Quantcast
Channel: InfoFotografi
Viewing all 1544 articles
Browse latest View live

Tips Komposisi dalam Food Photography

$
0
0

Makanan adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan kita. Tanpa kita sadari, sebagai penggemar fotografi ataupun sebagai fotografer profesional, kita sebenarnya sangat dekat dengan objek fotografi yang bernama makanan. Di era semakin berkembang pesatnya sosial media seperti sekarang, banyak orang meski mereka bukanlah penggemar fotografi/fotografer profesional sering mengupload foto-foto makanan di berbagai jejaring sosial yang mereka gunakan. Ada istilah: “Difoto dulu baru dimakan!”

Dalam tulisan kali ini, saya ingin berbagai kepada pembaca Infofotografi tentang komposisi dalam memotret makanan. Saya sengaja memberi banyak contoh makanan mulai dari camilan dalam bentuk biskuit, cake, mie instan, hingga pudding. Dengan banyaknya contoh makanan dan beragam komposisi, saya berharap para pembaca Infofotografi dapat memperoleh sedikit gambaran ketika ingin memotret makanan.

Berikut beberapa contoh komposisinya:

komposisi-food-photography-kopi

Pada foto diatas dan dibawah ini, saya memotret camilan berupa biskuit dengan komposisi rules of third. Sketsa garis komposisinya ada di foto sebelah kanan.

komposisi-mie

Di foto di bawah ini, saya sengaja menyusun biskuit camilan dengan bentuk menyerupai tumpeng. Dalam foto ini saya menggunakan komposisi segi tiga.

komposisi-biskuit

Pada contoh foto-foto dibawah. Saya menggunakan contoh komposisi yang sama yaitu diagonal. Yang perlu diperhatikan dari komposisi diagonal adalah kita jangan memiringkan kamera kita membentuk sebuah diagonal, tetapi kita yang harus mengatur objek kita sesuai dengan diagonal frame di kamera kita.

komposisi-chicken-wing

Pada contoh foto selanjutnya saya menggunakan komposisi dead center. Komposisi ini dilakukan dengan cara membagi frame foto menjadi 4 bidang yang sama besar, lalu meletakkan makanan tepat di tengah-tengah persinggungan garis yang membagi ke 4 bidang.

komposisi-dead-center

Foto dibawah ini saya buat dengan komposisi elips. Komposisi ini adalah komposisi yang paling mudah dalam food photography. Jika kita menemukan makanan di mangkok/ piring kita bisa langsung menerapkan komposisi ini. Komposisi elips bisa pula dipadukan dengan komposisi rules of third.

komposisi-soto

komposisi-melon-rujak

Selamat makan dan Salam Fotografi!

Albertus Adi Setyo adalah fotografer profesional yang juga mengajar fotografi di Infofotografi dengan topik creative flash untuk liputan, produk dan portrait, juga workshop creative water effect.


Pendapat tentang Nikon D750

$
0
0

Sewaktu Nikon D750 diumumkan, saya cukup tertarik dengan kamera ini, dan sempat terpikir untuk menjual kamera Nikon D700, untuk membeli Nikon D750. Tapi, setelah beberapa minggu, rasanya tidak masuk akal secara finansial untuk melakukannya.

Meskipun saya menjual Nikon D600 dan D700 saya sekaligus, uang penghasilannya mungkin masih kurang untuk membeli Nikon D750 baru. Selain itu dari segi kualitas gambar, tidak begitu signifikan dari Nikon D600 yang menurut saya sudah bagus. Jadi untuk apa menjual dua kamera untuk mendapatkan satu kamera? pikir saya.

nikon-d750

Bagi yang sekarang ini lagi memikirkan untuk upgrade ke kamera DSLR full frame Nikon, mungkin D750 ini merupakan hal yang menarik. Meskipun kualitas body-nya tidak sama dengan Nikon D700 atau Nikon D300 yang full magnesium alloy, tapi dari dengar-dengar, pegangannya juga enak dan body campuran magnesium alloy dan carbon fiber tidak terasa seperti plastik murahan.

Fitur-fiturnya juga setara dengan kamera yang lebih canggih seperti Nikon D810. Ada beberapa hal yang menarik juga seperti layar LCD yang bisa dilipat (tilt), fitur movie yang lebih banyak, bahkan ada halaman khusus movie di dalam menu.

Bagi yang sekarang mengunakan Nikon D600/D610, jika upgrade akan mendapatkan kelebihan dibawah ini:

  • Pegangan yang lebih mantap
  • Kualitas fisik yang terasa lebih kokoh tanpa menambah total berat
  • Sistem autofokus tercanggih Nikon 51 titik fokus (tapi masih ditengah)
  • Sistem AF bisa foto di dalam kegelapan EV-3
  • Foto berturut-turut sedikit lebih cepat
  • Layar LCD bisa dilipat
  • Hasil foto sedikit lebih tajam dan bebas noise
  • Built-in Wifi

Bagi yang sekarang mengunakan Nikon D700 dan mempertimbangkan D750, akan mendapatkan kelebihan:

  • Kualitas gambar yang lebih bagus
  • Bobot yang lebih ringan (1 kg vs 750 gram)
  • Layar LCD lipat
  • Bisa merekam video
  • Sistem autofokus sedikit lebih baik (AF grouping)
  • Built-in Wifi

Kelemahan D750 dibandingkan dibanding kamera seri D800/D700 antara lain:

  • Viewfinder tidak bundar dan tidak ada tirai untuk viewfinder (berguna untuk long exposure/landscape)
  • Tombol tidak lengkap (tidak ada AF-ON)
  • Body tidak full magnesium alloy
  • Kualitas gambar kalah detail/tajam dari Nikon D800E/D810
  • Shutter speed maksimum 1/4000 detik
  • lebih tidak seimbang saat memakai lensa telefoto besar

Meski kelebihannya terlihat cukup banyak, tapi keunggulan diatas tidak begitu menarik bagi saya, karena dari segi body dan kualitas AF saya sudah cukup puas dengan Nikon D700, terutama untuk kebutuhan fotografi aksi. Dan lagi, kebutuhan saya saat ini juga sudah berubah, saya jarang motret liputan tapi lebih banyak ke travel, pemandangan, street photography, sehingga kelebihan D750 dibandingkan D600 tidak begitu penting. Dengan kata lain, D750 bukan kamera yang “must have” bagi saya.

Beberapa bulan terakhir, saya sempat mencoba beberapa kamera mirrorless seperti Sony A7 dan A7s, kedua kamera ini juga sangat berkualitas hasil fotonya dan beratnya hanya 60%-nya Nikon D750. Hanya sayangnya sistem autofokus seri A7 belum setara kamera D750 (yang Sony A6000 dan A5100 sudah setara). Jadi, kemungkinan saya masih menunggu, mungkin beberapa tahun kedepan saya akan lebih banyak mengunakan kamera mirrorless untuk travel.

Nikon D750 sangat cocok untuk fotografer yang saat ini mengunakan kamera DSLR Nikon APS-C seperti Nikon D7100, D300/s, yang sedang menunggu kamera untuk upgrade. D750 bisa untuk berbagai jenis fotografi, tapi paling cocok untuk fotografi liputan, wedding, dan sport/satwa liar. Cocok juga untuk videografi. Jangan lupa setelah upgrade lensa-lensa juga perlu di-upgrade untuk memaksimalkan potensi kamera ini.

Bahas foto Karang di Sawarna

$
0
0
f/3.2, ISO 100, 1.6 detik

f/3.2, ISO 100, 1.6 detik, 30mm (45mm ekuivalen FF) – filter ND 10 stop

Yang menarik dari batu karang di foto ini adalah bentuknya yang seperti tembok penghalang yang tinggi, yang menghadang air yang menerpa pantai. Sekilas terlihat seperti perisai besar yang menahan gelombang serangan gelombang yang terus menerus. Karang yang berwarna gelap dan air yang mengalir adalah menimbulkan kontras. Dengan teknik slow speed, aliran air menjadi sangat lembut sehingga kontras semakin tinggi.

Tantangan dalam memotret lainnya adalah komposisi. Dalam hal ini saya mencari pola/pattern. Berada cukup dekat dengan ombak saya harus berhati-hati jangan sampai ombak terlalu tinggi menerpa kamera saya. Sebelumnya saya mengamati dan memantau ketinggian ombak. Dalam beberapa menit, saya tahu bahwa ombak tidak akan menjangkau area tertentu, dan disanalah biasanya saya menancapkan tripod.

Tantangan berikutnya adalah memilih timing yang tepat untuk menjepret. Saat yang tepat adalah sesaat setelah ombak menghempas karang, dan shutter speed yang ideal tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat. Dari pengalaman saya, antara 1-2 detik cukup bagus. Kalau terlalu cepat, aliran air terlihat patah-patah, kalau terlalu lambat, aliran air berubah menjadi seperti kabut. Untuk mendapatkan 1-2 detik, saya agak terpaksa mengunakan f/3.2 untuk mempertahankan supaya ISO-nya tetap 100 (untuk kualitas terbaik). Filter ND 10 stop yang saya gunakan sedikit terlalu pekat. Mungkin 6-8 stop cukup.

Untuk memastikan kamera tidak bergetar, image stabilization (IS, VR, Steadyshot dll) saya matikan, karena posisi kamera di tripod. Lalu idealnya mengunakan cable remote control. Atau paling sedikit mengunakan kombinasi self timer/exposure delay/mirror lock-up. Untuk foto ombak, self timer agak sulit karena ada jeda 2 detik, jadi harus bisa membayangkan dan sense of timing yang lebih bagus.

Kebetulan saat berada di lokasi cuaca sedang mendung. Awan cukup tebal menutupi sinar matahari pagi, sehingga langit tampak abu-abu. Tidak masalah bagi saya karena saya tidak perlu repot memperhitungkan arah cahaya. Langit yang mendung sama dengan softbox sehingga cahaya menjadi lembut dan tidak ada bayangan yang keras/gelap. Efek dari cuaca mendung membuat hasil gambar seperti monochrome (satu warna) tanpa perlu di edit.

Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya foto yang ini yang saya kira pas sesuai dengan imajinasi saya.

—–
Tgl 22-23 November Infofotografi akan menyelenggarakan tour ke kawasan pantai Sawarna dan sekitarnya, bagi yang berminat bisa baca dan daftar melalui info dibawah ini.

Bagi yang ingin belajar dasar fotografi dan lighting bisa memeriksa jadwal dan materi disini.

