Asumsi saya adalah kamera Anda kamera DSLR atau mirrorless yang bersensor APS-C / crop sensor / DX.

Tour budaya

Ini tour yang paling populer yaitu tour jalan-jalan untuk mengamati kebudayaan setempat. Biasanya jalan-jalan ke museum, tempat-tempat bersejarah, dan shopping. Untuk tour jalan jalan yang biasanya bersama keluarga dan jumlah peserta lebih dari 20 per grup, biasanya Anda tidak akan punya banyak waktu untuk menukar-nukar lensa apalagi mengeset tripod. Saran saya adalah lensa yang cukup fleksibel yaitu Nikon 18-105mm f/3.5-5.6 VR atau Canon 18-135mm IS. Lensa zoom semacam ini praktis untuk dalam ruangan maupun untuk luar ruangan. Jika memiliki dana berlebih pertimbangkan lensa sapujagat seperti Canon 18-200mm IS atau Nikon 18-200mm VR. Dalam tour semacam ini, biasanya Anda tidak membutuhkan zoom yang lebih jauh dari 200mm.

Lensa Nikkor 18-200mm dipasangkan di kamera Nikon D90

Lensa Nikkor 18-200mm dipasangkan di kamera Nikon D90

Tour safari

Tour semacam ini biasanya ditujukan untuk orang-orang yang menyukai satwa liar di alam bebas. Memotret satwa liar perlu dari jauh karena berbahaya terlalu dekat atau bisa mengganggu mereka. Lensa yang wajib dibawa adalah lensa telefoto. Kalau bisa yang dapat menjangkau 300mm atau lebih. Contoh lensanya yaitu Nikon 70-300mm VR, Nikon 80-400mm, Canon 70-300mm IS L, Sigma 150-500mm dan seterusnya. Aksesoris lens extender 1.4x akan membantu meningkatkan jangkauan Anda. Jika Anda memiliki kamera mirrorless four thirds seperti Olympus dan Panasonic, pertimbangkan Panasonic 100-300mm f/4-5.6.

Tour treking atau hiking

Kita akan banyak menjelajahi hutan dan mendaki gunung. Lensa ideal untuk tour semacam ini adalah lensa yang sangat lebar sehingga dapat mencakupi pemandangan yang indah dan lebar. Contoh: Canon EF-S 10-22mm, Sigma 10-20mm, Tokina 12-24mm dan seterusnya. Dengan lensa lebar, kita bisa dengan leluasa memotret hutan yang cenderung sempit dan agak gelap, sedangkan digunung, lensa lebar dapat merekam bunga-bunga liar di latar depan dan pegunungan dibelakangnya. Jika menyukai flora dan fauna yang berukuran kecil misalnya serangga, bunga liar, jamur dll, pertimbangkan membawa lensa makro seperti Canon EF-S 60mm f/2.8, 100mm f/2.8 IS L Macro atau Nikkor 105mm f/2.8 VR Micro.

Tour kota metropolitan dan malam hari

Mungkin lensa tidak terlalu penting untuk memotret kota di malam hari, tapi tripod lebih penting. Jika ingin memotret tanpa tripod, lensa berbukaan besar bisa dikeluarkan. Canon EF-S 17-55mm f/2.8 IS sangat handal di kondisi cahaya gelap, atau lensa fix seperti 24mm atau 35mm f/1.4. Jika dana tidak terlalu banyak, Sigma 17-50mm f/2.8 OS HSM bisa jadi alternatif.

Pemandangan malam di Singapura ini tidak akan maksimal kualitasnya jika tidak mengunakan tripod. ISO 200, f/11, 5 detik

Pemandangan malam di Singapura ini tidak akan maksimal kualitasnya jika tidak mengunakan tripod. ISO 200, f/11, 5 detik

Tour fotografi

Tour bertema fotografi biasanya agak berbeda dengan tour jalan-jalan biasa. Sebagian besar peserta merupakan penggemar fotografi yang rela bangun pagi untuk mengejar sunrise dan rela menunda makan malam untuk motret sunset dan twilight/blue hour. Biasanya lensa yang dibawa pun lebih banyak dari biasanya. Kadangkala ada yang membawa lebih dari satu kamera. Rekomendasi saya adalah pelajari itinerary-nya dan juga pikirkan kira-kira foto apa yang akan dibuat. Saya sendiri biasanya membawa sebuah lensa lebar dan telefoto zoom. Kedua lensa tersebut biasanya sudah cukup. Tripod Travel ? wajib :)

Mencoba hal kreatif

Lensa fisheye memberikan perspektif distorsi yang aneh dan tidak biasa. Saat digunakan dengan baik akan membuat efek visual yang tidak biasa menakjubkan. Lensa Tilt-Shift memudahkan untuk meluruskan gedung yang sangat tinggi. Tilt-Shift juga bisa selektif terhadap bagian foto yang tajam dan mana yang blur. Tidak mudah mengunakan kedua lensa yang spesial ini. Bagi yang berpengalaman, dan menginginkan untuk membuat foto yang berbeda dengan fotografer lain, cobalah salah satu atau kedua lensa ini.  Contoh hasil foto mengunakan lensa fisheye dan tilt-shift bisa dilihat di situs 500px.com.

Selamat berliburan, jangan lupa oleh-oleh fotonya :)

Jalan jalan di Beijing bagian I

$
0
0

Seperti yang saya umumkan beberapa saat yang lalu, saya bersama keluarga jalan-jalan ke kota Beijing, Cina selama delapan hari. Kebetulan saat itu semua anggota keluarga saya libur dalam rangka libur lebaran. Saya pernah mengunjungi Beijing tahun 1995 yang lalu. Beijing 2013 tentunya sangat berbeda. Gedung-gedung pencakar langit yang modern sudah banyak sekali dan infrastruktur transportasinya juga sudah cukup lengkap. Rute subwaynya ada 15 buah, memudahkan bagi yang ingin jalan-jalan sendiri.

Salah satu sudut Great Wall yang sepi pengunjung

Salah satu sudut Great Wall yang sepi pengunjung. ISO 220, f/16, 1/80 detik, 50mm

Empat hari pertama kita menyewa kendaraan dan pemandu untuk mengunjungi tempat-tempat wisata budaya penting, diantaranya Great Wall, Tian An Men, Forbidden city, Summer Palace, Olympic Park, dll. Empat hari kemudian, kita jalan-jalan sendiri menjelajahi tempat wisata yang kurang terkenal tapi cukup menarik untuk dikunjungi: Jingshan park, Beihai park, Nanluoguxiang, Qianmen, Ancient Observatory dll.

Dengan waktu yang cukup lega yaitu delapan hari, kita bisa menjelajahi sudut-sudut penting kota Beijing dengan leluasa dan tanpa terikat oleh waktu. Biasanya, tour biasa ke Beijing dirancang hanya 2-3 hari padahal objek wisatanya banyak, sehingga semuanya jadi serba terburu-buru.

Kami juga sempat berkunjung ke sebuah mesjid tertua di Beijing, yaitu berdiri tahun 1474 yang diinisiasi oleh seorang terpelajar dari negeri Arab, bernama Nasuruddin. Posisi mesjid berada di jalan lembu (NiuJie) maka itu disebut juga Mesjid NiuJie. Di kota Beijing, terdapat kurang lebih 200.000 lebih warga Muslim dan sekitar 72 mesjid. Rumah makan halal juga lebih mudah ditemukan dibandingkan dengan kota-kota Cina yang lain, bedanya warga Muslim disini mengkonsumsi minuman beralkohol dan setiap rumah makan halal menyediakannya.

Mesjid tua di jalan Lembu, Beijing

Salah satu sudut di dalam mesjid NiuJie di jalan Lembu, Beijing. ISO 110, f/11, 16mm, 1/60 detik

Waktu kami berkunjung sebenarnya tidak begitu ideal untuk jalan-jalan dan berwisata, karena bulan Agustus masih termasuk musim panas. Udara Beijing saat hari cerah cukup menyengat dengan suhu sekitar 33 derajat Celcius, mirip dengan Jakarta, tapi bedanya udaranya lebih kering dan menyengat saat tidak ada angin yang berhembus.

Musim panas di Beijing juga sering mendung dan hujan. Perubahan cuaca cukup drastis, hari pertama hujan, hari kedua dan ketiga cerah, hari-hari selanjutnya mendung dan badai. Parahnya, musim panas juga merupakan waktu musim liburan anak-anak, maka itu turis dari dalam kota maupun kota-kota lain membanjiri tempat wisata penting.

Memasuki pintu gerbang Tian An Men, menuju kompleks kota terlarang (Forbidden City)

Turis berbondong-bondong memasuki pintu gerbang Tian An Men, menuju kompleks kota terlarang (Forbidden City) – ISO 500, f/16, 1/250 detik, 18mm

Meskipun beberapa hal yang kurang ideal untuk fotografi, tapi saya dan keluarga cukup menikmati perjalanan kali ini. Agak capai di hari-hari terakhir karena kebanyakan jalan kaki, tapi cukup senang karena banyak tempat yang berhasil kami kunjungi.

Menurut saya, Beijing adalah salah satu kota besar dunia yang menarik untuk dikunjungi karena kota Beijing menyimpan warisan budaya yang sudah berumur ratusan sampai ribuan tahun yang lalu.  Di kota ini kita dapat menemukan arsitektur bergaya futuristik dalam jarak hanya beberapa ratus meter saja dari bangunan tua bersejarah.

