Quantcast
Channel: InfoFotografi
Viewing all 1544 articles
Browse latest View live

Resep menjadi fotografer yang kreatif

$
0
0

Untuk menjadi fotografer/orang yang kreatif, sebenarnya tidak sulit, karena kreatif bukan bakat atau bawaan lahir. Menjadi kreatif adalah pilihan hidup. Bagi yang ingin lebih kreatif, saya memiliki beberapa resep yang bisa membantu.

kreatif

Butuh energi dan waktu untuk kreatif

Untuk kreatif, kita membutuhkan energi dan waktu. Jadi kalau kita terlalu fokus untuk hal-hal lain, misalnya rutinitas kehidupan dan pekerjaan, maka sulit juga untuk berkreasi. Maka itu, orang-orang yang sangat miskin, bekerja terlalu capek dan jam kerjanya panjang akan sulit untuk kreatif.

Di lain pihak, orang yang terobsesi dengan menumpuk harta atau ketenaran juga sulit jadi orang yang kreatif, karena energi dan waktunya sudah habis untuk mencari uang lebih banyak lagi atau berupaya supaya lebih terkenal lagi. Orang yang kreatif biasanya orang yang memikirkan orang lain. Misalnya seniman, ilmuwan, pelawak, wirausahawan, dan lain lain yang cenderung memikirkan bagaimana menghibur dan meningkatkan kualitas hidup orang banyak. Seberapapun sibuknya kita, coba sisakan waktu dan tenaga untuk berkreasi.

Punya rasa ingin tahu yang besar

Anak kecil biasanya lebih kreatif daripada orang dewasa, salah satunya karena mereka punya rasa ingin tahu yang besar. Anak kecil sangat suka belajar dan mencoba hal-hal baru. Dengan banyak coba-coba maka kita bisa menghasilkan karya yang berbeda dengan orang lain.

Anak kecil juga tidak takut salah, lain dengan orang dewasa yang karyanya jadi bahan tertawaan. Cuek saja meskipun saat ini karya kita masih pas-pasan tapi suatu waktu, kualitas foto kita akan meningkat seiring kita mencoba. Semakin banyak kita salah, semakin banyak kita belajar untuk tidak mengulangi hal yang sama sehingga peluang mendapatkan hasil yang lebih baik menjadi lebih besar dan makin cepat tercapai.

Mencoba hal-hal lain diluar fotografi juga akan meningkatkan jiwa kreatif kita, misalnya dengan menonton film, mendengar musik,  mencoba olahraga baru. Pokoknya sesuatu yang berbeda dengan rutinitas sehari-hari kita.

Terus belajar dan meningkatkan diri

Jika belum menguasai suatu bidang, dalam hal ini fotografi, cobalah mencari tahu, belajar terus sampai menguasai teknik fotografi. Dengan menguasai teknik, kegiatan memotret menjadi lebih menyenangkan, karena kita bisa mendapatkan foto sesuai dengan imajinasi kita. Banyak orang yang mengira membeli gear saja bisa mengatasi masalah ini, tapi sebenarnya tidak. Beli gear banyak malah jadi lebih merepotkan.

Tidak jarang saya dengar ada yang baru mulai hobi fotografi dan membeli semua jenis kamera dan lensa, tapi tidak lama kemudian menjual semuanya. Alasan utama karena bosan, alasan kedua karena tidak bisa mendapatkan hasil yang diimpikan. Biasanya, penghobi yang gampang bosan itu tidak suka belajar dan berlatih, biasanya juga ia tidak memiliki target yang jelas. Maka tidak heran maka hobi fotografi yang tadinya menarik menjadi membosankan.

Istri saya dulu merasa tidak kreatif dalam fotografi, tapi setelah saya menganjurkan untuk melakukan proyek 1 picture a day (satu foto per hari). Lama-lama kelamaan istri saya jadi lebih mau belajar hal-hal baru dan kebiasaan ini membuat ide-ide segar terus mengalir.

Salah satu eksperimen fotografi dan editing oleh istri saya, Iesan.

Salah satu eksperimen fotografi dan editing oleh istri saya, Iesan.

Menaikkan tingkat kesulitan

Setelah menguasai, tentunya kita harus meningkatkan tingkat kesulitan/kerumitan kalau tidak, tentunya kita akan bosan dengan fotografi. Misalnya, jika sudah belajar foto dengan flash yang dipasang di atas kamera, cobalah belajar foto dengan flash yang dilepas di kamera (strobist). Setelah belajar editing dengan Lightroom, coba kuasai software Photoshop, dan seterusnya.