Era video 4K sudah tiba, apakah kita sudah siap?

$
0
0

Bila selama ini kita mengenal video digital dengan dua macam pilihan kualitas yaitu Standard Definiton (SD, 480p) dan High Definition (HD, 720p dan 1080p), maka generasi mendatang dari tayangan video kualitas tinggi adalah video 4K yang mampu merekam video resolusi 4x lebih detil dari video HD biasa, atau disebut juga dengan Ultra HD (UHD). Dalam hitungan piksel, maka bidang gambar dari video ini adalah 3840×2160 piksel (aspek rasio 16:9) yang memberi detail jauh lebih banyak dibanding video HD.

Perbedaan detail HD dan 4K

Produsen kamera digital maupun kamera khusus video telah membuat beberapa produk yang sudah bisa merekam video 4K. Di youtube bahkan sudah ada beberapa video yang disimpan dalam format 4K. Dengan memilih setting video 4K di kamera maka video yang direkam akan memiliki kualitas sinema dengan detail tertinggi yang memanjakan mata pemirsanya. Bahkan bila satu frame dari video 4K di capture lalu dijadikan still image maka resolusinya setara dengan foto 8 MP. Sebagai gambaran, sebuah file foto 8 MP sudah bisa dicetak ukuran cukup besar seperti 20x30cm.

Salah satu TV 4K

Apakah dengan kualitas yang tinggi ini lalu serta merta semua orang, individu, profesi maupun dunia industri akan beralih dari era HD ke era 4K? Saya rasa saat ini belum, masih jauh bahkan. Ingat kalau video digital adalah sebuah sistem, sebuah workflow mulai dari image capturing, storage, process/editing sampai display. Kalau kamera kita 4K lalu ditayangkan di TV LCD HD saja maka tampilannya tidak ada bedanya dengan rekaman HD biasa. Untuk melihat hasil videonya dengan optimal diperlukan TV yang juga memenuhi standar 4K, itupun diperlukan kabel HDMI generasi kedua yang mampu menampung bandwidth hingga 18 Gbps. Kalaupun ingin video kita lebih menarik, bisa jadi kita perlu lakukan proses editing. Dengan video 4K, maka editing video jauh lebih berat dan membutuhkan komputer super kuat untuk memproses datanya, dan hardisk super besar untuk menyimpan hasilnya.

BErbagai ukuran resolusi video

Berbagai ukuran resolusi video

Saya ingin sedikit membahas soal teknis dari video 4K dan implikasinya, dimulai dari video bit rate yang tinggi. Saat ini kompresi video terkni adalah MPEG-4, dengan kemampuan mengkompres video full HD menjadi efisien, sekira 17-24 Mbps. Tapi teknik kompresi terkini diperlukan untuk menangani data rate yang luar biasa besar dari video 4K, dan itu masih perlu waktu. Sementara ini H.264 bisa dipakai untuk kompresi video 4K, lalu ada juga pengembangan ke H.265 dan Sony juga mencoba membuat teknik kompresi sendiri yaitu XAVC. Tanpa teknik kompresi yang sepadan, siap-siap kartu memori kita akan penuh saat merekam video 4K.

GH4_header_596x232

Di dunia industri movie, format video ini juga menentukan nasib bisnis mereka. Dulu di era video SD mereka menjual film-filmnya dalam kepingan DVD, lalu memasuki era video HD dipakailah media BluRay Disc, yang perlu player khusus untuk memainkannya. Lalu kira-kira media apa lagi yang mau dipakai untuk menampung satu film utuh dengan format 4K? Rasanya belum ada satu keping cakram digital yang bisa menampung data sebesar kira-kira 128-256 GB (tergantung durasi videonya). Jadi industri movie mungkin masih lebih aman bermain di segmen BluRay alias resolusi video full HD, kecuali nanti saat pemilik TV 4K sudah semakin banyak. Di dunia broadcasting dan layanan streaming urusan video 4K bahkan semakin runyam karena keterbatasan bandwidth. Gilanya lagi, era 4K ini bahkan sudah disiapkan konsep penerusnya lagi yaitu nanti 8K, yang akan hadir entah suatu hari nanti..

blu-ray-4

Jadi sebaiknya kita menyikapi era video 4K dengan bijak. Mau beli TV 4K, boleh. Tapi jangan kaget kalau hasilnya sama saja dengan TV biasa, kalau yang ditonton bukan siaran video 4K. Mau beli kamera dengan fitur video 4K, boleh. Tapi jangan kaget kalau memori cepat penuh, susah editingnya dan yang paling sulit adalah mencari TV-nya untuk menikmati hasilnya. Video 4K yang ditonton di TV biasa tidak memberi hasil lebih baik dari video HD. Ya setidaknya dengan membeli TV atau kamera 4K, anda akan future-proof dalam berinvestasi, tapi soal efektivitasnya tergantung banyak hal.

Kamera revolusioner 2003-2014

$
0
0

Tumbuh dan berkembangnya fotografi digital saat ini salah satunya disebabkan oleh teknologi kamera digital yang semakin baik kualitasnya dan harganya makin terjangkau. Dahulu, kamera digital canggih hanya digunakan fotografer profesional. Tapi saat ini, kamera digital berkualitas sudah digunakan berbagai kalangan masyarakat. Dalam kisaran sepuluh tahun terakhir, perkembangan teknologi kamera digital sangat pesat, dan berikut ini adalah beberapa kamera digital yang penting dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.

Kamera-kamera yang disebutkan dibawah ini revolusioner karena memiliki teknologi inovasi yang sangat baru di masanya, dan kemudian banyak ditiru desainnya.

canon_300d

Canon EOS 300D (2003)

Sebelum kamera ini hadir, hampir semua kamera DSLR dibuat untuk kalangan profesional atau fotografer amatir yang serius menekuni fotografi. Harga kamera DSLR juga relatif tinggi. Kamera ini kamera DSLR yang sukses untuk kalangan masyarakat umum karena ukurannya yang relatif ringkas dan sederhana dengan harga dibawah $1000. Suksesnya kamera ini membuat produsen kamera lain mulai ikut membuat kamera DSLR untuk pemula dengan harga yang terjangkau.

Dengan adanya kamera tingkat dasar atau pemula ini, masyarakat umum bisa belajar dan membuat foto yang berkualitas bagus, tidak kalah jauh dengan kamera DSLR profesional saat itu. Saat ini, seri kamera ini telah diperbaharui lebih dari tujuh kali. Kamera penerusnya dan variasinya yang dipasarkan saat ini adalah Canon 700D, 100D dan 1200D.

iphone-1

Apple Iphone (2007)

Gadget yang ini sebenarnya adalah telepon seluler, tapi memiliki kamera dengan kualitas yang hampir sama baiknya dengan kamera digital saku. Bedanya, Iphone ini memiliki antarmuka yang sangat sederhana dan intuitif sehingga memudahkan penggunanya untuk merekam gambar. Untuk berbagi foto juga lebih mudah karena bisa diunggah langsung ke media sosial atau dikirim ke pengguna lain. Karena ukurannya kecil dan selalu dibawa kemana-mana, Iphone menjadi kamera yang paling sering digunakan orang untuk merekam foto. Keunggulan lain dibandingkan kamera digital konvensional adalah banyaknya aplikasi fotografi dan pengolahan foto yang membuat foto kian menarik. iPhone sudah diperbaharui beberapa kali dan kualitas gambar yang dihasilkan semakin baik.

canon-5d-mk2

Canon 5D mk II (2008)

Kamera digital full frame ini bukan DSLR pertama yang bisa merekam video, tapi merupakan kamera dengan sensor full frame pertama yang dapat merekam video. 5D mk2 dapat merekam sampai kualitas Full HD yang sangat tajam saat itu. Dengan kombinasi lensa yang bermacam-macam dan sensor yang besar, Canon 5D mk2 dengan cepat menarik perhatian para videografer amatir ataupun profesional yang memiliki anggaran yang terbatas. Meskipun terkenal atas fitur videonya yang berkualitas dan fleksibel, Canon 5D mk2 juga merupakan kamera digital yang handal saat itu. Fotografer travel dan pemandangan menyukai kamera ini karena resolusi gambarnya tinggi dan kualitas foto di ISO tingginya baik. Jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya yaitu 5D, peningkatan 5D mk2 sangat signifikan ditilik dari kualitas gambar dan fitur kameranya.

panasonic-g1

Panasonic G1 (2008)

G1 merupakan kamera mirrorless pertama yang memiliki sensor four thirds. Sebelum kamera ini, sebagian besar kamera digital canggih yang beredar adalah kamera bertipe DSLR yang ukurannya relatif besar. Dengan menghilangkan cermin dan jendela bidik optik, maka Panasonic G1 jauh lebih ringkas dan ringan daripada kamera DSLR secara umum. Dalam beberapa tahun kedepan, koleksi kamera dan lensa dari sistem baru yang dinamakan micro four thirds ini berkembang cukup pesat. Sistem kamera ini menjadi inspirasi bagi berbagai produsen kamera lainnya untuk mengembangkan sistem kamera mirrorless dengan tingkat kesuksesan yang berbeda-beda.

nikon-d3-85mm

Nikon D3 (2009)

Sebelum D3, Nikon tidak memiliki kamera digital dengan sensor full frame yang setara dengan kamera film saat itu. Sedangkan saat itu, pesaingnya, sudah membuat kamera digital full frame dua tahun sebelumnya. Maka itu, pengguna sistem DSLR Nikon sangat bergembira dengan pengumuman kamera ini. Kualitas gambar yang dihasilkan oleh kamera ini di kondisi cahaya gelap sangat baik. Di saat itu, kamera ini memiliki rentang ISO yang fantastis yaitu sampai ISO 25600, sedangkan sebagian besar kamera DSLR lainnya rata-rata memiliki ISO maksimum sekitar ISO 1600-3200 saja. Selain itu, Nikon D3 memiliki kecepatan foto berturut-turut sampai dengan 9 foto perdetik. Kebolehan kamera ini memanjakan fotojurnalis terutama dibidang fotografi olahraga atau satwa liar. Sensor yang sama digunakan Nikon untuk mengembangkan Nikon D700, kamera DSLR yang lebih ringkas dan keduanya sukses di pasar dan menggairahkan kembali pengguna DSLR Nikon.