Tahun depan jika saya jadi mengadakan tour fotografi ke Beijing, saya akan memilih musim gugur, yaitu sekitar bulan Oktober akhir 2014. Cuacanya lebih sejuk, daun-daun berwarna kuning dan jingga, curah hujan jauh lebih rendah dan langit biasanya lebih cerah.

Bersambung…

Belajar mengunakan teknik fokus hyperfocal distance

$
0
0

Memfokuskan lensa ke jarak hiperfokal (hyperfocal) memastikan bahwa 1/2 jarak dari jarak hiperfokal sampai tak terhingga dalam fokus/tajam. Ada tiga faktor yang mempengaruhi jarak hiperfokal yaitu bukaan lensa, rentang fokal lensa (focal length) dan ukuran sensor kamera.

Teknik mengunakan hyperfocal distance sering digunakan oleh fotografer landscape, street photography supaya objek foto dan latar belakangnya tajam. Teknik ini berperan sangat penting saat memotret dengan lensa/kamera yang tidak mendukung fungsi autofokus. Contohnya kamera rangefinder seperti Leica, atau saat mengunakan lensa yang tidak memiliki fungsi autofokus seperti lensa-lensa Samyang, Carl Zeiss dan lain lain. Syaratnya kamera harus bersensor full frame (36 x 24 mm) bukan APS-C. Sayangnya kamera DSLR jaman sekarang sebagian besar bersensor APS-C jadinya tanda tersebut kurang begitu relevan/akurat.

Di lensa 35mm f/1.8G, tidak ada tanda jarak fokus dan hyperfocal

Di lensa 35mm f/1.8G, tidak ada tanda jarak fokus dan hyperfocal

Lensa yang dibuat di era kamera film biasanya memiliki jarak fokus dan tanda hyperfocal yang jelas

Lensa  yang dibuat di era kamera film biasanya memiliki jarak fokus dan tanda hyperfocal yang jelas dan cukup lengkap

Di era autofokus (AF), menerapkan teknik ini menjadi lebih sulit karena lensa-lensa modern tidak memiliki tanda hyperfocal distance (tanda jarak fokus hyperfocal yang terukir di lensa). Jika Anda mengunakan lensa jaman dahulu, periksalah lensa Anda.

Langkah-langkah mengunakannya cukup mudah.

  1. Tentukan nilai aperture/bukaan yang dikehendaki, misalnya f/22
  2. Putar laras fokus sampai angka 22 yang terletak disebelah kiri yang sejajar dengan tanda tak terhingga
  3. Bacalah angka sebelah kanan yang sejajar dengan angka 22

Dalam kasus lensa Nikkor AF 50mm f/1.8D ini, saya mendapatkan jarak kurang lebih 2 meter. Artinya, objek yang terletak 2 meter sampai tak terhingga akan fokus (tajam).

Jarak hyperfocal

Set tanda tak terhingga sejajar dengan 22 dan perhatikan angka di sebelah kiri yang sejajar dengan angka 22. Kira-kira jatuh pada angka 2 meter (antara 1.5-3 meter).

Di lensa jaman sekarang biasanya tanda hyperfocal dihapus, yang ada cuma jarak fokus saja. Jika tetap ingin mengunakan teknik ini maka diperlukan tabel atau kalkulator. Tapi metode kalkulator ini juga sulit diterapkan karena kebanyakan lensa tidak memberikan tanda jarak fokus secara lengkap.

Keuntungan teknik hyperfocal adalah Anda tidak perlu mengaktifkan autofokus (tidak perlu menekan setengah tombol jepret), jadi bisa jadi lebih cepat dalam memotret. Kelebihan ini banyak digunakan oleh street photographer untuk merekam momen dengan cepat.

Teknik ini tidak begitu cocok saat mengunakan lensa yang berbukaan besar, rentang jarak fokus hyperfokal sempit, jadi kemungkinan objek yang ingin difokuskan bisa jadi gak fokus. Oleh sebab itu, teknik ini lebih cocok saat mengunakan bukaan yang kecil dan lensa yang lebar.

Mengunakan tabel

Jika lensa yang digunakan tidak memiliki tanda depth of field, maka cara lain yaitu dengan menghitung dengan kalkulator atau melihat tabel. Contohnya: Jika mengunakan kamera bersensor APS-C dan lensa 24mm, bukaan f/22 maka jarak hyperfocalnya adalah 0.9 m. Artinya apa saja yang terletak dari jarak (0.9 m / 2) = 0.45 m sampai tak terhingga akan berada dalam fokus/tajam.

Untuk membuat tabel, rekomendasi saya adalah halaman di website ini.

kalkulator-fokus-hyperfocal

Liputan gathering Infofotografi 13 Juli 2013

$
0
0

Di acara gathering tanggal 13 Juli 2013 yang lalu, kita beruntung ada alumni Infofotografi yang berkenan untuk sharing foto-foto dan tips dan trik. Sebelum acara berlangsung, hujan turun cukup deras, tapi hujan tidak menyurutkan semangat peserta gathering yang berjumlah total 33 orang ini.

Salah seorang alumni yang sharing adalah Pak Johan M. Alwi. Pak Johan berbagi bahwa kita bisa belajar tentang memotret kapan dan dimana saja, asal kita membawa kamera kemana saja kita pergi. Menurut Pak Johan, jenis kamera dan lensa tidak begitu menentukan, yang penting adalah kita akrab dan menguasai cara mengunakannya dengan baik. Maka itu, Pak Johan terus setia dengan kamera Canon EOS 7D dan lensa zoom kit EF-S 18-135mm f/3.5-5.6 IS dari pertama kali membeli kamera sampai saat ini. Dari Pak Johan, peserta juga belajar bahwa momen dan peka pencahayaan juga sangat penting. Subjek sederhana yang kita temui sehari-hari bisa jadi dramatis jika kedua faktor ini pas.

Danau Tamblingan oleh Johan M. Alwi. f/16, 1/166 detik.

Bebek di danau Tamblingan, Bali oleh Johan M. Alwi. f/16, 1/166 detik.

Pak Johan juga memberikan tips bahwa jangan terpaku dengan berbagai aturan komposisi, tidak kalah penting yaitu mengunakan perasaan. Jika bersama rombongan fotografer, jangan hanya ngumpul di satu spot (titik lokasi) saja, karena nanti foto-fotonya akan sama semua. Coba cari sudut pandang yang lain. Dan juga jangan terburu-buru meninggalkan lokasi, seringkali foto yang  unik bisa didapatkan karena kita sabar menunggu.

Di sesi sharing ini, beberapa peserta juga sempat bertanya-tanya, salah satunya adalah tentang mode yang dipakai. Pak Johan menerangkan bahwa kalau kondisi cahaya lingkungan terang, misalnya di pagi-sore hari, maka mode Av / A (Aperture Priority) bisa digunakan. Dengan mode ini, kita bisa lebih konsentrasi ke momen dan komposisi. Tapi jika foto di kondisi gelap, atau saat foto panning, Pak Johan menerangkan bahwa ia lebih sering mengunakan mode manual supaya bisa mengatur setting exposure kamera dengan cermat dan konsisten terang gelapnya. Baca juga: kapan mode Av/A, kapan mode M.

Danau Tamblingan, oleh Johan M. Alwi. f/18, 1/125 detik

Danau Tamblingan, oleh Johan M. Alwi. f/18, 1/125 detik

Panning dengan latar Candi Borobudur oleh Johan M. Alwi - f/1/125 detik, f/7.1, ISO 100

Panning dengan latar Candi Borobudur oleh Johan M. Alwi – f/1/125 detik, f/7.1, ISO 100

Selanjutnya, Pak Suria berbagi tentang pengalamannya mengunakan Adobe Lightroom untuk editing. Menurutnya, setelah belajar dari saya, software ini ternyata lebih sederhana dan cepat untuk mengedit foto. Selain Lightroom, Pak Suria Atmadja juga mengunakan Adobe Photoshop. Salah satu filter effects yang disukainya yaitu Dragan Effect, yang membuat tekstur wajah manusia menjadi lebih kontras. Selain itu, pak Suria juga sharing editing toning warna pastel untuk portrait melalui software Photoshop.

Pak Suria berbagi tentang editing foto portrait dengan warna pastel lembut melalui Photoshop

Pak Suria berbagi tentang editing foto portrait dengan warna pastel lembut melalui Photoshop. Foto oleh Pak Johan Alwi

Sebagai tuan rumah, saya juga tidak ketinggalan untuk berbagi beberapa tips fotografi hehe. Beberapa diantaranya yaitu tips bagaimana mendapatkan foto langit biru. Sebenarnya sederhana saja, yaitu tunggulah waktu setelah atau sebelum matahari tenggelam dan terbit. Di saat itu, warna langit biasanya sangat biru. Fotografer sering memberikan istilah blue / twilight hour. Tantangannya adalah, biasanya saat-saat seperti itu kita cenderung malas untuk bersiap di lokasi. Malas bangun pagi-pagi dan sudah tidak sabar bersantap makan malam.

Saya juga mengabari bahwa Lightroom versi ke-5 sudah terbit dan ada fitur baru yaitu fitur upright untuk menegakkan foto gedung-gedung seperti yang saya lakukan di foto kota Singapura dibawah ini.