Kita beruntung bahwa bidang fotografi ini cukup dalam, dan untuk menguasai semua bidang fotografi, kita mungkin perlu waktu seumur hidup. Jangan kuatir, justru ini yang menarik, artinya hobi fotografi ini kita bisa ikuti dan nikmati terus seumur hidup, jika kita mau.

Jika Inspirasi datang

Hal terakhir yang sangat penting untuk menjadi fotografer yang kreatif adalah segera melakukannya saat inspirasi (ide kreatif) datang. Jika ide datang, jangan tunda-tunda. Makin lama ditunda, ide tersebut akan terasa makin tidak menarik, dan makin sulit untuk melaksanakannya.


Ekspektasi saya untuk fitur-fitur kamera digital di tahun 2015

$
0
0

Selamat tahun baru 2015. Apa perkembangan yang bakal terjadi di dunia fotografi digital tahun ini? Pastinya kita menantikan kamera-kamera baru yang bisa memberi impresi berbeda, baik dari hasil foto, teknologi dan juga fiturnya. Seperti apa ekspektasi saya mengenai fitur di kamera-kamera yang akan dibuat tahun ini? Saya coba tuliskan untuk anda.

nikon-d750

Hadirnya LCD lipat membantu komposisi pada sudut yang sulit

Di kelompok kamera DSLR, kita perlu tinjau lagi bahwa desain kameranya adalah merupakan evolusi dari kamera film, bahkan dalam urusan lensa juga masih banyak kamera DSLR modern yang kompatibel dengan lensa lawas. Saya tidak berharap terlalu banyak untuk pengembangan fitur di kamera DSLR, karena memang tidak banyak lagi celah untuk peningkatan fitur. Sampai kapan pun ya kamera DSLR akan memakai cermin, prisma (jendela bidik optik), dan bodi yang cukup besar. Tinggal masing-masing merk mengevaluasi lagi produk-produknya, khususnya dari sisi pengalaman pengguna. Tapi kamera DSLR akan tetap eksis bahkan masih jadi primadona, khususnya buat profesional karena mereka mengejar dukungan lensa yang banyak, mencari kamera yang kinerjanya cepat untuk foto liputan atau olahraga.

70d_feature

Sistem auto fokus deteksi fasa pada saat live-view di DSLR Canon terbaru

Catatan saya, baik Canon maupun Nikon punya lini yang seimbang dan fiturnya juga setara. Tapi dalam urusan live-view, DSLR Canon sampai saat ini masih mengungguli Nikon dalam hal kemampuan auto fokus sat live-view (ada hybrid AF di EOS 700D, EOS 70D dan EOS 7D mk II) dan saya ingin tahu apa tahun ini Nikon bisa meladeni Canon dalam hal ini, apalagi kabarnya akan segera hadir DSLR Nikon pertama dengan layar sentuh.

Kiri: Olympus OMD EM1, kanan: Fujifilm XT1

Kamera mirrorless yang sarat fitur di tahun 2014, bagaimana dengan tahun ini?

Di kelompok kamera mirrorless yang memang masih terus berbenah, banyak hal positif yang sudah dicapai. Sebut saja misal pengembangan hybrid AF, diversifikasi desain bodi sesuai segmentasinya, juga pilihan lensa yang mulai bertambah. Sony dan Fuji masih mendomiasi headline di segmen ini, dengan berbagai kamera full-frame dari Sony dan kamera retro dengan sensor X-Trans dari Fuji. Tahun ini saya berharap akan lebih banyak kamera mirrorless yang berorientasi pada fotografer amatir, yang mencari kamera yang tidak terlalu mahal, tidak terlalu besar, tapi fiturnya lengkap (hybrid AF, jendela bidik, layar sentuh dsb) dan punya ketahanan baterai yang lebih baik.

nikon-coolpix-a

Kamera niche masih punya harapan, sensor besar, atau lensa bukaan besar tentu menarik

Tahun ini juga terbuka peluang untuk hadir lebih banyak lagi kamera-kamera baru yang niche, yaitu kamera segmen khusus yang tidak terlalu banyak dibeli orang tapi unik dan spesifik. Kamera ini bisa jadi adalah kamera kompak dengan sensor besar misal sensor APS-C (idealnya sensor 1 inci bakal jadi standar ukuran minimal) atau kamera dengan lensa permanen yang berkualitas tinggi (dan bukaan besar). Sedangkan kamera saku yang tidak punya keunggulan apa-apa akan terlibas oleh kamera di ponsel cerdas yang sudah semakin membaik.