 

fuji-x100

Fuji X100 (2011)

Salah satu jenis kamera yang disukai oleh street dan travel photographer adalah kamera yang berbentuk ringkas/kecil, berkualitas tinggi dan kinerjanya cepat. Setelah sempat vakum beberapa tahun, Fujifilm mendobrak dengan mengumumkan kamera digital yang desainnya bergaya kamera rangefinder dengan teknologi baru, misalnya jendela bidik yang bisa diganti antara jendela bidik optik dan elektronik. Kamera ini dilengkapi dengan sensor APS-C garapan Fuji sendiri yang kualitasnya sedikit lebih baik dibandingkan dengan kebanyakan sensor kamera DSLR pada saat itu. Lensa yang terpasang adalah 35mm f/2 yang cukup populer dikalangan street photographer. Fuji X100 cepat sekali mendapat respon yang positif dari fotografer amatir maupun profesional. Kesuksesan Fuji X100 menjadi dasar bagi Fuji untuk mengembangkan sistem kamera Fuji X yang bisa berganti lensa. Fuji X100 mengalami pembaharuan dalam wujud X100s (2013) dan yang terakhir X100T (2014)

sony-a7r

Sony A7 (2013)

Sony A7 dan A7R baru diumumkan beberapa saat yang lalu. Sistem kamera baru ini bersifat mirrorless/tanpa cermin dan memiliki sensor full frame. Tidak mudah merancang kamera yang berbentuk ringkas dan sensor gambar yang relatif besar, tapi Sony berhasil melakukannya dengan miniaturisasi komponen internal kamera. Desain lensa untuk sistem ini juga makin ringkas dan ringan mengikuti desain badan kameranya. Meskipun saat diluncurkan, lensa yang diumumkan belum banyak, tapi akan ada banyak adapter untuk memasang lensa merek lain. Di masa depan, tidak tertutup kemungkinan produsen kamera lain akan mengikuti jejak Sony. Di tahun 2014, Sony mengumumkan varian baru A7S yang memiliki sensor 12 MP dengan ISO 400.000. Kamera A7S ini populer dikalangan fotografi dan videografi terutama yang banyak syuting di kondisi cahaya yang sangat gelap.

Honorable Mention

  • Sony RX1, RX10 dan RX100: Seri kamera compact yang mengunakan sensor gambar berukuran relatif besar. Desain spesifikasinya banyak ditiru oleh merek lain.
  • Pentax 645Z (2014): Kamera medium format yang relatif terjangkau (US$8300)

Menyederhanakan Tampilan Filmstrip dengan Stacking

$
0
0

Ketika kita memiliki banyak foto-foto yang hampir mirip, kita dapat mengaplikasikan stacking, yaitu menumpuk beberapa foto yang hampir sama ke dalam satu kelompok. Dengan begitu, foto-foto yang ditampilkan di filmstrip lebih sedikit.

Adapun caranya adalah dengan memilih terlebih dahulu memilih beberapa foto yang akan dikelompokkan dengan cara mengklik foto pertama dilanjutkan dengan menahan tombol SHIFT, sambil mengklik foto terakhir yang akan dikelompokkan. Jika foto yang dipilih tidak berurutan, maka kita dapat menggunakan tombol CTRL sambil memilih foto.

Setelah foto terpilih, klik kanan foto dan pilih Stacking kemudian pilih Group into Stack [kotak merah].

group into stack1

Foto yang sudah dikelompokkan akan menjadi satu kesatuan dan yang ditampilkan adalah satu foto saja. Jika kita ingin melihat semua foto yang sudah distack, maka kita dapat mengklik nomor yang ada pada foto [kotak merah].

stack1

Kadang kala, foto teratas yang ditampilkan pada stack tidak sesuai dengan keinginan kita, untuk membuat foto yang di dalam stack menjadi cover stack, maka kita dapat mengklik dua kali foto yang kita inginkan. Cara lain adalah dengan memilih foto tersebut, kemudian klik kanan dan pilih Move to Top of Stack. (Foto harus dalam keadaan expand).

move to top1

Untuk memasukkan foto lain ke dalam stack, maka kita cukup mendrag dan drop foto ke dalam stack.

Untuk mengeluarkan foto dari stack, maka klik kanan foto tersebut dan pilih Remove from Stack.

remove from stack1

Untuk membatalkan stacking, maka kita tinggal klik kanan foto dan pilih Unstack.

unstack1

Selamat mencoba.

————-

Untuk mengikuti workshop belajar editing dan manajemen foto dengan Adobe Lightroom silahkan baca jadwal terbarunya disini.

Tersedia juga buku belajar editing dan manajemen foto yang bisa dipesan di sini atau hubungi 0858 1318 3069 (Penulis Iesan & Enche)

Liputan tour Yunnan Oktober 2014: Lijiang – Shangri-la, Deqin

$
0
0

Tour Yunnan: Lijiang – Shangri-la, Deqin merupakan tour yang benar-benar menantang bagi saya dan teman-teman satu trip. Dataran tinggi menyebabkan banyak peserta terutama yang tidak fit sakit karena tidak terbiasa. Oksigen yang tipis membuat dada agak sesak dan jantung berdebar lebih cepat dari biasanya untuk memasok oksigen ke otak. Badan terasa lebih cepat capai, terutama saat bergerak cepat.

Di Shangri-La (sekitar 3200 meter) lebih parah lagi, dan di Deqin (sekitar 3500 meter). Di Deqin saya kesulitan untuk tidur karena jantung saya berdebar kencang dan sedikit mimisan. Udara sangat dingin waktu itu (sekitar 4 derajat Celcius), untung ada penghangat ranjang.

Rombongan menggunakan jasa pesawat Tiger Air dan langsung terbang ke Lijiang via Singapore. Kota tua Lijiang berada diketinggian 2400 km diatas permukaan laut. Perbedaan ketinggian yang drastis membuat saya perlu berjalan lebih pelan dari biasanya supaya tidak terlalu pusing. Setelah bermalam, saya cukup terbiasa.

Mungkin karena Oksigen yang tipis dan kondisi badan yang kurang baik, salah seorang peserta jatuh sakit, dan sayangnya tidak dapat mengikuti acara jalan-jalan dan hunting foto secara penuh.

Masalah lainnya adalah ada dua peserta yang kopernya tertinggal di Singapore karena kesalahan maskapai saat transit, sehingga harus beli kaos dan kebutuhan dasar lainnya. Untung di dekat kota tua banyak pertokoan untuk beli kaos dan barang keperluan yang penting. Kebetulan juga saya dan istri memiliki beberapa jaket/vest ekstra yang bisa saya pinjamkan. Kedua peserta kerennya tetap berpikiran positif sampai akhir perjalanan.

Saat memotret ditengah jalan Lijiang ke Shangri-La, ada peserta yang tak sengaja menjatuhkan kameranya, sehingga kedua filternya pecah (UV dan Polarizer). Sekali lagi untung saya bawa filter polarizer dan bisa saya pinjamkan. Kebetulan diameter filter lensanya sama.

Salah satu tantangan yaitu cuaca. Saat berkunjung ke Jade Dragon Snow mountain dekat Lijiang, cuaca yang cukup cerah di pagi hari mendadak menjadi sangat mendung dan berkabut. Paginya, kita sempat berfoto-foto di ketinggian 3100meter sehingga masih mendapatkan detail dari gunung salju Jade Dragon yang sering diselimuti awan dan kabut ini. Di puncak Glacier park (4506 meter) suhu sangat dingin (sekitar 4-6 derajat Celcius). Sulit berjalan karena udara dingin dan oksigen yang tipis. Akhirnya saya duduk-duduk di cafe sambil minum susu hangat dan sesekali menyedot Oksigen dari tabung gas.

Setelah motret sunrise di Meili Snow Mountain, Deqin

Setelah motret sunrise di Meili Snow Mountain, Deqin

Tantangan terakhir di Meili Snow mountain. Udara dingin sekali di pagi hari dan saya tidak bisa terlelap dengan sempurna. Tapi setelah mencapai spot untuk memotret sunrise dan saat puncak gunung memerah tanda matahari segera muncul membuat hati senang dan terharu. Perjuangan dari jauh yang menguras tenaga fisik dan mental akhirnya membuahkan hasil yang manis.

DSC_0025

Berpose di depan hotel di kota tua Lijiang

Saya beruntung ditemani oleh teman-teman yang berpikiran positif sehingga membuat perjalanan kali ini terasa berkesan dan menyenangkan. Sampai ketemu lagi ke tour foto selanjutnya.

Tibet atau China?

$
0
0

Beberapa hari lalu, saya mendapatkan pertanyaan dari seorang teman saya di USA melalui Facebook setelah melihat foto saya. Dia bertanya, “Dimana nih? (katanya ke China), (tapi) latar belakang yang warna warni mirip seperti di Tibet?”

tibet-atau-cina

Jawabannya adalah dua-duanya benar. Saya berada di provinsi Yunnan, China, dan juga di Tibet. Nah loh kok bisa begitu? Secara sejarah, dulunya Tibet berbentuk kerajaan yang independen, tapi dalam beberapa ratus tahun terakhir ini banyak diinvasi dan di klaim oleh berbagai bangsa seperti Mongol, Inggris Raya, Nepal, dan Kekaisaran China.

Saat ini, daerah Tibet dibagi dalam beberapa wilayah administratif oleh pemerintah RRC, yaitu U-Tsang (yang kini terkenal dengan provinsi otonomi Tibet), Amdo (meliputi provinsi Gansu, Qinghai dan Sichuan), dan Kham (meliputi provinsi Sichuan dan Yunnan).

daerah-tibet-u-tsang-lhasa-kham-amdo

Tour fotografi Yunnan bulan Oktober 2014 ini mengunjungi daerah Tibet di provinsi Yunnan (Kham Tibet), yaitu kota Shangri-la (Zhong dian) dan Deqin (Meili Snow Mountain). Jadi kalau ditanyakan tour-nya ke  China atau ke Tibet? ya, dua-duanya.

Mudah-mudahan penjelasan ini bisa menambah wawasan kita semua :)


Tour fotografi Kamboja 2015 : Hunting foto Waisak

$
0
0

Infofotografi sudah beberapa kali menyelenggarakan acara hunting di Kamboja, dan kali ini hunting fotonya agak berbeda dengan biasanya karena mengambil waktu hari Waisak. Di hari Waisak ini banyak bhiksu dan biarawati yang berkunjung ke Angkor Wat dan akan ada prosesi dengan lilin yang menarik.