Foto bagian bawah sudah dikoreksi sehingga gedung-gedung tegak

Foto bagian bawah sudah dikoreksi sehingga gedung-gedung tegak

Lalu saya sharing tentang bagaimana mengkomposisikan subjek yang sederhana dan membuat foto menjadi baik. Sebagai contoh saya mengunakan foto sampan dan rakit yang saya buat saat tour fotografi Pangalengan. Saya memberikan ilustrasi contoh foto proses saya mengkomposisikan foto dan hasil akhirnya. Foto dibuat hitam putih supaya pemirsa dapat lebih berkonsentrasi ke subjek foto dan cahaya matahari dari belakang.

Proses komposisi foto sampan dan rakit

Proses komposisi foto sampan dan rakit

hasil akhir Sampan dan rakit yang sudah dikonversi ke hitam putih

hasil akhir Sampan dan rakit yang sudah dikonversi ke hitam putih

Sebagai penutup, saya menampilkan tiga cara untuk memotret pemandangan yang luas dari atas bukit/gunung. Pertama yaitu dengan lensa lebar sehingga mencakupi daerah yang luas, yang kedua dengan lensa telefoto untuk mendapatkan detail dari subjek foto yang jaraknya sangat jauh, dan juga teknik panorama, yaitu membuat beberapa foto kemudian digabungkan menjadi satu. Setiap cara memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tidak ada salahnya untuk dicoba.

Dengan lensa lebar

Dengan lensa lebar

Dengan metode panorama

Dengan metode panorama

Dengan lensa telefoto, zoom ke 70mm

Dengan lensa telefoto, zoom ke 70mm

Pas setelah saya selesai menampilkan foto-foto terakhir, waktu berbuka sudah tiba, dan pesertapun berbuka puasa / makan malam bersama. Karena hujan, beberapa peserta tetap tinggal dan kita mengobrol sampai bubar sekitar jam sembilan malam.

Terima kasih bagi yang hadir dan berbagi, semoga acara ini tetap memberi semangat dan inspirasi untuk teman-teman semua dan jangan lewatkan jika ada acara gathering selanjutnya ya.

Mengunakan kamera saku / compact untuk travel

$
0
0

Saat berjalan-jalan ke Beijing Agustus awal yang lalu, selain saya membawa kamera DSLR dan beberapa lensa, saya juga membawa kamera compact. Sebenarnya, hampir saja saya tidak membawa compact, karena kamera compact saya masuk servis sepulang dari tour fotografi ke Vietnam beberapa bulan yang lalu karena lensanya macet. Untungnya servisnya selesai sehari sebelum keberangkatan.

Kamera compact Ricoh GR IV ini memang tergolong unik, lensanya lensa fix 28mm f/1.9, tidak bisa zoom. Badan kameranya ada peredam getar (stabilization) jadi lumayan bagus untuk segala kondisi cahaya baik gelap maupun terang. Yang paling saya sukai dari kamera ini adalah badannya kokoh tapi cukup ramping untuk dimasukkan ke kantong, dan tombol, kenopnya banyak layaknya kamera DSLR. Kualitas fotonya setara dengan kamera compact canggih atau prosumer.

Ricoh GR IV

Ricoh GR IV

Pohon tua berumur 709 tahun di Confucius temple, Beijing. ISO 80, f/3.5, 1/850

Pohon tua berumur 709 tahun di Confucius temple, Beijing. ISO 80, f/3.5, 1/850

Dengan kamera ini saya merekam berbagai jenis foto seperti candid, dokumentasi, makanan, subjek kecil seperti bunga.

ISO 80, f/1.9, 1/250 detik Ricoh GRIV

ISO 80, f/1.9, 1/250 detik Ricoh GR IV

Hidangan jamur - ISO 100, f/1.9, 1/90 detik

Hidangan jamur – ISO 100, f/1.9, 1/90 detik, Ricoh GR IV

Rumah untuk menyimpan stele di Confucius Temple, Beijing. ISO 80, f/3.5, 1/1050 detik

Rumah untuk menyimpan stele di Confucius Temple, Beijing. ISO 80, f/3.5, 1/1050 detik

Dibandingkan dengan kamera DSLR, saya tidak perlu repot-repot membongkar kamera DSLR dan lensa didalam tas, dan tidak memancing perhatian orang banyak. Kamera compact juga memiliki kapasitas baterai yang lebih besar dari ponsel, sehingga bisa motret lebih lama. Biasanya baterai compact habis sekitar 150-300 foto (Tergantung penggunaan dan model kamera). Untuk memotret sehari penuh, saya biasanya mempersiapkan satu baterai cadangan.

Pengalaman saya saat memakai kamera compact adalah pikiran saya lebih ringan dan saya lebih fokus ke jalan-jalan dan melihat sudut-sudut komposisi yang menarik. Biasanya, lensa yang terdapat di kamera compact memiliki fungsi makro yang simbolnya seperti bunga. Fungsi ini memungkinkan kita untuk fokus sangat dekat ke subjek foto. Bunga kecil, detail benda, dapat terekam dengan baik tanpa harus repot-repot ganti lensa.

Saya juga mengunakan kamera compact sebagai scanner. Misalnya untuk merekam peta, brosur, petunjuk jalan dan informasi lainnya. Dengan demikian, saya tidak perlu repot-repot mencatat atau menyimpan.

Media cetak seperti peta, brosur, flyer, tiket  dan informasi lainnya saya potret sehingga tidak memberatkan untuk dibawa.

Media cetak seperti peta, brosur, flyer, tiket dan informasi lainnya saya potret sehingga tidak memberatkan untuk dibawa.

Plus minus kamera compact untuk travel
+ Ringkas dan ringan dapat dikantongi
+ Tidak memancing perhatian berlebihan
+ Cepat untuk set-up
+ Lensa biasanya ada fungsi makronya
- Kualitas foto kalah dari DSLR
- Sulit untuk memotret subjek bergerak cepat
- Kapasitas baterai lebih kecil dari DSLR
- Shot to shot time agak lambat

Rekomendasi kamera compact berkualitas yang bagus dan fleksibel untuk dikantongi

  • Sony RX100 I atau II Harga versi I = Rp. 6.8 juta Kelebihan: Sensor relatif besar (1 inci), resolusi 20MP
  • Panasonic Lumix LF1 Harga: Rp. 5 juta Kelebihan: ada jendela bidik elektronik dan zoom sampai 200mm
  • Fujifilm XF1 Harga = Rp. 4.8 juta Kelebihan: Desain elegan, sensor cukup besar 2/3 inci
  • Canon Powershot S110 Harga: Rp. 3.6 juta Kelebihan: Sangat mungil, kontrol dan tombol cukup lengkap
  • Nikon P330 Harga: 3.3 juta Kelebihan: Kontrol, tombol seperti kamera DSLR, harga terjangkau

Kalau bisa hidup tanpa zoom dengan lensa fix 28mm, maka rekomendasi saya Ricoh GR, harganya sekitar 8.5 juta.

*Harga dapat berubah seiring dengan waktu berjalan.


Menguji lensa fisheye Samyang 8mm DSLR APS-C – mini review

$
0
0

Lensa fisheye adalah lensa yang sangat lebar, sudut pandangnya hampir 180 derajat. Semua yang di hadapan kita bisa terekam dalam gambar. Fisheye secara tradisional menghasilkan foto yang berbentuk bulat dan cembung. Fisheye biasanya digunakan untuk fotografi pemandangan dan arsitektur.

Lensa fisheye Samyang 8mm dirancang khusus untuk kamera bersensor APS-C  (DX) ini, hasil gambarnya tidak bulat tapi kotak. Distorsi cembung khas fisheye tetap ada.

samyang-8mm-f35

Saat dipasang di kamera full frame seperti Nikon D600, sekeliling foto akan hitam karena diameter lensa tidak sebesar sensor full frame. Dan lagi, lens hood (yang tidak bisa dilepas) menutupi sebagian gambar. Untuk pengguna kamera Nikon full frame, Anda masih bisa mengunakan lensa ini, tapi resolusi maksimalnya berkurang. Contohnya jika resolusi kamera maksimal 24 MP maka, setelah di krop akan mendapat foto berukuran 10 MP.

Di kamera Canon full frame seperti 6D, 5D, 1D, lensa ini tidak dapat dipasangkan. Jika Anda memiliki kamera DSLR full frame, maka lebih cocok lensa Samyang 8mm fisheye untuk full frame, yang lens hoodnya bisa dilepas.

Keunggulan lensa Samyang ini adalah kualitas badan lensanya bagus dan harganya terjangkau. Dibandingkan dengan lensa fisheye merek Canon, Nikon, Olympus, Sony, Panasonic, dll, lensa fisheye Samyang ini jauh lebih murah. Sekitar 3-4 juta, sedangkan yang biasanya mendekati 10 juta.

Mengapa bisa murah? Jawabannya adalah lensa Samyang tidak memiliki autofokus, jadi untuk memfokuskan gambar, kita memutar laras lensa secara manual. Pertama-tama saya pikir akan merepotkan di lapangan. Tapi ternyata tidak demikian, karena lensa fisheye lebar sekali dan ruang tajamnya luas. Jarak fokus ditandai dengan jelas dalam meter maupun kaki. Setting bukaan f/5.6 atau lebih kecil dan memutar laras fokus ke tak terhingga akan membuat sebagian besar bagian dalam foto terlihat tajam. Sayangnya tidak ada tanda hyperfocal distance.