Hal-hal lain yang tampaknya bakal semakin populer adalah fitur WiFi di semua kamera, perekaman 4K di berbagai kamera kelas menengah ke atas, dukungan aplikasi atau OS di dalam kamera dan penggunaan layar sentuh yang semakin meluas. Pemanfaatan WiFi direct bahkan berguna buat membuat kamera yang bisa dikendalikan dari ponsel, sehingga tren seperti action camera (GoPro dsb), atau modul kamera (Sony QX1/QX10) dan harapan saya fitur WiFi direct ini disempurnakan lagi di kamera-kamera generasi berikutnya.

Workshop Basic Strobist / Off camera flash Shanny

$
0
0

Workshop ini dirancang khusus untuk belajar flash bagi pemula. Dengan berbagai materi seperti dibawah ini:

  • Membahas kapan setting mode TTL kapan Manual?
  • Memahami zoom flash (auto/manual)
  • Bagaimana cara memicu satu atau beberapa flash yang tidak berada diatas kamera
  • Memahami konsep Master & Slave dan setelannya
  • Mengunakan transmitter SN E3 RT untuk mengendalikan flash
  • Setting lighting ratio tiga group flash (main light, fill light, background)
  • Memahami plus minus beberapa macam aksesoris flash
  • Demonstrasi foto still life dengan satu dan beberapa flash

Workshop ini akan dibawakan oleh Enche Tjin

shanny-flashRekomendasi:

Peserta sebaiknya memiliki kamera digital dan flash Shanny. Bagi yang memiliki flash merek lain, terutama Canon/Nikon, atau yang sekedar ingin mengetahui teknologi dan setelan flash juga welcome.

Hari, tanggal: Sabtu, 31 Januari 2015. Pukul 13.00-16.00 WIB
Alamat : Jalan Moch. Mansyur No. 8B2 Jakarta Pusat

Biaya workshop : Rp 150.000 + gratis flash diffuser flash Shanny untuk peserta yang memiliki flash Shanny.

Review flash Shanny bisa dibaca disini.

Untuk mendaftar, transfer Bank BCA 4081218557 atau Mandiri 168000066780 atas nama Enche Tjin
Kemudian konfirmasi ke 0858 1318 3069

shanny-sn600sc-01

Nikon D5500 vs D7100 : Antara touchscreen atau fitur pro?

$
0
0

Beberapa hari lalu Nikon meluncurkan kamera D5500, penerus D5300 yang kini diberi kemampuan layar sentuh. Kamera ini berada di segmen market upper entry level, sebagai pendamping dari D3300 di lini basic entry level, dan berada di bawah Nikon D7100 sebagai enthusiast level (yang kadang juga dipakai oleh semi-profesional). Dengan kata lain D5500 berada di tengah-tengah, tidak basic banget dan tidak yang kelas menengah atas juga. Kali ini saya akan membandingkan Nikon D5500 dengan D7100, karena keduanya punya plus minus sendiri.

D5500

D5500 tampak depan, dengan lensa kit 18-55mm II

Nikon D5500 punya kekuatan utama di portabilitas dan fleksibilitas pemakaian. Sebagai kamera pemula, D5500 cukup kecil dan ringan, tapi bodinya kokoh (bahan monokok) sehingga enak dibawa jalan-jalan. Dukungan layar sentuh dan layar lipat membuat D5500 mudah dipakai untuk angle sulit atau untuk rekam video. Dari segi kualitas hasil foto tidak diragukan lagi karena D5500 sudah pakai sensor APS-C 24 MP tanpa low pass filter untuk ketajaman ekstra. Demikian juga dengan kinerjanya yang tinggi seperti bisa shoot 5 fps, bisa ISO 100-25.600, dan punya 39 titik fokus. Dari sisi rekam video D5500 juga handal dengan kemampuan rekam 60fps pada 1080p.