Selain itu, kita akan mengunjungi candi yang masih sepi dari pengunjung dan saat ini dalam tahap restorasi, sehingga suasananya masih seperti saat ditemukan. Nama candi tersebut adalah Banteay Chhmar dan Banteay Toap. Tour ini merupakan kesempatan yang baik untuk teman-teman yang menyukai foto human interest, arsitektur candi dan sejarah.

Itinerary
Hari pertama 1 Juni 
Tiba di siang hari 13.15 waktu setempat . Setelah makan siang, sorenya hunting foto acara Waisak di sekitar Angkor Wat. Banyak bhiksu yang akan berkunjung dengan menyalakan lilin setelah matahari terbenam.
Contoh foto-foto oleh fotografer John McDermott

kamboja-waisak-tour-hunting-foto

Oleh fotografer John McDermott

Hari kedua 2 Juni

  • Pagi-pagi hunting sunrise dan prosesi Waisak di Angkor Wat
  • Setelah sunrise, berkunjung ke Ta Phrom (temple dengan pohon dan akar raksasa)
  • Setelah makan siang dan istirahat, lanjut motret ke candi Bayon (Candi dengan wajah-wajah raksasa) dan danau Srah Srang untuk hunting foto sunset
Angkor Wat Sunrise by Enche Tjin

Angkor Wat Sunrise – foto oleh Enche Tjin

Hari ketiga 3 Juni

  • Cruise dengan kapal menjelajahi kehidupan penduduk di danau Tonle Sap (Kompong Khleang)
  • Makan di rumah penduduk lokal dengan hidangan ikan bakar dan sayur lokal.
  • Mengunjungi Beng Mealea (candi hutan)
Tonle Sap Lake

Anak-anak danau Tonle Sap – foto oleh Enche Tjin

Beng Mealea

Beng Mealea B&W – foto oleh Enche Tjin

Hari keempat 4 Juni

  • Menjelajahi Banteay Chhmar (kompleks candi yang masih sepi seperti ditengah hutan)
  • Mengunjungi Banteay Toap temple di sore hari.

Hari kelima 5 Juni

  • Hunting pasar lokal dan Pagoda Wat Bo, Siem Reap
  • Shopping sampai waktu untuk pulang ke Jakarta

Biaya tour US $540 / orang

Maksimum peserta 16 orang saja. Pendaftaran akan ditutup setelah quota habis.

DP 30% dari biaya tour $200 atau Rp 2 Juta.

Sisanya dilunasi paling lambat tanggal 1 Juni 2015.

Tiket pesawat bisa dibantu untuk pembeliannya. Bagi yang membeli sendiri, harap menyesuaikan dengan jadwal acara.

Termasuk

  • Akomodasi hotel: City River Hotel (nyaman dan strategis)
  • Satu kamar untuk dua orang (kecuali ada request untuk single akan ada biaya tambahan)
  • Transportasi selama di Kamboja (mini bus ber-AC)
  • Lima makan siang, empat makan malam
  • Minuman air mineral dingin dua botol sehari
  • Tiket masuk objek wisata
  • Tiket cruise Motor boat di danau Tonle Sap
  • Bimbingan fotografi oleh Enche Tjin
  • Pelayanan pemandu lokal

Belum termasuk

  • Airport Tax
  • Tiket pesawat
  • Tip guide/supir minimum US$4 per hari ($20)
  • Acara optional dan belanja pribadi

Pertanyaan dan info: 0858 1318 3069 atau infofotografi@gmail.com

Bawa apa untuk tour fotografi Yunnan Oktober 2014?

$
0
0

Biasanya saya menulis apa yang saya bawa sebelum ke tour fotografi terutama yang panjang dan keluar negeri. Contohnya seperti sebelum ke Yunnan Maret 2014 yang lalu dan ke Kamboja. Tapi kali ini saya menulis setelah saya pulang. Dengan demikian saya bisa cerita pengalaman saya dengan apa yang saya bawa, dan apakah akhirnya banyak digunakan atau tidak.

song-zan-lin

 

Nikon D600 : Kamera DSLR ini sudah saya pakai selama dua tahun, cicilan 24 bulan juga baru lunas. Memang kamera ini bukan yang terbaik, ada beberapa kelemahan yang mendasar, dan ada beberapa kamera yang sekarang lebih baik misalnya Nikon D810, D750, Sony A7R, tapi kamera ini ringkas dan ringan untuk traveling dan juga saya punya beberapa lensa Nikon berkualitas untuk dipasangkan.

Nikon 16-35mm f/4 VR : Lensa lebar yang sering terpasang di kamera, biasa saya gunakan untuk motret pemandangan yang luas. Keunggulannya bisa pasang filter (ukuran 77mm) dan ada VR / stabilizernya.

Sigma 70-200mm f/2.8 HSM Macro II : Lensa yang masih menjadi andalan karena kualitas bagus dan tajam. Hampir saya tinggalkan karena beratnya lebih dari 1.5 kg. Sebenarnya alternatif yang saya incar Nikon 70-200mm f/4 VR yang lebih ringan, tapi kalau beli yang baru itu yang ini mau dikemanain. Ada yang mau nampung? Please kontek saya untuk nawar harganya he he he.. Alhasil, saya beruntung bawa lensa ini karena penting untuk beberapa foto, terutama untuk objek yang jauh (gunung) dan portrait. Foto diatas mengunakan lensa ini.

Nikon AF 85mm f/1.4D : Rencananya lensa ini dibawa untuk foto portrait, dan saat jalan-jalan santai di kota tua. Lebih nyaman karena lebih pendek dan ringan daripada lensa 70-200mm f/2.8. Mungkin kedepannya gak dibawa lagi, karena tumpang tindih dengan lensa 70-200mm diatas. Saya gunakan saat di kota tua Lijiang dan Shuhe hari pertama dan kedua. Habis itu lebih banyak disimpan dikoper.

Sigma DP2 Merrill : Sejenis kamera pocket yang bongsor dengan sensor Foveon APS-C dan lensa fix setara 45mm di full frame. Focal length 45mm ini seakan-akan menjembatani lensa lebar saya 16-35mm dan 70-200mm. Kinerjanya super lambat, tapi relatif ringan dan kualitas gambarnya setara kamera DSLR. Kamera ini cukup sering saya pakai karena enteng bobotnya.

Jadi, tidak ada yang mengejutkan diatas, kamera Nikon D600 sudah saya pakai selama dua tahun, lensa-lensa sudah ikut saya 5-6 tahun dan masih oke banget performanya, cuma memang fisik luarnya sudah tidak seperti baru :)

enche-tjin

Foto oleh Iesan Liang

Aksesoris yang saya bawa

  • Tripod Benro C1680TV1 Tripod Carbon Fiber dengan ballhead berkapasitas maksimal 14 Kg ini kokoh dan cukup tinggi bagi saya.
  • Tripod strap Saya mulai mengunakan ini beberapa saat yang lalu, lebih enak dari tas karena tidak perlu bongkar muat tripod ke tas saat hunting. Paddingnya tebal sehingga bahu tidak sakit.
  • L-Bracket  sangat berguna untuk foto dengan orientasi vertikal saat kamera berada di atas tripod
  • Memory card macam-macam, ada yang 32GB, ada yang 16GB dan 8GB.
  • Filter ND 10 stop, Polarizer. Cuma kali ini jarang dipakai, cuma sekali dua kali pakai filter ND untuk slow speed air.
  • Tas KATA ReportIT 10 : Tas selempang yang ringan tapi bisa muat banyak ini mudah untuk ganti-ganti lensa.
  • Laptop : Tadinya dibawa untuk backup tapi ternyata memory card yang dibawa cukup, jadi laptop kebanyakan nganggur, tapi sempat berguna untuk transfer data memory card peserta ke harddisk, dan untuk booking hotel di Singapore saat pulang.
  • Tas Thinktank Airport Navigator : Sejenis rolling bag (tas yang ada rodanya), sangat membantu di airport, untuk diisi laptop, charger, lensa-lensa berat, sehingga saat di airport tinggal tarik tanpa sakit bahu.
Inilah fungsi L-Bracket, bisa foto vertikal dengan tripod dengan mudah dan jauh lebih stabil.

Inilah fungsi L-Bracket, bisa foto vertikal dengan tripod dengan mudah dan jauh lebih stabil. Foto oleh Felicia Limida

Tahun ini saya melihat ada perubahan dengan alat-alat fotografi yang dibawa teman-teman. Kecenderungannya ke arah membawa peralatan yang lebih ringan, misalnya ada beberapa yang bawa kamera Olympus OMD EM1 dan EM5, Sony A6000, kamera compact Sony RX100 II dan Leica D Lux 6 (saudaranya Panasonic LX7). Meski demikian, mayoritas tetap lebih banyak yang membawa kamera DSLR.

Belajar dari pengalaman tour ini, dan melirik beberapa teman-teman yang traveling light, saya mulai merasa agak ketinggalan jaman, mungkin kedepannya saya perlu bawa kamera dan lensa yang lebih ringan lagi alias downgrade hehe :)

Serendipity

$
0
0

Sebelum berangkat dalam perjalanan jauh, tentunya sebagian besar orang akan merencanakan perjalanan dengan sebaik mungkin supaya perjalanan bisa lancar dan sesuai dengan apa yang sudah diplot.

Sayangnya rencana diatas kertas seringkali tidak sesuai dengan keadaan lapangan. Akan ada saja masalah yang terjadi yang tidak bisa kita duga sebelumnya.

Kadang hal ini menjadi hal yang bagus, tapi sering juga menjadi hal yang buruk. Contohnya saat pertama kali saya mengajak teman-teman ke pantai Sawarna, Banten, bus yang kita tumpangi tidak kuat menanjak sehingga nyaris merosot dan menabrak kendaraan lain. Untung peserta rombongan sigap turun dan bus dan mengganjal ban dengan batu. Saat ke Yuanyang, Yunnan juga kita tidak beruntung karena kabut menutupi daerah persawahan hampir sepanjang hari.

Saat ke Yunnan dengan rute Lijiang-Shangri-La dan Deqin, saya sudah was-was, jangan-jangan mimpi buruk di masa lalu muncul lagi. Di hari pertama, ada masalah bagasi peserta tertinggal di Singapura saat transit. Di hari kedua, saat naik gondola ke puncak gunung Jade Dragon kabut / awan sangat tebal sehingga jarak pandang sangat terbatas.