Saat jalan-jalan ke Beijing dua minggu yang lalu, saya mencoba mengunakan lensa fisheye Samyang di kota terlarang (Forbidden Palace), kompleks istana kaisar Cina di jaman dinasti Ming dan Qing. Kompleksnya sangat luas (namanya juga kota didalam kota), dan pengunjungnya banyak sekali.

Dengan mengunakan lensa fisheye dan bukaan kecil f/11, saya bisa mencakupi daerah yang luas dengan ketajaman maksimal. Seperti sifat lensa lebar lainnya, benda-benda yang terlihat jauh akan menjadi kecil dan yang dekat akan terlihat besar dan menonjol.

Samyang belakangan ini membuat berbagai versi lensa yang berkualitas. Karena lensa ini mungkin tidak selalu digunakan setiap saat, maka harga yang terjangkau menjadi sangat menarik. Bagi yang bosan dengan hasil foto dengan lensa-lensa biasa, cobalah lensa fisheye Samyang ini.

Forbidden Palace Kota Terlarang, Beijing f/11, 1/250, ISO 180, Samyang fisheye 8mm

Keunggulan dan kelemahan lensa fisheye Samyang 8.5mm
+ Kualitas optik bagus
+ Badan lensa berkualitas tinggi
+ Harga relatif murah
+ Ukuran kecil dan relatif ringan 435 gram
- Tidak ada autofokus / panduan hyperfocal distance
- Lens hood tidak bisa dilepas

Kebetulan saya salah satu dealer dari lensa Samyang, jadi bagi yang membutuhkan lensa fisheye ini atau lensa lainnya bisa pesan langsung via ranafotovideo.com yang dikelola oleh saya. Alternatifnya bisa hubungi 0858 1318 3069 email: infofotografi@gmail.com. Saya bisa atur pengiriman ke seluruh Indonesia dengan jasa pengiriman JNE.

Jalan-jalan di dalam kota terlarang. f/8, 1/250 detik ISO 220. Samyang fisheye 8mm

Jalan-jalan di dalam kota terlarang. f/8, 1/250 detik ISO 220. Samyang fisheye 8mm

Bahas pembuatan foto bermain catur di kota Beijing, Cina

$
0
0

Foto dibawah ini saya buat di taman Temple of Heaven di Beijing. Di bagian belakang kompleks kuil kuno yang terkenal karena digunakan oleh Kaisar Cina dimasa lalu ini, terdapat banyak aktifitas orang-orang tua misalnya bermain catur, domino, kartu, merajut, berdansa, menyanyi, bersenam dan sebagainya. Salah satu yang menarik perhatian saya adalah kumpulan orang tua yang bermain catur. Kelihatannya semuanya sangat serius dan fokus ke papan catur.

Mengantisipasi langkah selanjutnya. ISO 180, f/8, 1/60 detik, 29mm

Mengantisipasi langkah selanjutnya. ISO 180, f/8, 1/60 detik, 29mm. Klik untuk memperbesar foto – Nikon D600 + 16-35mm f/4 VR

Saya mengunakan lensa yang cukup lebar yaitu 29mm dengan kamera full frame (sekitar 19mm saat memakai kamera bersensor APS-C), ISO saya set ke Auto ISO dengan minimum shutter speed 1/60 detik, makanya itu dapat ISO 180 yang tidak lazim.

Hal yang menarik dari adegan ini adalah semua orang yang mengitari papan catur terlihat serius mengantisipasi langkah selanjutnya dari Bapak yang berbaju kotak-kotak yang sedang memegang biji catur.

Secara komposisi, saya berusaha supaya semua wajah terlihat jelas dan tidak saling menghalangi. Saya menunggu sebentar sampai semuanya tenang dan diam, lalu mengambil gambar. Saya juga mengunakan lensa lebar dan maju cukup dekat (sekitar 1/2 meter dari papan catur) supaya foto terlihat lebih tiga dimensi dan hal-hal yang tidak perlu tidak masuk ke dalam komposisi foto. Bukaan saya set agak kecil yaitu f/8 supaya semuanyanya fokus meskipun saya memfokuskan kamera ke papan catur.

Untuk post processingnya (editing), seperti biasa, saya mengunakan software Adobe Lightroom. Disana saya menurunkan saturasi dan memberikan sedikit sentuhan warna kuning tua sehingga kesannya seperti foto jaman dulu yang sudah pudar. Kontras dan Clarity juga saya naikkan supaya foto lebih bertekstur menekankan kesan jadul.


Mari belajar mengenal fungsi tombol, menu, dan cara mengoperasikan kamera DSLR di kupas tuntas kamera DSLR Canon atau Nikon. Terbuka untuk segala usia dan pendaftaran masih terbuka.

Buku fotografi baru! The Passionate Photographer (Terjemahan)

$
0
0

Akhir tahun lalu, setelah saya merampungkan buku memilih sistem kamera dan lensa yang tepat, saya ngobrol-ngobrol dengan editor Elex Media, mas Joko Wibowo (bukan gubernur Jakarta), tentang buku fotografi di luar negeri yang bagus-bagus. Dalam kesempatan itu, mas Joko mengeluhkan bahwa banyak penerjemah tidak menguasai fotografi sehingga terjemahannya sulit dipahami oleh orang awam. Saya merasa sayang kalau teman-teman pembaca di dalam negeri tidak bisa mendapatkan ilmu dari fotografer luar negeri. Maka itu saya menawarkan untuk menerjemahkan salah satu buku.

Saya tambah semangat saat mengetahui bahwa buku yang hendak diterjemahkan adalah buku karangan fotografer dokumenter & fotojurnalis Steve Simon berjudul The Passionate Photographer: 10 Langkah menjadi fotografer yang hebat.

buku-passionate-photographer

Steve Simon adalah fotojurnalis dan dokumenter yang sudah berpengalaman berpuluh tahun dibidangnya, karya-karyanya menghiasi galeri foto dan museum di berbagai kota di dunia. Saya pernah baca buku ini, dan penilaian saya buku ini sangat bagus. Buku ini bukan tentang peralatan fotografi (kamera, lensa dll) semata seperti kebanyakan buku fotografi lainnya. Tapi ini tentang langkah-langkah pasti untuk menjadi fotografer yang hebat.

Ada 10 langkah (10 Bab) yang dipaparkan Steve Simon dan kesepuluhnya sangat membantu saya meningkatkan wawasan dan pendekatan saya terhadap fotografi.

Dalam menerjemahkan, saya membutuhkan banyak waktu, tenaga dan juga beberapa liter kopi, karena tidak mudah menerjemahkan istilah-istilah dan bahasa percakapan dalam bahasa Inggris ke Indonesia. Tapi saya berusaha yang terbaik dan Iesan, istri saya juga membantu untuk membaca berulang-ulang dan mengkoreksi supaya tulisannya lebih mudah dipahami.

Buku ini berisi 10 BAB

BAB I Tentang inspirasi dan ide proyek fotografi
BAB II Tentang latihan, gaya, teknik fotografi, peralatan
BAB III Tentang komposisi
BAB IV Tentang momen dan konsentrasi
BAB V Portrait manusia
BAB VI Pencahayaan
BAB VII Tentang mengedit foto (memilih)
BAB VIII Tentang belajar fotografi
BAB IX Perencanaan dan strategi pengembangan diri
BAB X Tentang sharing

Judul bab-bab diatas memang terkesan sederhana, tapi ulasannya mendalam dan memberi gairah dan inspirasi baru. Buku ini sekitar 250 halaman, banyak foto-foto dan pengalaman pribadi Steve Simon yang dibagikan untuk menginspirasi dan sebagai pembelajaran.

Anda bisa mendapatkan buku ini dengan memesan melalui Infofotografi

Harga normal di toko buku : Rp. 125.000
Harga memesan melalui saya:

Diskon 12% Jadi totalnya : Rp. 110.000 saja

Harga diatas belum termasuk ongkos kirim via JNE ke seluruh Indonesia

Untuk memesan dapat menghubungi 0858-1318-3069 (jangan lupa sms nama dan alamat lengkap) atau e-mail: infofotografi@gmail.com

Dibawah ini review pembaca di toko buku online Amazon.com

customer-review

Tips membuat foto tajam lewat stabilization (IS, VR, OSS, OS, OIS, VC, dll)

$
0
0

Salah satu yang perlu diperhatikan untuk membuat foto setajam mungkin (sekaligus menghindari gambar blur) adalah dengan menstabilkan kamera dan lensa. Cara tradisional yang paling ampuh, tentunya dengan mengunakan tripod. Setelah kamera didudukkan ke tripod, shutter kamera dipicu dengan cable release/self timer untuk mencegah kamera bergetar karena sentuhan tangan. Idealnya, kamera juga dalam pengaturan mirror lock-up/exposure delay, supaya getaran cermin DSLR tidak mempengaruhi ketajaman foto.

Tuas VR (Vibration Reduction) di lensa Nikkor.

Tuas VR (Vibration Reduction) di lensa Nikkor.

Jika tidak ingin mengunakan tripod, di sebagian lensa atau kamera memiliki fungsi stabilization (IS, VR, OS, OSS, VC dst.) Ada beberapa tips untuk berkaitan dengan fungsi stabilizer ini.