D5500b

D5500 tampak belakang dengan layar lipatnya

Selain menjadi kamera DSLR Nikon pertama yang mengadopsi layar sentuh, Nikon D5500 juga menyempurnakan pendahulunya D5300 dimana kini ada sensor mata (otomatis mematikan LCD saat kita membidik), ada Flat Picture Control (dan ada pengaturan clarity untuk foto), ada koreksi otomatis untuk vignetting, dan beberapa efek kreatif baru. Bedanya di D5500 Nikon menghilangkan penerima GPS yang ditemui di D5300, tapi masih mempertahankan fitur WiFi yang lebih berguna. Fitur layar sentuh sendiri menjadi aspek kuat dari D5500 ini, dengan layar sentuh kita bisa memilih dan mengganti setting, mengakses menu, hingga memotret. Saat meninjau hasil foto, layar sentuh bisa dipakai layaknya smartphone, kita bisa mengeser (drag), mencubit (pinch) atau zoom dengan jari, hasil foto-foto yang sedang ditampilkan di layar.

ISO sentuh

Memilih nilai ISO dengan menyentuh layar

 

Bila dibandingkan Nikon D7100, maka Nikon D5500 menang dalam hal-hal yang disebutkan diatas, seperti ukuran dan bobot yang ringan, layar sentuh + lipat, dan fitur WiFi di kamera. Karena generasi yang lebih baru, D5500 juga sudah pakai prosesor Expeed 4 yang bisa ISO maksimum 25.600, sedangkan D7100 masih pakai Expeed 3 yang ISO maksimumnya 6400 (walau ada Hi-1 dan Hi-2 bila diperlukan). Karena sensor kedua kamera ini juga sama, Nikon D5500 juga masih bisa menyamai kualitas hasil foto dari D7100, kecuali bila kita memilih file berformat 14-bit uncompressed RAW yang tidak tersedia di D5500. Dari kemampuan kinerja seperti auto fokus dan menembak kontinu, pada dasarnya kedua kamera relatif sama. Perbedaan jumlah titik AF (39 titik dan 51 titik) atau kecepatan tembak (5 fps dan 6 fps) dalam kenyataannya sulit dirasakan perbedaannya kecuali dalam kondisi khusus.

So, pilih mana?

Lalu dengan begitu apakah Nikon D5500 menjadi pilihan yang lebih menarik daripada D7100? Tunggu dulu, kalau dilihat bandrol harganya, D5500 dilepas seharga $900 bodi saja, sedang D7100 yang awalnya seharga $1200 kini mulai turun jadi $1000 bodi saja. Artinya hanya terpaut $100 kita bisa mendapat kamera yang kelasnya lebih di atas. Saat pilihan harus jatuh pada D7100 maka yang terasa pertama kali mungkin adalah bodinya yang besar dan berat (D7100 : 765 gram), sehingga kalau yang dicari adalah kamera yang kecil dan ringan (D5500 : 470 gram) tapi sarat fitur, ya kembali ke D5500 memang lebih cocok.

D5500 vs D7100

Perbandingan ukuran D5500 (kiri) dan D7100 (kanan)

Tapi bila pilihan jatuh pada D7100, maka didapatlah hal-hal yang tidak ada di D5500 seperti :

  • body : weathersealed (tahan cuaca), dua roda kendali, viewfinder prisma (bukan pentamirror), LCD tambahan di atas dan ada dual SD card slot
  • auto fokus : ada motor fokus di bodi (untuk bisa auto fokus dengan lensa lama), ada AF fine tune
  • flash : flash bisa jadi commander nirkabel, flash bisa auto FP (high sync speed)
  • fitur lain : user setting (U1/U2), multi-bank preset WB, memilih kelvin WB dan virtual horizon

Jadi suka yang mana, D5500 yang kecil, ringan, berlayar sentuh dan berorientasi pada fotografer pemula, generasi muda atau traveller; atau D7100 yang besar, sarat fitur dan lebih berorientasi pada fotografer amatir sampai semi-pro? Apapun yang dipilih, kualitas hasil fotonya relatif sama, tinggal kebutuhan dan preferensi kita saja..

———–

Punya kamera dan ingin mempelajari setting optimal dan cara mengoperasikannya? Ikuti kupas tuntas kamera digital.

Untuk panduan membeli kamera dan lensa, buku Smart Guide ini akan berguna.

Fitur Histogram di kamera, penting gak sih?