Pernah juga saya membaca cerita salah satu teman saya terjebak banjir di daerah Kashmir sampai harus dijemput pakai helicopter dan mengungsi di rumah penduduk setempat sebelum dijemput ke kedutaan Indonesia di New Delhi sebelum pulang ke tanah air. Memang hal itu sesuatu yang sangat mengerikan dan membahayakan jiwa, tapi peristiwa tersebut bisa menjadi kenangan dan cerita yang sangat menarik bagi teman-teman lain bahkan sampai anak cucu.

Untungnya, hari-hari berikutnya cuaca bersahabat dan langit biru sekali. Saat berangkat dari Shangri-La ke Deqin untuk melihat Meili Snow Mountain, kita beruntung karena saat mengunjungi Dongzulin monastery, ternyata ada festival keagamaan disana. Banyak sekali orang yang disana menonton. Peristiwa ini tidak berada dalam perencanaan dan merupakan suatu keberuntungan. Di acara ini kita dapat memotret acara tari-tarian dan penduduk lokal.

dongzulin monastery dance

Penonton tarian spiritual

Penonton tarian spiritual

DSC_9746

Kita tidak bisa lama-lama disana, karena ada rencana untuk memotret sunset di Meili Snow Mountain. Waktu sudah cukup mendesak, dan kita belum makan siang :(. Setelah jalan sekitar satu-dua jam, perjalanan terhalang lagi karena ada perbaikan jalan. Wah kacau nih. Saya jadi teringat dulu pernah ke Sawarna dan juga terhambat cukup lama sampai harus memutar karena ada perbaikan jalan.

Perbaikan jalan.....

Perbaikan jalan…..

Kebetulan, daerah sekitar itu pemandangannya bagus dengan pohon-pohon yang berwarna kuning. Sinar matahari membuatnya mengkilap keemasan. Daripada stres menunggu saya dan beberapa teman-teman memotret disekitar, ada yang memotret pemandangannya, sebagian besarnya foto narsis.

Tanpa perbaikan jalan, tidak akan ada foto pemandangan ini

Tanpa perbaikan jalan, tidak akan ada foto pemandangan ini

Untungnya setelah 30 menit, perbaikan jalan selesai dan kita bisa melaju kembali ke kota Deqin. Setelah makan hotpot di rumah makan setempat, kita lanjut ke hotel. Untungnya, matahari belum terbenam dan kita sempat memotret kurang lebih satu jam sebelum sore berganti malam.

Bagi saya, kalau perjalanan terlalu mulus sesuai acara, perjalanan tersebut kemungkinan besar jadi membosankan dan mudah dilupakan, tapi kalau ada yang mengejutkan, baik atau buruk, perjalanan menjadi lebih berkesan, yang terpenting adalah bagaimana kita menyikapi hal tersebut.

————-

Jika berminat belajar fotografi atau mengikuti tour fotografi, periksalah jadwal di halaman ini.

Sekilas tentang fitur HDR di kamera digital

$
0
0

Pembaca tentu sudah tahu mengenai maksud dan tujuan dari foto HDR atau High Dynamic Range kan? Selain mengolah lewat editing di komputer, teknik foto HDR juga disediakan di berbagai kamera modern sebagai cara cepat untuk dapat foto HDR. Dengan memilih fitur ini, saat memotret kamera akan otomatis mengambil 2-3 foto sekaligus (tentunya berbeda eksposur/terang gelap) dan memprosesnya menjadi satu foto yang kontrasnya lebih seimbang.

Sony HDR

Saya ingin menampilkan contoh-contoh foto yang diambil dengan fitur HDR di kamera, supaya pembaca bisa menilai sendiri apakah fitur ini memang berguna atau hanya merupakan untuk tujuan marketing saja. Untuk mendapat foto HDR yang sukses, saya tentu perlu memotret di lokasi dan waktu yang tepat. Siang hari, dengan obyek yang umumnya berupa bangunan akan cocok untuk mencoba fitur HDR karena saya akan bertemu dengan area shadow dan highlight yang menantang. Tentu saja HDR tidak cocok dipakai untuk obyek yang bergerak, karena saat digabung akan terlihat bertumpuk/berbayang.

Foto apa adanya (tanpa HDR) :

Foto dengan in-camera HDR :

Mari kita evaluasi dua foto diatas. Foto pertama tanpa HDR terlihat kamera kesulitan menangkap perbedaan kontras yang terlalu lebar dalam obyek foto. Terlihat bagian di bawah atap menjadi gelap (shadow), sementara langit menjadi putih terang (blown highlight). Suasana interior di dalam ruangan juga gelap pekat sementara dinding menjadi belang-belang karena terkena sorot matahari menembus pepohonan. Di foto kedua dengan HDR 6 stop, kamera mengambil sekaligus 3 foto dan menggabungkan hasilnya (perlu waktu sekitar 5 detik untuk menunggu hasilnya jadi) dan tampak perbedaan nyata dibanding foto biasa tanpa HDR. Langit menjadi lebih biru, daerah dibawah bayangan menjadi lebih terlihat detailnya dan bagian dinding tidak terlalu belang. Bahkan suasana di dalam ruangan kini bisa terlihat lebih jelas.

Kita lihat foto-foto lainnya yuk :

aDSC02099

aDSC02100

HDR juga berguna kalau kita foto dari dalam ruangan :

aDSC02216

aDSC02217

HDR untuk pemandangan :

aDSC02368

aDSC02369

Jadi bagaimana tanggapan anda? Memang untuk hasil terbaik teknik gabungan foto HDR di komputer akan memberi hasil paling memuaskan, tapi contoh-contoh yang saya tampilkan disini lebih sekedar untuk sesuatu yang sifatnya instan. Hasil HDR di kamera cenderung menurunkan kontras, dan hanya bisa dalam format JPG.

Saat kita ketemu keadaan kontras tinggi, lalu foto biasa saja memberi hasil yang tidak sesuai dengan apa yang kita lihat, maka inilah saatnya mencoba fitur yang ada di kamera kita ini.

* : foto-foto diatas diambil dengan kamera Sony RX10

———————————

Untuk mengenal fitur-fitur apa saja yang bisa kita maksimalkan di kamera digital, ikuti kelas pengenalan kamera digital kami : Kupas Tuntas Kamera Digital, Minggu 9 November 2014, mulai jam 13.00 sampai 16.30 WIB bersama saya sebagai pembicaranya.

Review Fujifilm XE-1

$
0
0

Beberapa hari lalu, saya memiliki kesempatan untuk meminjam dari kamera Fujifilm XE-1, yang dibuat sejak bulan September tahun 2012. Ini merupakan kesempatan pertama saya untuk mencoba kamera seri Fuji X. Tapi saya hanya mencobanya kurang lebih dua hari, sehingga review yang saya lakukan tidak menyeluruh, tapi saya akan berusaha menyampaikan kesan yang saya dapatkan.

Kamera ini tergolong jenis kamera mirrorless (bukan DSLR) tapi kualitas gambarnya setara dengan kamera DSLR karena sensor gambar yang digunakan sebesar yang digunakan kamera DSLR.

fujifilm-xe-1-muka

 

Karena tidak memiliki cermin dan jendela bidik optik, maka ukuran kamera dan lensa bisa lebih kecil dari kamera DSLR. Berat Fuji XE-1 dan lensa 18-55mm f/2.8-4 OIS-nya totalnya hanya 660 gram saja. Sebagai info, kamera DSLR pemula rata-rata 500 gram (body kamera saja), yang semi-pro biasanya 750-900 gram.

Yang beda dengan kamera digital pada umumnya adalah kendali aperture dan shutter speed di kamera ini. Sistemnya seperti sistem kamera film di jaman dahulu. Bukaan lensa diatur dengan memutar ring di lensa, shutter speed melalui roda yang berada diatas kamera. Tidak ada roda mode seperti kebanyakan kamera digital. Jika ingin mengunakan mode Auto, putar saja ring bukaan ke huruf A dan shutter speed juga ke huruf A. Jika ingin set mode aperture priority (A/Av) atau shutter priority (S/Tv), putar saja salah satu shutter/aperture ke A. Ada roda kompensasi yang terletak dibagian paling kanan kamera yang sangat membantu untuk mengendalikan terang gelap/exposure.

Untuk komposisi foto, ada dua cara, yaitu dengan mengunakan layar monitor di bagian belakang kamera beresolusi 460.000 titik, ada juga jendela bidik beresolusi tinggi yaitu 2.4 juta pixel. Secara kualitas jendela bidik sangat baik, tapi di kondisi cahaya yang terang, kita perlu benar-benar menempelkan mata kita ke kamera baru terlihat jelas. Untuk orang yang berkacamata seperti saya, agak sulit, maka itu saya sering mengunakan tangan kanan saya untuk menghalangi cahaya lingkungan masuk ke jendela bidik.

Mengoperasikan kamera cukup mudah terutama untuk yang berpengalaman, penyesuaian itu sudah pasti perlu, tapi tidak menjadi masalah setelah 1-2 hari mencoba kamera ini.

fujifilm-xe-2-belakang

Kinerja autofokus Fujifilm XE-1 ini cukup lambat di kondisi gelap, di kondisi terang lebih cepat, tapi kadang hunting (cari fokus bolak balik) di kondisi cahaya yang kurang kontras (misalnya pemandangan disaat mendung). Kinerja autofokus ini sudah ditingkatkan di kamera penerusnya yaitu XE-2 dan XT1 (Sayangnya, keduanya saya belum pernah coba juga).

Kinerja operasi kamera cukup baik, hanya jika memotret dengan format RAW dan berturut-turut, kamera butuh waktu yang cukup lama untuk memproses dan menuliskan ke memory card. Usul saya adalah mengunakan memory card yang cepat, minimal class 10.

Mengganti area Autofocus (AF) agak sedikit lambat, karena posisi tombol AF disebelah kiri bawah. Tombol atas-bawah-kiri-kanan bisa digunakan untuk mengganti area AF, untuk konfirmasinya, kita harus menekan tombol AF lagi. Karena posisi tombol AF di bawah kiri, maka dibutuhkan dua tangan untuk mengganti AF, menurut saya ini terlalu lambat dibandingkan dengan kamera lain yang pernah saya gunakan.

Seri Fujifilm X terkenal karena sensor gambarnya X-Trans, yang tidak memiliki low-pass filter, sehingga kualitas gambarnya bisa lebih tajam. Di lapangan saya mencoba memotret subjek yang tidak bergerak, seperti tulisan, detail arsitektur, hasil fotonya sangat tajam. Tapi saat memotret subjek yang bergerak, ketajaman foto kadang menurun, bukan karena shutter speednya terlalu lambat, tapi sepertinya autofokusnya kewalahan dalam mengikuti.