  1. Jangan menghidupkan stabilizer saat kamera diam saat didudukkan di tripod.
  2. Jangan menghidupkan stabilizer kecuali mengunakan shutter speed yang lebih lambat dari 1/jarak fokal lensa. Contohnya, jika mengunakan lensa dengan jarak fokal 50mm, dan shutter speed yang diperoleh 1/100 detik, maka tidak perlu menghidupkan stabilizer. Tapi jika mendapatkan shutter speed 1/30 detik (30 < 50mm) maka, sebaiknya menghidupkan stabilizer.
  3. Jangan langsung menekan tombol shutter secara penuh. Tekan tombol shutter setengah dulu, tunggu 1-2 detik sampai kamera/lensa memantapkan stabilizernya dulu baru tekan secara penuh.

Penelitian menunjukkan bahwa kalau mengaktifkan stabilizer saat tidak diperlukan akan membuat foto menjadi sedikit kurang tajam. Langsung menekan tombol shutter secara penuh tanpa menunggu sampai stabilizer bekerja juga akan mengurangi ketajamanan foto. Oleh sebab itu jangan selalu meninggalkan tuas IS/VR/OIS lensa pada kondisi ON.

ISO 100, f/16, 1/50 detik. 22mm. Kalau shutter speed lebih cepat dari 1/jarak fokal (22mm), maka stabilizer tidak perlu diaktifkan untuk memaksimalkan ketajamanan foto.

ISO 100, f/16, 1/50 detik. 22mm. Kalau shutter speed lebih cepat dari 1/jarak fokal (22mm), maka stabilizer tidak perlu diaktifkan untuk memaksimalkan ketajamanan foto.


Ada kelas kupas tuntas kamera DSLR Canon atau Nikon yang membahas tentang cara mengoperasikan kamera, fungsi-fungsinya, tips dan menu memaksimalkan setting kamera. Jangan dilewatkan ya.

Workshop Adobe Photoshop CS: Basic & Intermediate

$
0
0

Untuk melanjuti permintaan dari teman pembaca dan alumni, Infofotografi.com menyelenggarakan workshop Adobe Photoshop CS. Ada dua jenis workshop yang saya siapkan yaitu: Workshop Basic untuk fotografer yang baru pertama kali ingin belajar Photoshop. Sedangkan workshop intermediate ditujukan untuk fotografer yang ingin belajar membuat berbagai efek khusus dengan Photoshop.

Tempat sangat terbatas, hanya 8 orang per workshop.
Syarat: Membawa laptop masing-masing dengan software Adobe Photoshop terinstall.

Tempat kursus: Jl. Moch. Mansyur (Imam Mahbud) No. 8B-2. Ruko disebelah Bank Bumiputera, dekat perempatan Roxi. Jakarta Pusat 10140

Belajar seleksi rambut dengan Photoshop

Belajar seleksi rambut dengan Photoshop, memisahkan subjek foto dengan latar belakangnya.

Materi Workshop Basic Photoshop for Photographer

Minggu, 22 September 2013
Pukul 9.30 – 18.00 WIB
(Sehari penuh, makan siang dan snack akan disediakan)
Biaya workshop: Rp 500.000,- per peserta

Materi:

  • Adobe Camera Raw
  • Workspace tools
  • File formats
  • Cropping & Image Size
  • Image adjustment (Color & Tone)
  • Selections
  • Layer & masking
  • Layer style
  • Type tool
  • Photoshop Action

Latihan 

  • Basic makeup retouch
  • Basic landscape retouch
Portrait retouch dengan Photoshop

Portrait retouch dengan Photoshop

Workshop Intermediate Photoshop for Photographer

Minggu, 29 September 2013
Pukul 9.30 – 18.00 WIB
(Sehari penuh, makan siang dan snack akan disediakan)
Biaya workshop: Rp 850.000,- per peserta
Biaya diatas sudah termasuk sesi foto model

Materi:

  • Retouch foto fashion
  • Blur filters (membuat efek latar belakang blur, tilt-shift)
  • Konversi foto hitam putih
  • Membuat berbagai efek khusus: Vinyet, flare, Ray of Light, selective color)
  • Manajemen warna dan mewarnai dengan Photoshop
  • Compositing: Menggabungkan beberapa gambar menjadi satu

Latihan

  • Mengedit foto fashion untuk lookbook dari sesi foto model langsung
  • (Ada sesi foto model ditempat dengan lighting studio sebagai bahan untuk mengedit foto)

Mengadakan dan mengarahkan efek lens flare dengan Photoshop

Mengadakan dan mengarahkan efek lens flare dengan Photoshop

Belajar membuat efek ray of light dengan Adobe Photoshop

Belajar membuat efek ray of light dengan Adobe Photoshop

Spesial discount: Bagi peserta yang mendaftar untuk dua kelas sekaligus akan diberikan discount sebesar Rp 100.000,-

Instruktur
Bisma Santabudi adalah lulusan Fakultas Ilmu Komunikasi UNPAD dengan pengalaman kerja di bidang advertising dan IT. Pada saat ini ia lebih banyak bekerja sebagai pengajar di beberapa institusi pendidikan di Jakarta selain sebagai fotografer dan mengisi workshop dan seminar seputar dunia desain grafis dan fotografi.

Cara mendaftar:

Transfer biaya kursus ke Enche Tjin via BCA 4081218557 atau Mandiri 1680000667780. Kalau sudah transfer, tolong kabari via sms 0858 1318 3069 atau e-mail infofotografi@gmail.com

Terima kasih untuk perhatiannya.

*foto dan ilustrasi copyright Bisma Santabudi

Retouch fashion look dengan Photoshop

Retouch fashion look dengan Photoshop

Canon 70D vs Nikon D7100

$
0
0

Duel DSLR terseru tahun ini adalah Canon 70D dengan Nikon D7100. Keduanya duduk di kelas menengah dan juga kisaran harganya sama (sekitar Rp 12-13 juta). Masing-masing kamera memiliki fitur yang diwariskan oleh kamera pendahulunya yang lebih canggih. Nikon D7100 mendapatkan modul 51 titik fokus dari kamera DSLR profesional Nikon, lalu Canon 70D juga mendapatkan modul 19 titik autofokus dari abangnya, Canon 7D. Sebagai kamera untuk fotografi, kedua kamera sangat canggih dan bisa disejajarkan dengan kamera DSLR profesional.

Nikon D7100

Nikon D7100

Kualitas foto yang dihasilkan hampir sama bagusnya dan akan sulit menilai mana yang terbaik. Namun, jika mau diperhatikan dengan lebih cermat, ukuran foto Nikon D7100 lebih besar (24MP vs 20MP). Nikon D7100 tidak memiliki low pass filter, jadi hasilnya juga sedikit lebih tajam.

Badan kamera Nikon D7100 lebih kokoh karena terbuat dari bahan logam magnesium alloy yang melapisi bagian atas dan belakang kamera. Ketahanan kamera terhadap air, debu, kelembaban setingkat diatas Canon 70D. Tombol dan kenop juga lebih lengkap di Nikon D7100 memudahkan pengguna untuk secara cepat mengubah setting.

Desain segel anti air Nikon D7100

Desain segel anti air Nikon D7100

Tidak seperti Nikon D7100 yang hanya mewarisi fitur dari kamera DSLR Nikon kelas atas, Canon 70D menghadirkan inovasi baru di jajaran kamera DSLR Canon yaitu teknologi dual pixel di sensornya. Hadirnya teknologi ini memungkinkan pengguna untuk dapat menikmati proses autofokus yang cepat dan mulus di saat live view (peninjauan langsung). Teknologi ini sudah ditunggu-tunggu oleh penggemar videografi. Sedangkan di kamera Nikon D7100, teknologi ini belum ada, jadi autofokus masih sangat lambat dan tidak mulus saat live view.

Untuk fotografi aksi, kembali Canon 70D sedikit diatas angin karena meskipun kecepatan foto berturut-turut kurang lebih sama cepatnya yaitu 7 dan 6 foto per detik, namun buffer (tempat penampungan) Nikon D7100 cuma 6 untuk file RAW kualitas tertinggi dan 33 untuk JPG kualitas tertinggi. Sedangkan di 70D, buffer mencapai 16 untuk file RAW dan 65 untuk file JPG. Untuk fitur yang memudahkan operasional, Canon 70D kembali unggul dengan adanya layar LCD sentuh yang bisa diputar. LCD putar akan membantu untuk memotret dengan sudut sulit dan untuk merekam video.

canon-70d

Kesimpulan
Jika menginginkan kamera DSLR yang baik untuk fotografi aksi dan juga handal untuk merekam video, maka Canon 70D pilihan yang lebih baik, tapi jika konsentrasi lebih ke fotografi yang membutuhkan resolusi dan ketajaman tinggi beserta kualitas badan kamera yang lebih tahan banting, maka Nikon D7100 pilihan yang lebih baik.

Ditilik dari jenis fotografi yang cocok, Nikon D7100 lebih cocok untuk fotografer travel, landscape, komersial/produk, sedangkan Canon 70D lebih cocok untuk fotografi aksi (olahraga, satwa liar), dan untuk merekam video.