$
0
0

Di kamera digital kita bisa jumpai sebuah tampilan berupa grafik di layar LCD, yang disebut dengan histogram. Histogram ini berguna untuk melihat penyebaran tonal (area dari yang gelap hingga yang terang) dalam foto kita. Di kamera DSLR, histogram umumnya bisa dilihat setelah foto diambil. Sedangkan pada kamera non DSLR (seperti mirrorless atau kamera kompak) kita bisa meninjau histogram saat live-view (sebelum foto diambil), dan bisa juga setelah foto diambil. Karena banyak juga yang belum mengetahui fungsi atau cara membacanya, maka umumnya informasi histogram ini justru kerap diabaikan begitu saja.

Prinsipnya histogram itu grafik yang menyatakan brightness foto, atau banyaknya piksel dari yang paling gelap sampai paling terang. Maka itu histogram penting untuk menilai eksposur atau pencahayaan dalam fotografi. Cara membacanya juga mudah, secara sederhana histogram dibagi menjadi tiga zona, dimana zona kiri mewakili gelap (shadow), zona tengah mewakili sedang (midtone) dan zona kanan mewakili yang terang (highlight). Foto yang histogramnya banyak berkumpul di bagian kiri sudah bisa dipastikan under-eksposur, juga yang banyak kumpul di kanan akan over-eksposur.

HistogramTidak berarti semua foto harus berkumpul di tengah juga, sangat tergantung kondisi pencahayaan, kontras dan setting kamera kita. Tapi untuk memudahkan pemahaman, bisa dibilang kalau foto itu histogramnya berada di tengah maka terang gelapnya sudah pas seperti contoh grafik histogram di atas.

Melihat histogram lebih aman daripada menilai foto di layar LCD, karena histogram itu pasti, sedang foto di LCD bisa mengecoh (sepertinya terangnya pas, padahal kenyataannya terlalu gelap atau terlalu terang). Lihatlah contoh foto dari layar LCD kamera berikut ini :

Grafik histogram lebih banyak di kiri foto, terlalu gelap

Grafik histogram lebih banyak berkumpul di kiri, foto tampak terlalu gelap

Grafik histogram berada di tengah, foto terang gelapnya pas

Grafik histogram berada di tengah, foto terang gelapnya pas

Grafik histogram lebih banyak di kanan, foto terlalu terang

Grafik histogram lebih banyak berkumpul di kanan, foto tampak terlalu terang

Histogram juga berguna untuk melihat tonal range (rentang terang gelap foto yang didapat). Di alam ini perbedaan terang gelap bisa jadi sangat luas dan belum tentu kamera kita mampu merekam semua perbedaan itu dengan lengkap dalam satu foto, tergantung pada sensor dan dynamic range-nya. Di artikel sebelumnya, saya pernah membahas panjang lebar mengenai kaitan histogram dengan dynamic range sensor kamera. Intinya histogram juga menggambarkan kemampuan sensor kamera kita dalam menangkap kontras yang tinggi. Kalau baru menghadapi kondisi yang pencahayaannya cukup kontras saja histogramnya sudah menabrak ke kanan, maka bisa disimpulkan kameranya punya dynamic range terbatas. Biasanya kita akan menemui bagian yang terang (highlight) menjadi clipping (putih tanpa detail) dan ini kerap terjadi saat kita memotret pakai kamera saku atau ponsel.

Bagian di luar tampak terlalu terang dan mengalami highlight clipping, karena perbedaan terang gelap/kontras tinggi, memakai kamera sensor 1 inci

Karena perbedaan kontras yang tinggi, bagian di dalam jadi agak gelap, tapi di luar tampak terlalu terang dan mengalami highlight clipping, foto diambil memakai kamera dengan sensor 1 inci.

Untuk itu kita bisa menerapkan prinsip expose to the right, dalam artian mengatur eksposur sambil meninjau histogram dengan hati-hati. Pastikan menghindari setting kamera yang membuat grafik histogram menabrak ke batas kanan untuk mencegah clipping seperti contoh foto di atas. Di kamera tertentu ada fasilitas zebra yang memberi tahu kita bila ada bagian yang mengalami clipping (ditandai dengan garis-garis). Di kamera DSLR bila ada bagian yang over, kita bisa melihat ada highlight blinking (area clipping akan berkedip-kedip) saat meninjau hasil foto.

Jadi, histogram menurut saya penting, untuk memastikan terang gelap dan tonal range foto yang kita mau ambil, apalagi kalau kita menghadapi foto yang cukup kontras (pemandangan, interior dsb). Karena dengan melihat histogram, kita akan bisa menilai apakah kondisi subyek yang difoto punya kontras yang melampaui kemampuan dynamic range kamera atau tidak. Histogram juga penting untuk jadi acuan kalau kita memang sengaja membuat foto yang bernuansa lebih gelap atau lebih terang tetapi kurang yakin dengan hasil yang ditampilkan di layar LCD kamera.