Soal warna, banyak yang antusias terhadap warna-warna Fuji, yang color palletenya berdasarkan pengetahuan dan sejarah dengan berbagai film seperti Provia, Velvia, Astia. Saya mendapati warna hasil foto cenderung kuat Magentanya (seperti merah muda). Saya kurang tau juga kenapa demikian. White Balance saya parkir ke AWB. Untuk foto pemandangan, warna-warna terlihat tidak natural di mata saya, mirip foto film jaman dahulu. Bagi sebagian orang mungkin suka, terutama yang dari jaman kamera film.

Saran saya bagi yang memiliki kamera ini mungkin lebih baik mempelajari setting proses kamera dan motret dengan format JPG daripada RAW.

Soal kualitas foto dengan noise tinggi, saya mendapati kamera ini cukup handal. ISO 3200 di Fuji XE-2 noisenya masih sangat halus. Tapi saya juga mendapatkan kontroversi yang saya baca di website-website review itu benar, bahwa pengukuran ISO di kamera Fuji ini tidak standar seperti kamera digital lainnya. Dengan ISO yang sama, gambar hasil kamera Fuji XE-1 ternyata lebih gelap daripada gambar hasil kamera lain. Gelapnya kira-kira 2/3stop. Maksudnya untuk mendapatkan foto dengan terang-gelap yang sama dengan ISO 1600, Anda memotret dengan ISO 2200 di Fujifilm.

Secara keseluruhan, kualitas foto yang dihasilkan Fujifilm kurang lebih setara dengan kamera digital bersensor APS-C  lainnya. Hanya saja karena tidak ada low pass filternya, maka foto terlihat sedikit lebih tajam. Jika dibandingkan dengan kamera full frame, kualitasnya masih dibawah, tapi dibandingkan dengan kamera bersensor APS-C yang ada saat ini, kamera ini cukup bersaing.

Fuji XE-1 mungkin cocok untuk fotografer travel yang khusus untuk foto human interest atau portrait. Paling cocok untuk fotografer yang suka desain retro dan punya sedikit pengalaman di era kamera film. Untuk pemandangan saya agak ragu merekomendasikannya karena warnanya yang tidak begitu lazim dan mungkin perlu banyak proses editing untuk mendapatkan warna yang natural.

Karena XE-1 sudah cukup “berumur”, maka rekomendasi saya lebih ke Fujifilm XE-2 atau XT1 yang memiliki prosesor lebih cepat sehingga kinerja kamera terutama autofokus lebih cepat, wifi, tombol-tombol bisa dikonfigurasi dan resolusi layar LCD lebih tinggi.

Kelebihan Fujifilm XE-1 dimata saya

  • Desain retro yang menarik dengan perpaduan bahan logam dan plastik
  • Sistem kendali seperti jaman kamera film yang relatif simple
  • Ukuran dan berat yang relatif ringan dibandingkan kamera DLSR
  • Kualitas foto tajam terutama untuk subjek tidak bergerak (pemandangan, dll)
  • Dynamic range cukup baik
  • Konstruksi lensa-lensa XF 18-55mm f/2.8-4 OIS sangat baik
  • Banyak pengaturan untuk proses JPG misalnya Film Simulation, highlight and shadow control, dll.

Kekurangan Fujifilm XE-1

  • Kinerja kecepatan Autofokus relatif lambat dan kadang tidak berhasil
  • Kinerja kecepatan proses dan penulisan foto format RAW cukup lambat, terutama saat foto berturut-turut
  • Eye cover untuk jendela bidik tidak terlalu besar, menyulitkan saat memotret di lingkungan yang terang
  • Posisi tombol AF memperlambat penggantian fokus
  • Warna foto cenderung ada warna magenta yang terlalu kuat
  • Standar ISO tidak sama dengan kamera digital lain
  • ISO tinggi (12800 & 25600) hanya bisa dengan format foto JPG
  • Harga relatif  tinggi

Beberapa contoh foto dengan kamera Fujifilm XE-1 dan lensa Fujifilm XF 18-55mm f/2.8-4 OIS.

Terima kasih kepada Bpk. Gunawan Setiadi untuk peminjaman kamera dan lensanya.

Film Simulation Velvia membuat saturasi warna lebih tinggi dari aslinya.

Film Simulation Velvia membuat saturasi warna lebih tinggi dari aslinya.

Velvia

DSCF1277

DSCF1304

DSCF1212

DSCF1170

DSCF1170

Krop 100% dari foto diatas

Krop dari dua foto diatas

Krop dari dua foto diatas

—-
Buku panduan membeli kamera dan lensa “Smart Guide for Camera and lenses” bisa dipesan disini

Bahas foto: Black Dragon Pool yang ikonik

$
0
0

Foto-foto dibawah ini saya buat saat tour fotografi ke Yunnan, China Oktober 2014 yang lalu. Kolam Naga hitam ini terletak di dalam sebuah taman yang namanya sama. Tempatnya sangat indah dan ikonik. Banyak foto-foto lokasi ini yang dijadikan cover buku atau majalah travel.

black-dragon-pool-2

Keterangan setting foto: ISO 100, f/9, 1/125 detik, 70mm (full frame equivalent)

Rencana awal adalah mengunjungi taman ini di hari pertama setelah tiba di sore hari untuk mengejar warna-warni sunset, tapi karena ada sedikit masalah di airport, maka waktunya terlalu sempit untuk mengunjungi taman ini. Akhirnya dijadwal ulang di hari terakhir, pagi hari sebelum ke airport.

Datang di pagi hari mungkin lebih menguntungkan, karena di pagi hari, awan dan kabut biasanya tidak sebanyak sore hari, dan arah pencahayaan juga lebih ideal. Orang-orang di taman juga lebih sedikit, lebih banyak orang tua yang sedang berolahraga atau sekedar nongkrong-nongkrong.

Meskipun sudutnya pengambilan foto ideal ya itu-itu saja, tapi tidak mengurangi semangat saya dan rombongan memotret kolam ikonik ini seperti yang sering saya lihat di buku.

Setelah memotret dari berbagai sudut, ada salah satu peserta yang bertanya kepada saya bagaimana mengunakan ND filter. Sesuatu yang saya tidak pikirkan sebelumnya karena semua tripod sudah di pack ke koper karena setelah ini kita akan ke bandara. Tapi saya iseng-iseng coba dengan meletakkan kamera diatas pot bunga yang berlaku sebagai tripod.black-dragon-pool

Keterangan setting foto diatas: ISO 100, f/8, 10 detik, 45mm (full frame equivalent)

Dengan teknik foto slow speed mengunakan shutter speed rendah ini, hasil foto terlihat sedikit berbeda, terutama di bagian refleksi airnya terlihat lebih mulus. Saya sendiri suka keduanya, tapi lebih suka yang slow speed karena terlihat lebih tenang dan damai. Trims idenya :)

Dengan filter ND 10 stop (ND1000/ND3.0)

Dengan filter ND 10 stop (ND1000/ND3.0)

DSC_0052-2

Tanpa filter ND

—-

Tour fotografi dan jadwal kelas fotografi bisa dibaca di halaman jadwal kursus dan tour Infofotografi.com

Memahami Exposure Value (EV) dan setelan low light

$
0
0

Saat baru belajar fotografi, banyak yang menganggap bahwa cahaya di dalam ruangan seperti di dalam kantor yang diterangi lampu neon terangnya tidak berbeda jauh dari cahaya matahari sehingga tidak ragu memilih setting ISO rendah (100-200).

Sebenarnya, kondisi cahaya lampu jauh lebih gelap daripada cahaya matahari. Otak dan mata kita bekerja selayaknya AUTO ISO di kamera, otomatis menyesuaikan dengan kondisi cahaya yang ada. Tapi menurut kamera, lampu buatan manusia itu jauh lebih gelap daripada cahaya matahari.

Satuan pengukuran cahaya untuk fotografer biasanya diekspresikan dengan EV (Exposure Value). Nilai yang diberikan bervariasi sesuai dengan ISO yang di set. Meningkatkan ISO 100 menjadi 200 berarti meningkatkan 1 EV.

Exposure Value juga bisa diekspresikan dengan kombinasi dari aperture dan shutter speed dengan asumsi ISO diset ke 100. Di hari yang cerah dengan matahari, nilai EV-nya 15, dengan kombinasi ISO 100, f/16 dan shutter speed 1/125 atau supaya mudah diingat, 1/100 detik. Kombinasi ini sering disebut aturan Sunny 16. Sedangkan di dalam ruangan, seperti di ruangan kantor yang terang, nilai EV berkurang menjadi EV 8 dengan kombinasi ISO 100, f/2.8, 1/30 detik.

Jika memotret di ruangan yang gelap atau mendung sekali, nilai EV turun ke sekitar  EV 5 (ISO 100, f/2.8, 1/4 detik).

Sesaat setelah matahari terbenam, atau disebut juga twilight, akan didapatkan EV 2 (ISO 100, f/2.8, 2 detik).

Cahaya bulan atau malam hari tanpa polusi cahaya dari gedung/pemukiman biasanya sekitar EV -3 sampai -6 (ISO 100, f/2.8, 1 menit s/d 10 menit).

Tentunya, kombinasi dari ISO, aperture dan shutter speed itu bersifat fleksibel, artinya banyak kombinasi yang bisa kita pilih untuk mendapatkan terang gelap yang sama. Contohnya setelan di dalam ruangan yang terang, EV 8 (ISO 100, f/2.8, 1/30 detik) bisa juga diubah menjadi ISO 800, f/5.6, 1/60 detik untuk mendapatkan hasil terang-gelap foto yang sama.

Dengan memahami EV, kita bisa lebih paham mengapa saat memotret di dalam ruangan atau di tempat yang gelap membutuhkan setting yang sangat berbeda dengan di luar ruangan. ISO 100 yang cukup untuk foto outdoor, tidak cukup tinggi untuk di dalam ruangan kecuali saat mengunakan lensa berbukaan besar atau shutter speed yang relatif lambat (beresiko blur jika tidak mengunakan tripod).

Nilai EV biasanya juga sering dihubungkan dengan kemampuan autofocus kamera. Sebagian besar sistem autofocus kamera DSLR bisa bekerja dengan baik di EV -1 sampai +19. Sedangkan ada beberapa kamera profesional yang mampu sampai EV -3 (ruangan yang sangat gelap atau di malam hari dengan penerangan bulan purnama).