Kelebihan kamera Canon 70D relatif terhadap D7100
+ Autofokus cepat dan mulus saat live view & merekam video
+ LCD touchscreen dan bisa diputar
+ Kecepatan foto berturut-turut dan buffer cukup banyak.
+ Wi-Fi terpasang di dalam kamera
+ Kualitas dan kendali dalam merekam video lebih baik
- Bahan badan kamera dari plastik keras
- Tombol akses langsung kurang lengkap, misalnya tidak ada tombol White Balance

Kelebihan kekurangan Nikon D7100
+ Resolusi foto yang dihasilkan lebih besar dan tajam
+ Dua lubang untuk SD memory card
+ Badan lebih kokoh, sebagian besar dari magnesium alloy
+ Jendela bidik mencakup 100% (Canon 70D hanya 98%)
- Wi-Fi terpisah dan harus beli lagi alatnya
- Buffer hanya cukup menampung 6 foto RAW sebelum melambat.
- Kinerja autofokus saat live view pelan

Kalau Canon 70D vs 7D bagaimana? Secara singkat, kualitas badan kamera 7D lebih bagus karena dari magnesium alloy dan tahan cuaca ekstrim, kecepatan foto berturut-turut sedikit lebih cepat yaitu 8 fps (15 RAW, 95 JPG), dan tombol-tombolnya lebih lengkap. Tapi 7D tidak memiliki layar LCD yang bisa diputar, layar LCD tidak ada touchscreen dan saat liveview autofokusnya lambat. Jika Anda adalah seorang fotojurnalis yang membutuhkan kualitas badan dan kecepatan foto tercepat, 7D lebih cocok, sisanya, 70D lebih menarik karena banyak fitur barunya.

Canon 70D vs 60D? Secara kualitas foto kurang lebih sama. Peningkatan yang berarti yaitu di sistem autofokus, kecepatan foto berturut-turut dan autofokus saat live view dan Wi-Fi. Jika tidak membutuhkan fitur-fitur tambahan yang saya sebutkan, Anda bisa hemat lumayan banyak dengan membeli Canon 60D daripada 70D.

Belajar dari fotografer Sebastiao Salgado

$
0
0

Sebastiao Salgado (69 tahun) adalah seorang fotografer dokumenter dan wartawan foto (fotojurnalis) yang berasal dari Brazil. Salgado terkenal akan karya-karyanya yang inspiratif. Beberapa buah karyanya adalah workers, migration dan yang terakhir adalah Genesis.

Dibandingkan fotografer terkenal lainnya yang mulai mengenal fotografi di usia remaja, Salgado mengenal fotografi saat usianya mendekati 30 tahun. Sebelum berkarir di fotografi, Salgado adalah sarjana S2 (master) jurusan ekonomi. Salgado sempat bergabung dengan agensi fotojurnalis Magnum Photo yang terkenal, dan lalu membentuk agency sendiri bersama istrinya. Agency tersebut bernama Amazonas Images.

Beberapa saat yang lalu saya membeli dan membaca buku berjudul Genesis yang berisi karya-karya Salgado yang terakhir. Tema dari buku itu adalah tentang alam dan kehidupan manusia di dalam lingkungan yang belum terpengaruh dengan peradaban modern di lokasi yang terpencil. Salgado juga memotret suku pedalaman Indonesia, yaitu suku Mentawai dan beberapa suku di Papua. Karya-karyanya sangat bagus dan membuat saya tertarik untuk mempelajari fotografer ini lebih lanjut.

salgado-genesis

Dari Salgado, kita dapat belajar:

1. Memiliki Pesan dan cerita

Salgado bukan memotret karena tertarik dengan keindahan alam saja, tapi ingin mengabadikan dan menceritakan tentang pemandangan yang masih alami. Salgado ingin mengugah penikmat foto-fotonya untuk bertindak. Di dalam buku Genesis misalnya, dia memiliki misi untuk menggugah masyarakat untuk melestarikan alam yang indah. Di buku Workers ingin mengetuk hati masyarakat bahwa masih banyak orang yang bekerja dengan kondisi yang buruk.

2. Mengunakan sejumlah foto untuk bercerita

Salgado menganggap fotografi sebagai bahasa, dan kamera sebagai penanya. Dengan foto, ia bercerita. Berbeda dengan fotografer Henri Cartier-Bresson yang mengejar Decisive moment (satu moment (foto) untuk menceritakan semuanya), Salgado mengunakan banyak foto untuk menceritakan kisah suatu daerah atau peradaban.

4. Mengerjakan sebuah proyek dalam waktu yang panjang

Berbeda dengan sebagian besar fotografer jaman sekarang, Salgado merencanakan proyek fotografi selama bertahun-tahun. Misalnya Genesis dikerjakan selama 10 tahun. Setiap tahunnya, Salgado mengeluarkan dana 1.5 juta US$ untuk membiayai biaya perjalanannya. Tidak mengherankan bahwa karya foto di Genesis ini sangat bagus dan jumlahnya sangat banyak (500+ halaman berisi foto semua). Jarang sekali ada fotografer yang mendedikasikan waktu dan tenaganya dalam rentang waktu yang begitu lama untuk satu proyek.

5. Memilih foto hitam putih

Satu alasan kuat bagi Salgado untuk memilih foto hitam putih adalah supaya yang melihat fotonya fokus dalam melihat isi foto, tidak terganggu dengan warna yang kuat, misalnya warna merah. (Baca juga kapan foto B&W (hitam putih).

6. Fotografi tidak mengenal usia

Saat Salgado baru memulai proyek Genesis di tahun 2003, ia sudah berusia 59 tahun, dan setelah proyek ini selesai, Salgado sudah hampir 70 tahun. Ditanya oleh pewawancara apakah Genesis akan menjadi proyek terakhirnya, ia menggelengkan kepalanya. Ia mengatakan bahwa dia sangat siap untuk memulai proyek fotografi baru. Hidup itu seperti sepeda, kita harus mengayuh dan terus maju sampai mati.

Salgado dan karya besarnya "Genesis"

Salgado dan karya besarnya “Genesis”

Saya membeli buku Genesis di Amazon.com. Biasanya tiga minggu sampai di Jakarta.

Cover Buku Genesis

Cover Buku Genesis

———–

Mari ikut Kursus kilat dasar fotografi & lighting 2 hari. Pelajari teknik memotret, komposisi dan menggunakan lampu kilat dengan baik.


Stage & Concert Photography

$
0
0

Berbicara mengenai fotografi konser atau show apapun diatas panggung, bukanlah hal mudah. Malah cenderung sulit jika dibanding dengan landscape, portrait atau dan lain-lain. Berkejar-kejaran dengan kondisi gelap-terang dan lighting yang berganti-ganti warna, momen yang tidak terduga, jarak fokus yang cepat berubah-ubah dan lain-lain.

Itu baru masalah teknisnya. Sama pentingnya, adalah masalah non teknis. Semua pasti tahu, dibutuhkan pass / izin khusus untuk memotret konser besar. Bagaimana mendapatkannya? Dengan portfolio tentu saja. Tapi bagaimana bisa mendapat portfolio kalau tidak diberi kesempatan? Ini seperti kasus “ayam dan telur duluan mana”. Mari kita bahas pelan-pelan.

concert, Singapura 24 Agustus 2013. Siapa yang tidak mau punya portfolio seperti ini?

concert, Singapura 24 Agustus 2013. Siapa yang tidak mau punya portfolio seperti ini?

Hal Teknis

Untuk bisa sukses, dalam artian mendapat gambar bagus, anda harus bisa mengoperasikan kamera tanpa melihat (blindly). Jari-jari anda harus menjadi satu kesatuan dengan tombol-tombol di kamera. Gonta-ganti ISO, titik fokus, speed, aperture, harus dioperasikan secara cepat tanpa mata meninggalkan viewfinder. Kuasai kamera anda secara total!

Mode. Mode kamera apa yang terbaik dalam memotret konser? Dalam hal ini saya tidak bisa memberi jawaban pasti. Semua orang punya persepsi sendiri-sendiri. Kalau saya, cenderung memakai M / manual. Bukan manual focus ya. Alasannya? Pengukuran cahaya tidak mutlak. Misalnya, bisa saja spotlight yang datang dari berbagai arah (seperti backlight misalkan) menyebabkan metering kamera mengukur cahaya panggung secara pas, namun sang vokalis mungkin malah dalam keadaan under exposure.

Shutter Speed disini berperan lebih besar ketimbang Aperture. Terutama dalam konser rock. Saya tidak pernah menggunakan speed dibawah 1/200. Gerakan para personilnya yang enerjik sulit di-freeze dibawah 1/200. Malah tak jarang saya pakai 1/250. Ini akan menjamin anda akan mem-freeze movement.

ISO. Tak bisa dipungkiri, untuk jenis fotografi yang satu ini, kehandalan kamera dalam meng-handle ISO tinggi turut menjadi penentu. Keadaan stage yang biasanya dim-light, Speed tinggi, flash juga tidak diperbolehkan. Mau tak mau kita bergantung pada high ISO. Kenali baik-baik kamera anda. Jika ISO3200 noisenya amat parah, lebih baik pinjam kamera teman dulu.

White Balance. Sepenuhnya Auto. Saya selalu menggunakan RAW format karena warna lampu yang cenderung berubah-ubah. RAW memberi jangkauan yang jauh lebih luas ketimbang JPEG ketika diedit. Noise pun (sedikit) lebih halus.