—————————————————–

Untuk sama-sama belajar dan membahas hal-hal teknis dalam fotografi, anda bisa mengikuti kelas Mastering Teknik dan Artistik Fotografi, bersama saya dan Enche Tjin. Kelas ini ditujukan sebagai kelas lanjutan bagi anda yang sudah mempelajari dasar fotografi dan tertarik untuk menguasai teknik-teknik praktis untuk hasil foto yang lebih baik.

Masalah pintu baterai flash Yongnuo 560EX, 568EX

$
0
0

Juni tahun lalu (2014), saya membeli sebuah flash Yongnuo 560EX yang juga saya review disini. Setelah 4-5 bulan pemakaian, plastik pintu baterai rusak sehingga pintu tidak bisa menutup rapat saat di isi baterai. Sebulan yang lalu saya mendapatkan solusinya yaitu mengganti pintu baterai tersebut. Dengan mengganti pintu baterai flash, akhirnya pintu baterai bisa ditutup dengan rapat. Cara menggantinya juga cukup mudah, tinggal cabut plastik pintu baterainya dan masukkan pintu yang baru.

Pintu baterai yang rusak

Pintu baterai yang rusak

Pintu baterai baru

Pintu baterai baru

Menurut yang saya baca di internet, tidak hanya Yongnuo 560EX yang bermasalah, tapi juga 568EX dan mungkin seri lainnya. Maka itu bagi pembaca yang mungkin mendapatkan masalah yang sama, jangan buang dulu flashnya, tapi ganti saja pintu baterainya. Bagi yang kesulitan mencari penggantinya, boleh pesan lewat saya via 0858 1318 3069/infofotografi@gmail.com Harganya Rp 95.000.

Kamera mirrorless atau DSLR ? Tanya jawab di tahun 2015

$
0
0

Mengapa banyak orang Indonesia masih relatif sedikit yang mengunakan sistem kamera mirrorless dibandingkan dengan kamera DSLR?

Saat saya menghadiri acara peluncuran kamera mirrorless Sony A7 mk II di Singapura beberapa bulan yang lalu, saya cukup terkejut bahwa di Indonesia, persentase orang yang mengunakan kamera mirrorless hanya 14% dibandingkan dengan negara lain seperti Singapura dan Thailand yang mencapai lebih dari 40%.

Setelah mikir-mikir dan ngobrol dengan beberapa orang, saya mengambil kesimpulan mungkin banyak yang belum mengetahui bahwa kualitas gambar yang dihasilkan kamera mirrorless setara atau ada yang bahkan lebih bagus dari kamera DSLR.

Banyak orang mengira ukuran kamera yang makin besar, pasti lebih canggih dan kualitasnya lebih bagus. Padahal kualitas gambar ditentukan oleh kualitas dan ukuran sensor gambar dalam kamera. Banyak kamera mirrorless yang mengunakan sensor gambar yang sama dengan kamera DSLR (APS-C, full frame).

Alasan lainnya cukup klasik, yaitu harga kamera dan lensa kamera mirrorless masih relatif tinggi dibandingkan dengan kamera DSLR. Berita bagusnya, kamera mirrorless harganya semakin turun, terutama yang pemula dibandingkan 2-3 tahun lalu, tapi sayangnya pilihan lensa yang ada tidak banyak yang terjangkau atau dibawah $300.

Karena alasan tersebut, banyak juga pengguna kamera DSLR jadi enggan untuk berpindah ke kamera mirrorless. Hal ini makin sulit jika pengguna kamera DSLR sudah memiliki banyak lensa dan aksesoris.

Mengapa Canon dan Nikon terkesan “cuek” dalam mengembangkan sistem kamera mirrorless?

Memang, Canon memiliki sistem mirrorless juga, yang namanya EOS M, Nikon juga punya, yaitu sistem Nikon 1. Tapi dibandingkan dengan perusahaan kamera lain, perkembangan kamera dan lensa baru sistem Canon EOS M/Nikon 1 ini jauh lebih lambat.

Prediksi saya, alasannya lebih karena ekonomi. Meskipun penjualan kamera DSLR terus menurun sejak puncaknya di tahun 2012, tapi secara jumlah keseluruhan, masih lebih banyak yang membeli kamera DSLR daripada kamera mirrorless.