——
Belajar exposure dan praktik supaya lebih paham lagi di kursus kilat dasar fotografi dan lighting


Cari DSLR 5 juta pas : pilih Canon 1200D atau Nikon D3200?

$
0
0

Saat ini pilihan kamera DSLR ekonomis yang cukup laku di pasaran adalah Canon EOS 1200D dan Nikon D3200 (harga per November 2014 adalah 5 juta), yang keduanya adalah kamera entry-level / pemula yang sudah cukup modern dan cukup untuk dipakai para fotografer pemula. Canon EOS 1200D (atau Rebel T5) adalah penerus EOS 1100D dengan meningkatkan resolusi sensor jadi 18 MP dan titik fokus bertambah jadi 9 titik. Sedangkan Nikon D3200 walau bukan yang terbaru (pertama hadir 2012, kini sudah ada penerusnya yaitu D3300) tapi kamera ini tetap menarik karena fitur-fitur yang dimilikinya cukup lengkap seperti 11 titik AF dan sensor 24 MP.

Canon-EOS-1200D-vs.-Nikon-D3200-1

Kesamaan atau perbedaan spesifikasi Canon EOS 1200D dengan D3200 :

  • sensor : 18 MP vs 24 MP
  • ISO maks : ISO 6400
  • burst kontinu : 3 fps vs 4 fps
  • titik fokus : 9 titik vs 11 titik
  • kerapatan layar LCD : 460 ribu piksel vs 920 ribu piksel

Dari perbandingan diatas tampak hampir seimbang, Nikon D3200 memang secara angka unggul (24 MP, 4 fps, 11 titik AF). Yang juga menarik untuk disimak adalah kerapatan layar LCD dimana EOS 1200D yang hanya memakai LCD 460 ribu piksel akan menampilkan gambar yang kurang detil di layar, sehingga agak sulit memastikan akurasi fokus. Sebagai seri terbawah DSLR Canon, EOS 1200D juga tidak diberi fitur spot metering yang agak disayangkan.

Canon-EOS-1200D-vs.-Nikon-D3200-2

Di sisi lain walau Nikon D3200 tampak unggul tapi dia juga punya beberapa kekurangan dasar, yaitu tidak bisa auto fokus dengan lensa lama (AF-D), tidak ada fungsi bracketing dan minim tombol langsung (seperti ISO, WB dan AF).

Sulit memilih mana yang paling unggul. Keduanya sudah bisa memberi hasil foto yang baik dan fitur yang cukup untuk pemula. Tapi jika diminta memilih, pilihan saya jatuh pada Nikon D3200 karena kelebihan-kelebihan yang cukup banyak dibandingkan Canon 1200D.

——

Punya kamera digital dan ingin belajar fotografi? periksa jadwalnya di halaman ini.

Buku pintar memilih kamera, lensa dan aksesoris bisa didapatkan disini

Pengalaman Street Photography dengan Sony A7 dan FE 24-70mm f/4

$
0
0

Kamera Sony A7 merupakan kamera mirrorless yang bersensor full frame yang sudah saya coba dalam beberapa kesempatan. Kali ini, saya berkesempatan lagi mencoba Sony A7 untuk street photography dan human interest dengan beberapa lensa, antara lain Sony FE 24-70mm f/4 OSS, Sony E 24mm f/1.8, dan Sony E 35mm f/1.8.

Sony FE 24-70mm mendapatkan review yang cukup beragam, dan saya beruntung bisa mencobanya secara langsung. Secara fisik, 24-70mm f/4 cukup besar saat dipasang dengan kamera Sony A7 yang relatif tipis. Berat lensa 426 gram hampir sama dengan kamera A7 yaitu 474 gram. Sepertinya Sony sangat memperhatikan keseimbangan antara lensa FE dan kamera bersensor full frame seri A7.

Saat digenggam, lensa 24-70mm f/4 terasa agak besar, tapi tidak makan waktu lama bagi saya untuk terbiasa dengan kombinasi kamera dan lensa ini.

Sony A7 + FE 24-70mm f/4 OSS di 46mm

Sony A7 + FE 24-70mm f/4 OSS di 46mm

Soal kualitas gambar, 24-70mm f/4 OSS mampu menghasilkan kualitas gambar yang sangat tajam di bagian tengah. Di bagian pinggir foto, tidak begitu tajam. Perbedaan ini cukup kontras saat di zoom 100% di software penampil gambar.

Saat memotret dengan format RAW, distorsi (cembung & cekung) terlihat cukup jelas, dan ini cukup disayangkan. Saat memilih format JPG (L,M,S) distorsi dikoreksi secara otomatis secara software. Untungnya, software Lightroom 5.6 yang biasa saya gunakan juga memiliki profil untuk lensa ini sehingga relatif mudah dikoreksi. Koreksi melalui software ini tidak sempurna karena bagian tepi foto terpotong sedikit.

Soal distorsi dan perbedaan ketajaman antara bagian tengah dan ujung foto sudah cukup banyak dibahas oleh situs review bahasa Inggris di internet. Dan ini sedikit mengoyang reputasi label “Zeiss” yang terkenal atas “technical excellence”-nya. Menurut pendapat saya, hal ini terjadi karena Sony berusaha membatasi ukuran dan berat lensa supaya tidak lebih dari badan kamera, jadinya terjadi sedikit kompromi dalam desain lensa tersebut.

Distorsi pincushion yang cukup jelas di jarak fokus 70mm

Distorsi pincushion (cekung) di jarak fokus 70mm saat foto format RAW

DSC07162

Setelah koreksi distorsi di Lightroom

Terlepas dari masalah distorsi dan ketajaman di tepi foto, untuk praktik street photography, liputan, travel, portrait orang dengan lingkungannya, lensa ini cukup baik dan praktis digunakan. Untuk foto arsitektur dan pemandangan, fotografer yang mengunakan lensa ini harus ekstra hati-hati terhadap distorsi yang muncul dan ketajaman di tepi foto yang kurang optimal. Saran saya jika Anda memotret dengan RAW adalah berikan ruang lebih supaya saat dikoreksi bagian tepi foto yang penting tidak terpotong.

Sony A7 + FE 24-70mm f/4  di 53mm.

Sony A7 + FE 24-70mm f/4 di 53mm.

Krop 100% dari foto diatas. Silahkan di klik untuk memeriksa ketajaman/detailnya.

Krop 100% dari foto diatas. Silahkan di klik untuk memeriksa ketajaman/detailnya.

Dalam kesempatan workshop street photography & human interest, saya juga mencoba beberapa lensa Sony lainnya untuk dipasang di Sony A7. Dua lensa yang saya coba adalah lensa fix yang ukurannya kecil dan mungil. Sony E 24mm f/1.8 dan E 35mm f/1.8 sebenarnya bukan lensa yang dikhususkan untuk kamera full frame Sony A7, tapi bisa digunakan hanya saja ukuran foto maksimum adalah sekitar 10 MP saja, (A7 menghasilkan foto 24 MP saat dipasang dengan lensa berkode FE).

Meski hanya mendapatkan 10 MP, tapi saya cukup “enjoy” mengunakan lensa dikamera ini karena ukuran dan beratnya yang lebih kurus dan mungil. Bagi saya, kamera agak sedikit besar gak apa-apa, asal lensa jangan jauh lebih besar dan berat dari kameranya, jadinya gak imbang dan gak enak dipakai berlama-lama.

Lensa fix memungkinkan saya mengunakan bukaan yang sangat besar, sehingga memudahkan saya untuk memotret di kondisi cahaya yang gelap seperti di pabrik Gong. Mengunakan lensa fix yang kecil juga menguntungkan saat memotret di keramaian dan tidak terlalu menarik perhatian orang.

A7 dengan Sony FE 24mm f/1.8, dengan bukaan f/2.5

A7 dengan Sony E 24mm f/1.8, dengan bukaan f/2.5, ISO 320, 1/60 detik

DSC07276

Sony A7, 24mm f/1.8 at f/1.8, ISO 2500, 1/160 detik

DSC07281

24mm, f/2.2 1/80 detik, ISO 1600

Sony FE 35mm f/1.8 OSS salah satu lensa yang saya coba, karena crop factor, sudut pandang lensa ini kurang lebih setara dengan 52.5 mm saat di pasang di kamera Sony A7 yang bersensor full frame. Lensa ini sangat kecil, dan bahkan lebih pendek dari lensa Sony ZA Zeiss 24mm f1.8. Meski harga jualnya hanya setengah dari 24mm f/1.8, tapi kualitas gambar yang dihasilkan juga tajam dan ada fitur OSS (stabilizer). Jika diperhatikan dengan teliti dengan zoom 100%, 24mm f/1.8 sedikit lebih unggul dari segi ketajaman.

Lensa 35mm sedikit lebih tele daripada 24mm, jadi sudutnya lebih sempit, sehingga agak terlalu ketat jika digunakan di tempat yang ramai/sempit. Bagi saya, lensa 24mm lebih cocok untuk street photography, terutama kalau fotonya di gang-gang yang sempit. 35mm lebih cocok untuk foto detail atau portrait.

sony-35mm-f18-oss-review

Warna-warni pasar – Sony E 35mm f/1.8. Kiri: f/5,6, kanan f/5

35mm, f/5.6, ISO 400

35mm, f/5.6, ISO 400

Sampai saat ini pengalaman saya mengunakan kamera mirrorless Sony A7 dan beberapa lensa cukup positif untuk street photography. Kadang saya merasa kameranya masih kurang kecil, buktinya masih banyak orang yang mengira saya wartawan koran haha. Tapi saya suka kualitas gambar dari kamera bersensor full frame yang tajam dan menangkap banyak detail.

Bagi saya, Sony A7 yang sensornya 24 MP cukup fleksibel karena bisa dipasangkan dengan lensa full frame Sony seperti FE 24-70mm f/4 OSS, dan saat dipasangkan dengan lensa Sony E yang relatif mungil masih cukup bagus meskipun resolusinya tinggal 10 MP. Saya jadi ingat kurang lebih 6 tahun yang lalu saya mengunakan kamera DSLR 10 MP untuk kerja dan tidak pernah dipermasalahkan kualitasnya.

——————-

Jadwal kursus fotografi, tour dan street photography selanjutnya bisa dibaca di halaman yang selalu update ini.