Untuk tambahan, idealnya, saya selalu membawa dua bodi kamera. Satu untuk wide lens, satu untuk tele. Karena sangat tidak mungkin mengejar momen tapi masih mengganti-ganti lensa. Resikonya lensanya malah jatuh.

Jangan asal jepret, tunggu momen atau lighting yang asik. Terkadang flare malah bagus.

Jangan asal jepret, tunggu momen atau lighting yang asik. Terkadang flare malah bagus.

Kontras, white balance yang tepat dan kaya warna seperti ini sulit didapat jika bukan dalam RAW.

Kontras, white balance yang tepat dan kaya warna seperti ini sulit didapat jika bukan dalam RAW.

Hal Non Teknis

Nah ini yang tak kalah pentingnya. Malah bisa dibilang lebih penting. Saran utama saya, cobalah memotret konser-konser kecil didaerah sekitar dulu. Mungkin di kampus, band teman, atau acara-acara tertentu. Datangi panitianya, email, telepon, facebook, tawarkan pada mereka bahwa anda ingin berkontribusi untuk dokumentasinya secara sukarela. Jangan memikirkan profit dulu. Kumpulkan portfolio dulu dan atasi kesulitan yang dihadapi.

Be professional. Apalagi dengan band / artis yang telah memiliki nama. Tempatkan diri anda sebagai fotografer. Tidak usah merayu-rayu mengatakan anda adalah fans besarnya, sudah puluhan tahun menggandrungi bla bla bla… Cukup katakan anda seorang fotografer dan tujuan anda adalah memotret secara professional. Itu saja. You’ll get a lot of respect that way.

Jangan girang dulu setelah mendapat ijin. Tanyakan detailnya, Apa boleh memotret sepanjang konser? Banyak band besar yang hanya membolehkan fotografer untuk memotret hanya di tiga lagu pertama. Aksesnya kemana saja? Apakah boleh naik ke panggung? Bagaimana dengan backstage? Jangan sampai anda diusir keluar security dari venue karena kesalah pahaman kecil.

Hal lain yang penting ditanyakan juga; apakah Anda boleh memiliki dan meng-upload foto-foto hasilnya. Jangan kaget! betul bahwa fotonya adalah karya anda, tapi ini berkenaan dengan masalah copyright.

Banyak band besar yang tidak mengijinkan fotografer untuk tidak meng-upload online hasil fotonya, bahkan lebih ekstrim lagi, mewajibkan untuk menyerahkan memory card begitu konser selesai. Take it or leave it. Mangkanya, lebih baik, Tanya dulu.

Jika foto didominasi lighting merah, coba convert ke B/W. Warna merah akan menghasilkan B/W yang kontras dan ciamik .

Jika foto didominasi lighting merah, coba convert ke B/W. Warna merah akan menghasilkan B/W yang kontras dan ciamik .

Datang lebih awal. Bersiap lebih awal selalu lebih baik. Datangi manajernya, juga security. Say hello, siapa tau anda mendapat akses yang tak terduga. Tes lighting, check segala angle yang kiranya bagus, check semua setting kamera.

Last but not least, jangan lupa untuk berterima kasih setelah show selesai. Jalin pertemanan bila memungkinkan. Jika mereka menyukai anda, pasti anda dipanggil lagi. Anyway, itu kunci dari commercial photography; Selalu menjalin hubungan baik dengan klien.

Masih banyak sebenarnya tips yang bisa saya jabarkan. Namun karena keterbatasan tempat, kiranya cukup sampai disini dulu. Kalau ada yang mau bertanya, saya tak segan untuk menjawab hal-hal yang belum disampaikan. Silakan bertanya melalui kotak komentar dibawah artikel ini, atau saya bisa dihubungi di email wisnu.h,yudhanto@gmail.com atau twitter @wisnuhy.

Salam hangat! Keep shooting!

konser-fotografi-metallica-singapura

All images are the exclusive property of Wisnu Haryo Yudhanto (www.flickr.com/lordwisnu) and protected under Copyright Laws

Tour fotografi Ciwidey 5-6 Oktober 2013

$
0
0

Halo semua pembaca dan alumni Infofotografi, kami kembali mengadakan acara tour fotografi bulan Oktober 2013 nanti dengan tujuan ke selatan kota Bandung yaitu kawasan Ciwidey.

Kali ini, tema tournya adalah memotret kawah-kawah dan pemandangan kebun teh yang berada didaerah sekitarnya. Belajar dari pengalaman jalur Jakarta-Bandung yang sering macet, maka kali ini, di hari kedua, kita berusaha pulang lebih siang sehingga kita dapat mencapai Jakarta sebelum larut malam.

Mengapa tour fotografi? bukan tour jalan-jalan biasa? karena kita akan mengunjungi spot-spot foto pada waktu yang tepat sehingga memaksimalkan kualitas foto. Kita juga memiliki waktu yang lebih banyak dari tour jalan-jalan biasa untuk menjelajahi dan memotret suatu kawasan. Jika membutuhkan bimbingan fotografi, saya, Iesan dan mas Erwin selalu berada di dalam rombongan untuk membantu.

Acara hunting foto dua hari ini adalah kesempatan yang baik bagi teman-teman yang ingin meningkatkan teknik fotografi, jalan-jalan, dan berkenalan dengan teman-teman baru sesama penggemar fotografi.

Kawah putih

Kawah Putih oleh Iesan Liang

Perkebunan teh di Rancabali, Ciwidey. Rombongan akan menginap disini

Pemandangan perkebunan teh di Rancabali, Ciwidey, tempat kita menginap.

Kawah Rengganis

Kawah Rengganis

Kawah Rengganis

Kawah Rengganis, misterus karena asap yang keluar dari bebatuan

Maksimum peserta 16 orang saja

Biaya : Rp 1.200.000

Susunan acara (itinerary) 

Jakarta, hari Sabtu, tanggal 5 Oktober 2013

05:30 Berkumpul di Sarinah, Thamrin, depan McDonald.
06:00 Berangkat menuju Ciwidey
11.00 Makan siang
12.00 Check-in penginapan
13.00-15.30 Kawah Rengganis
16.00-18.00 Istirahat, makan malam
19.00 Acara bebas, istirahat

Ciwidey, hari Minggu, tanggal 6 Oktober 2013

05.00 Bangun, hunting sunrise di perkebunan teh
06.30-09.00 Snack, hunting Kawah Putih
09.15 Sarapan, acara bebas (hunting seputar perkebunan teh)
11.45 Check out
12.00 Makan siang
13.00 Menuju Jakarta
17.45 Makan malam di rest area
20.15 Diperkirakan tiba di Jakarta.

Cara mendaftar:

Transfer biaya tour Rp. 1.200.000,- ke Enche Tjin via BCA 4081218557 atau Mandiri  1680000667780 Setelah transfer, harap konfirmasi via 0858 1318 3069 atau infofotografi@gmail.com

Termasuk:

  • Transportasi (bus) termasuk parkir
  • Penginapan (berdua 1 kamar) – tersedia air panas alami
  • Konsumsi (sarapan, makan siang, makan malam)
  • Tiket masuk objek wisata

Belum termasuk

  • Tips supir (Rp. 20.000 per orang)
  • Belanja pribadi
  • Minuman ringan
Kawah Putih, Ciwidey

Kawah Putih, Ciwidey

Pohon di kawah putih, Ciwidey

Pohon di kawah putih, Ciwidey

Tips sukses jadi fotografer berbayaran tinggi

$
0
0

Beberapa minggu yang lalu ada yang menanyakan ke saya tentang bagaimana mengatasi honor jasa fotografi yang ditekan vendor catering/bridal. Pertanyaannya menarik yakni seperti berikut:

Share aja saya mempunyai usaha wedding photography yang bekerjasama dengan beberapa catering, dimana yg menjadi permasalahan harga yg di ikat oleh catering utk jasa photography dan video sepertinya sudah di patok alias catering 1 dg lainnya mempunyai harga yg sama misal 2,5 jt utk output 2 album 20×30 @10 sheet dan 1 DVD Video kami sudah berusaha untuk naikan harga tapi catering lebih memilih photographer lain yg lebih murah krn prinsip catering selagi kliennya tidak komplain dia jln terus. akhirnya demi dapur ngebul kami pun ikuti harga itu yg penting tidak rugi. menurut penulis menanggapi permasalahan ini apa yang harus kami lakukan ?

- Kokonoza Photography – Abdul

Masalahnya saya urai seperti berikut ini:

  • Honor rendah, tidak sesuai dengan usaha/keahlian/waktu yang dikeluarkan.
  • Persaingan antara fotografer tinggi

Seiring dengan perkembangan teknologi, kamera digital dan aksesoris yang berkualitas semakin bagus dan terjangkau, banyak fotografer semi-pro atau profesional bermunculan bagaikan jamur di musim hujan. Dengan banyaknya fotografer yang tersedia, maka rata-rata harga jasa foto tentunya semakin rendah sesuai dengan hukum ekonomi. Untuk bisa lepas dari jeratan ini, fotografer pro perlu memiliki strategi dan taktik yang bagus untuk memenangkan persaingan dan tidak terikat harga.

Perencanaan strategi berkaitan dengan rencana jangka panjang, seperti pencitraan/branding, sedangkan taktik berkaitan dengan rencana jangka pendek, seperti promosi, menawarkan foto dengan efek khusus, lokasi atau pakaian yang langka, dan taktik lainnya.

Yang banyak dilupakan oleh fotografer semi-pro atau pro adalah branding, padahal ini paling penting untuk bertahan di jangka panjang. Branding atau pencitraan adalah semua detail dari usaha fotografi Anda. Bagaimana pembawaan diri, packaging, gaya fotografi, keunikan olah digital, pelayanan dan sebagainya. Tujuan branding adalah supaya calon pengantin bisa membedakan antara jasa yang Anda tawarkan dengan saingan yang lain. Dan yang paling penting adalah mengetahui kelebihan jasa fotografi Anda dan bersedia membayar lebih tinggi daripada pesaing.

Karena persaingan yang ketat dengan sebagian besar fotografer yang cenderung mau bekerja dengan honor yang sangat rendah, maka sebaiknya dibuat perencanaan untuk tidak tergantung pada vendor catering/bridal dll. Dengan strategi branding dan taktik yang kuat, usaha jasa fotografi Anda akan lebih berkembang dan mandiri.

Kesimpulan:

  • Jangan bergantung kepada vendor catering/bridal saja, cobalah lebih mandiri dengan berupaya mencari klien baru sendiri.
  • Harus selalu berupaya meningkatkan kualitas dan lebih kreatif untuk mengembangkan kualitas foto, baik dari segi teknis maupun artistik dari waktu ke waktu.
  • Tingkatkan upaya networking, marketing khususnya promosi dan branding, dan gunakan berbagai kanal seperti pertemanan, saudara, dan media (baik cetak maupun internet).

Bukan hal yang gampang untuk membalikkan honor yang kecil menjadi besar dalam sekejab. Dibutuhkan perencanaan yang matang, peningkatan kualitas yang terus menerus dan yang sering dilupakan yaitu dibutuhkan waktu.

Semoga sukses!

Bahas pembuatan foto “Mystic Forest”

$
0
0

Foto dibawah ini dibuat di kawasan kawah Rengganis, sebuah tempat yang unik karena asap alami keluar dari bebatuan. Kabut asap ini kemudian saya manfaatkan untuk memberikan kesan mistik. Tantangan yang saya hadapi lumayan juga. Bukan karena masalah cahaya gelap. Waktu memotret sekitar jam 3-4 sore. Cuaca agak sedikit mendung dan tidak lama setelah itu, turun hujan rintik-rintik, tapi secara umum, cahaya lingkungan masih terang. Masalah yang saya temui adalah kabut asapnya tidak berada diposisi yang saya inginkan.

Angin berhembus cukup kencang, asapnya seringkali terlalu tebal menutupi pohon-pohon dan batu-batuan yang disekitar itu. Setelah menanti sekian lama, akhirnya saya menemukan momen yang tepat untuk memotret, dan terbentuklah foto ini.

Secara komposisi, saya mengunakan komposisi simetri. Subjek ditempatkan ditengah-tengah. Biasanya kalau kita menempatkan subjek ditengah-tengah, biasanya fotonya menjadi agak membosankan. Tapi kebetulan untuk foto ini, komposisi simetri saya rasa paling pas.

Kawah Rengganis Cibuni

Secara teknis, foto ini dibuat dengan setting ISO 200, f/4, 1/250 detik. 135mm. Yang penting disini adalah setting shutter speed 1/250 detik yang cukup cepat untuk membekukan asap dan sekaligus mencegah foto blur karena getaran tangan. Dan lagi, jarak fokus yang digunakan yaitu 135mm termasuk telefoto, jadi kalau shutter speednya lebih lambat, foto tidak akan tajam.

Dibawah ini saya sertakan foto asli (format RAW) yang ditangkap sensor kamera saya. Di hasil foto mentah tersebut, banyak hal yang harus ditingkatkan, misalnya warna, kontrasnya masih rendah karena kabut asap. Setelah diolah dengan Adobe Lightroom, maka hasil fotonya lebih sesuai dengan intensi saya saat memotretnya.

Proses foto dengan Adobe Lightroom

Berikut setting yang saya ubah di Lightroom, antara lain, ada pengaturan di vibrance warna untuk menaikkan saturasi warna hijau yang mendem di foto before/sebelumnya. Di panel split toning, saya memasukkan sedikit warna kuning supaya lebih cerah, dan  kemudian lens vignetting di -100 membuat sudut-sudut foto gelap, supaya pemirsa lebih fokus ke pohon yang berada ditengah.

Jadi, proses olah digital telah membantu saya untuk mendapatkan hasil foto yang sesuai dengan keinginan saya dan dapat menceritakan suasana hutan hijau yang segar tapi juga misterius.

belajar-lightroom-setting

———
Bagi yang ingin belajar olah foto dengan Adobe Lightroom, silahkan cek jadwal dilaman ini.

Simpan setting kamera favorit di MY MENU

$
0
0

Mencari setting di kamera digital sering membuang-buang waktu. Ketika tidak dibutuhkan, seringkali muncul dilayar, tapi saat dibutuhkan gak ketemu-temu. Pernah gak mengalami hal semacam itu? Pengalaman itu tidak mengherankan karena di dalam menu kamera digital (terutama DSLR) rata-rata memiliki pilihan menu yang tidak kurang dari 50 buah.

Untuk mengatasi kerepotan ini, sebenarnya di kamera DSLR merek Canon atau Nikon memiliki suatu halaman khusus dimana kita bisa memasukkan item favorit (yang sering digunakan).

Di kamera DSLR Nikon nama halamannya disebut MY MENU. Letaknya di halaman paling bawah. Jika yang ditemukan adalah RECENT SETTING, kita bisa menggantinya menjadi MY MENU dengan menggulung kebawah dan memilih CHOOSE TAB > MY MENU.

Di kamera DSLR Canon, MY MENU terdapat di halaman terakhir yang bersimbol bintang berlatar belakang warna hijau.

Menu Canon

Menu Canon

Di halaman ini kita bisa mendaftarkan menu item pilihan. Setiap pengguna kamera pasti memiliki menu item pilihan sendiri sesuai pengalaman. Jika belum ada ide menu item apa yang harus didaftarkan jangan kuatir, tapi seringlah praktik memotret, lalu ingat menu item apa yang sering dicari dan daftarkan ke halaman MY MENU.

Yang perlu dihindari adalah mendaftarkan terlalu banyak item. Saya berusaha membatasi hanya sembilan menu item sehingga muat satu halaman dan tidak perlu menggulung kebawah.

Seiring waktu berjalan, tidak ada salahnya mengkaji kembali penghuni MY MENU. Jika ada yang jarang atau bahkan tidak pernah digunakan, jangan ragu untuk menghapusnya dari halaman tersebut.

Sekedar berbagi, berikut ini menu item yang sering berada di dalam MY MENU kamera DSLR Nikon D600 saya. Kamera ini saya gunakan terutama untuk foto travel dan pemandangan.

My Menu Nikon D600

My Menu Nikon D600

  1. ISO Sensitivity setting : Berguna untuk mematikan dan menghidupkan AUTO ISO. Juga untuk menetapkan parameter maksimum ISO, dan minimum shutter speed
  2. Exposure delay mode: Jeda waktu saat menekan tombol jepret(shutter) dengan proses pembuatan gambar. Bagus untuk memotret landscape dengan shutter speed lambat.
  3. Self Timer: Untuk mengatur jeda waktu antara menekan tombol dengan mengambil gambar. Biasanya untuk foto keluarga dan pemandangan.
  4. Choose image area (FX/DX): Kadang-kadang saya memilih mode DX supaya kamera otomatis mengkrop foto saya. Biasa saya gunakan untuk foto wildlife atau saat mengunakan lensa fisheye dan saya ingin hasil gambarnya berbentuk kotak. Setelah dikrop, gambar masih tersisa 10 MP.
  5. Beep: Setting untuk mematikan atau menghidupkan bunyi kamera saat mengaktifkan autofokus atau self-timer.
  6. Built-in AF-Assist Illuminator: Di tempat gelap, lampu pembantu AF ini akan membantu autofokus supaya akurat. Tapi untuk memotret manusia, biasanya lampu ini mengganggu, jadi lebih baik dimatikan.
  7. Clean image sensor: Untuk membersihkan permukaan sensor dari debu. Diaktifkan setelah menukar lensa dilingkungan yang kotor/berdebu.
  8. HDR (High Dynamic Range): Kamera akan mengambil tiga foto berturut-turut dan menggabungkannya menjadi satu untuk mendapatkan gambar dengan detail foto maksimal dari daerah terang maupun gelap. Kadang-kadang saya pakai untuk foto pemandangan.

Untuk kamera Nikon D700 saya, ada dua tambahan menu item yang saya daftarkan yaitu:

  1. AF point Selection: Kadang saya memilih jumlah titik fokus yang lebih sedikit misalnya 11 titik daripada 51 titik supaya lebih cepat bisa pindah dari daerah satu di frame ke daerah yang lain.
  2. AF Dynamic Area: Untuk mengatur berapa titik fokus yang bekerja untuk mengikuti subjek yang bergerak. Favorit saya yaitu 21 titik jika subjek bergerak secara teratur, dan 51 titik jika subjek bergerak secara acak.

Catatan: Nikon D700 biasanya saya gunakan untuk foto portrait, action photography, jadi ada beberapa menu item yang jarang digunakan saya hapus dari MY MENU.

My Menu Nikon D700

My Menu Nikon D700

Viewing all 1544 articles
Browse latest View live