Workshop Street Photography dan Human Interest – Tangerang

$
0
0

Street photography dan human interest adalah jenis fotografi yang menarik, setelah sukses mengadakan workshop di Bogor, kali ini, kita akan mengunjungi kota Tangerang.

Jadwal acara workshop

  1. Hari Minggu, 30 November 2014  pukul 13.00 sampai 16.00 WIB di kelas Jl. Imam Mahbud/Moch Mansyur No. 8B-2 Jakarta Pusat.
  2. Hari Sabtu, tanggal 6 Desember 2014  pukul 06.30 sampai 12.30 WIB di Tangerang, kemudian dilanjutkan dengan review/diskusi foto di Jakarta sampai selesai.

Materi yang akan dibahas tanggal 30 November 2014

  • Definisi street photography dan human interest (HI)
  • Sikap dalam memotret street photography
  • Teknik dan setting kamera dalam memotret street photography
  • Rekomendasi jenis kamera dan lensa yang dibawa
  • Berbagai macam komposisi street photography
  • Belajar dari gaya berbagai street photographer dunia
  • Tips untuk street portrait (cara memotret dan meminta izin orang untuk dipotret)

Bagi peserta dari Jakarta, berkumpul di Infofotografi, Jl. Imam Mahbud/Moch. Mansyur No. 8B2 Jakpus pukul 05.30 pagi untuk bersama-sama berangkat ke Tangerang

Lokasi hunting:

  1. Pabrik Lilin untuk memotret proses pembuatan lilin berbagai macam ukuran, dari yang kecil sampai settinggi manusia. Lilin-lilin merah biasanya digunakan di klenteng-klenteng.
  2. Daerah pasar lama Tangerang, di dalamnya terdapat Klenteng lama Boen Tek Bio, rumah tua, museum Benteng heritage, dan tentunya pasar yang menjual banyak makanan.

Dengan mengikuti workshop ini peserta akan dapat mempelajari street photography dan human interest dari teknik foto, praktik dan juga akan mendapatkan feedback dari pembina setelah praktik.

Pembina: Albertus Adi Setyo, Enche Tjin
Tempat sangat terbatas, maksimum 10 orang peserta saja

Biaya termasuk : Transportasi dengan mini bus kapasitas 25 orang dari Jakarta-Tangerang pulang pergi, biaya pembinaan workshop, air mineral sebotol per peserta, snack/roti di pagi hari, tip untuk karyawan subjek foto human interest.

Tidak termasuk : Makan siang/jajan selama hunting, tiket museum Benteng (Rp.20.000) opsional. Tip supir minimum Rp 10.000,-

Biaya: Rp 495.000,- per orang

Peserta direkomendasikan telah menguasai cara mengoperasikan kamera atau telah mengikuti kelas kupas tuntas kamera & dasar fotografi

  1. Pendaftaran dengan cara melunasi biaya (Rp 495.000) melalui transfer ke BCA 4081218557 atau Mandiri 1680000667780 atas nama Enche Tjin.
  2. Hubungi Iesan untuk mendaftar atau informasi di infofotografi@gmail.com / 0858-1318-3069

Catatan: Bagi yang mengunakan kendaraan pribadi ke lokasi, biayanya tetap sama.

Contoh foto sekitar Pasar Lama, Tangerang

kotak

red-envelope-seller

tailorpasar

adi-setyo-03

adi-setyo-01

adi-setyo-02

Workshop flash – Teori & Praktik

$
0
0

sony-flash-hvl-43Flash / lampu kilat, adalah salah satu alat fotografi yang penting, tapi masih banyak yang takut untuk mengunakannya karena takut hasil foto menjadi lebih buruk. Jika kita menguasai teknik flash dengan baik, hasil foto kita akan menjadi jauh lebih baik daripada tanpa mengunakan flash.

Di workshop yang didukung oleh Sony Indonesia ini, saya (Enche Tjin) akan mengulas tentang:

  • Kapan dan mengapa mengunakan flash
  • Kelebihan dan kekurangan built-in flash yang berada di kamera
  • Beberapa keunggulan external flash
  • Cara praktis set-up setelan flash dan kamera
  • Mengunakan flash untuk mengatasi kondisi backlight (outdoor)
  • Bagaimana menghaluskan/menghilangkan bayangan saat mengunakan flash
  • Guide Number / kekuatan flash
  • Pengaturan kekuatan flash (Manual, TTL)
  • Flash compensation dan Exposure compensation
  • Fitur canggih Multi-flash dan HSS (High speed sync)
  • Kegunaan dan kapan mengunakan aksesoris flash
  • Set-up wireless flash / strobist (mengunakan lebih dari satu flash)
  • Tips supaya flash awet / tidak cepat rusak

Setelah penjelasan teknik penggunaan flash, peserta workshop dipersilahkan untuk mencoba teknik flash dengan foto model yang sudah kita siapkan di mini studio dan outdoor (jika cuaca mengizinkan). Selama praktik, saya dan asisten instruktur akan mendampingi dan membimbing secara langsung.

Workshop flash ini ideal untuk penggemar fotografi terutama yang saat ini mengunakan kamera Sony baik DSLR, SLT atau Mirrorless. Kami akan menyediakan sekitar enam unit flash dan model untuk praktik.

Yang perlu dibawa: Kamera, lensa, dan flash (jika ada).

Biaya untuk mengikuti workshop ini adalah Rp 75.000

Bonus: Panduan setelan flash Sony dan tips untuk berbagai situasi dalam bentuk e-book/pdf bagi peserta.

Workshop ini akan diadakan hari Sabtu, tanggal 29 November 2014

Waktu: 13.00-17.00 WIB

Tempat: Jl. Moch. Mansyur No. 8B2, Jakarta Pusat 10140 sebelah MNC Bank, dekat perempatan Roxy (Hasyim Ashari).

Tempat terbatas

Hubungi kami untuk pendaftaran : 0858 1318 3069 atau infofotografi@gmail.com

Sampai jumpa nanti!

Pemotretan Strobist outdoor & editing

$
0
0

Beberapa hari yang lalu saya dan beberapa teman melakukan pemotretan di Villa Mustika Juma yang berlokasi di daerah Canggu dekat Denpasar, Bali. Saya akan membahas salah satu hasil pemotretan ini untuk berbagi dengan rekan rekan semua, semoga informasi ini cukup berguna.

Hasil akhir foto setelah proses editing adalah seperti ini:

purnawan-fotografi-fashion-strobist

Pemotretan untuk sesi ini dilakukan sekitar jam 3 – 4 sore, cahaya matahari masih cukup keras namun arahnya sudah miring dari arah barat, arah cahaya yang sudah miring dan agak menyamping ini sangat bagus dalam berbagai jenis pemotretan.

Dalam situasi ini arah barat berada di belakang model, sehingga daerah lokasi pemotretan berada dalam area bayangan cahaya matahari yang mempunyai intensitas cahaya lebih lembut daripada terkena cahaya matahari langsung. Terlihat juga bahwa cahaya matahari sore itu menerangi latar belakang yang berupa area persawahan dengan sangat terang.

Dengan analisa arah dan intensitas cahaya matahari tersebut saya mencoba melakukan setting ISO pada kamera dengan angka yang kecil, saya set ISO pada angka 200 karena cahaya matahari cukup terang menyinari area pemotretan dan cukup keras menyinari latar belakang. Agar nanti dapat detail foto hingga latar belakang maka saya set bukaan Diafragma dengan angka mulai dari F/8, namun hal ini tentunya akan mengakibatkan area yang teduh menjadi gelap. Untuk itu saya akan menyiapkan beberapa Flash untuk menciptakan dimensi pada foto dan juga menerangi bagian yang akan gelap di foto.

purnawan-fotografi-fashion-lokasi

Lokasi pemotretan sebelum didekor dengan arah cahaya matahari dari belakang tembok putih.

Seperti dilihat pada foto diatas, jika menggunakan bukaan Diafragma sekitar F/8 maka area gelap akan ada di dalam Gazebo, didepan Gazebo dan dari arah samping Gazebo. Maka saya menyiapkan 3 Flash untuk foto ini, dari arah depan, samping dan satu lagi didalam Gazebo.

Pada foto dibawah ini yang diambil oleh Bang Noval, menunjukkan arah pengambilan foto yang saya lakukan. Sudut pengambilan yang saya pilih adalah dengan meletakkan model berapa pada sisi kanan frame, dalam framing ini saya akan melakukan komposisi berdasarkan aturan Rule Of Third dengan memperhatikan garis garis yang ada seperti garis tepi kolam dan lainnya.

purnawan-fashion-behind-the-scene

Posisi Flash dapat dilihat pada diagram berikut:
purnawan-lighting-diagram

Dari beberapa kali mencoba setting kamera, akhirnya saya menemukan setting yang tepat untuk kondisi ini dengan ISO 200, bukaan Diafragma F/9, kecepatan 1/160 sec. Untuk pengukuran cahaya saya gunakan spot metering di body Nikon D90 yang saya gunakan, White Balance nya di 5600K yang setara dengan kondisi Daylight atau Flash.

Semua flash tanpa memakai aksesoris, karena posisi flash 1 dan 2 jaraknya cukup jauh, 3 – 5 meter dari model. Flash 1 saya gunakan full power dengan zoom 105mm dan Flash 2 saya gunakan power 1/2 dengan zoom 80mm. Flash 3 berada didalam Gazebo dengan power cukup 1/16 dengan zoom 50mm dan diarahkan langsung ke langit langit Gazebo, hal ini akan menimbulkan efek terang didalam Gazebo.

Dari body kamera biasanya saya akan proses dulu di Lightroom, atur kembali WB nya agar lebih hangat dan yang paling penting saya naikkan intensitas warna Cyan dan Blue agar langitnya jadi lebih berwarna, kemudian saya akan import ke Photoshop untuk memberi sentuhan akhir.

purnawan-editing-photoshop

Semoga share kali ini cukup berguna terutama dalam melakukan analisa awal terhadap kondisi cahaya matahari dan setting kamera.

Special Thanks to Mbak Aleta untuk lokasi Villa yang sangat bagus dan bantuan wardrobe, Mbak Tika untuk make up nya yang sangat cetarrr… :) Om Benny, Om Felix, Bang Noval dan Mas Penok atas kerjasamanya selama pemotretan ini.

Salam,

Purnawan Hadi
www.purnawanhadi.com

Photographer, Bali, Indonesia
Skype: pthadi

Viewing all 1544 articles
Browse latest View live