Di ranah kamera DSLR, hanya ada dua perusahaan yang dominan, yaitu Canon dan Nikon. Kue penjualan sistem kamera DSLR hanya dibagi dua. Sedangkan untuk sistem kamera Mirrorless, persaingan sangat sengit saat ini, sehingga kue yang potongannya tidak begitu besar harus dibagi oleh banyak pihak (Sony, Olympus, Fujifilm, Panasonic, Canon, Nikon, Ricoh-Pentax).

Meskipun pada akhirnya penjualan kamera mirrorless setara atau sedikit melebihi kamera DSLR, tetap lebih menguntungkan bagi Canon & Nikon untuk tetap fokus di ranah DSLR, karena setelah dibagi, kuenya masih besar.

Mengapa penjualan sistem kamera seperti DSLR dan mirrorless datar atau malah cenderung menurun dua tahun ini?

Kamera buatan dua, tiga tahun yang lalu masih relatif bagus dan kamera keluaran terbaru tidak menawarkan peningkatan yang “must have” sehingga tidak cukup membuat fotografer yang ada untuk membeli kamera baru (upgrade).

Perkembangan yang cepat dalam kamera smartphone juga berdampak cukup banyak dalam penjualan kamera DSLR. Kebanyakan masyarakat awam yang dulunya “terpaksa” membeli sistem kamera, karena ingin kualitas gambar yang lebih baik, kini sudah banyak yang cukup puas dengan kualitas gambar yang dihasilkan dengan smartphone.

Smartphone punya beberapa keunggulan dibandingkan sistem kamera seperti ukurannya yang ringkas, mudah digunakan, banyak aplikasi untuk mengedit foto, cepat dalam mengunggah ke internet dan sharing foto dan kualitasnya makin membaik. Bahkan ada yang bisa zoom (Samsung K-Zoom) misalnya.

Apakah mirrorless akan menggantikan kamera DSLR?

Dari popularitas, kemungkinan besar iya, tapi mungkin masih makan waktu sekitar tiga tahun lagi. Perlu waktu yang cukup banyak bagi produsen kamera mirrorless untuk melengkapi lensa dan meningkatkan kinerja kamera mirrorless saat ini.

Tapi menurut saya kamera DSLR masih banyak yang akan mengunakannya, tentunya tidak sebanyak saat ini. Biasanya yang tetap mengunakan DSLR adalah fotografer yang memang sudah investasi cukup banyak di kamera DSLR, lensa dan aksesorisnya.

Apa yang saya gunakan saat ini ?

Saya sendiri punya sistem kamera DSLR, kalau sistem kamera mirrorless juga sering pakai, tapi lebih banyak mengunakan kamera pinjaman He he he… Pada dasarnya, saya enjoy-enjoy saja pakai mirrorless terutama saat street photography atau traveling.

Saat mengunakan lensa-lensa panjang seperti foto satwa, olahraga, liputan, saya cenderung lebih suka kamera DSLR yang lebih besar dan seimbang dengan ukuran dan bobot lensanya. Kinerja/kecepatan kamera DSLR saat ini masih lebih baik dari sebagian kamera mirrorless dan kapasitas baterainya lebih baik.

Tour fotografi Sawarna – 25-26 April 2015

$
0
0

Saya sudah berulang kali ke Sawarna tapi tetap tidak bosan-bosan untuk mengunjungi kembali tanggal 25-26 April 2015 ini. Bulan April cuaca diharapkan sudah cukup bersahabat dan kemungkinan hujan lebih kecil daripada bulan-bulan sebelumnya.

Di tour ini kita akan mengunakan jasa dua unit mini bus Big Bird yang nyaman dan sudah teruji gesit dan kuat untuk menempuh tanjakan-tanjakan antara Pelabuhan Ratu ke Sawarna.

Akomodasi yang kita pilih yaitu penginapan bertipe resort yang relatif baru (modern minimalis). Satu kamar untuk dua peserta dengan kamar mandi di dalam kamar dengan toilet duduk.

Di kawasan Sawarna, kita akan mengunakan jasa ojek sepeda motor dan guide lokal supaya tidak membuang waktu, tenaga dan supaya bisa berkonsentrasi dalam memotret.

Foto-foto dibawah ini saya buat saat tour Sawarna, akhir 2014 yang lalu.

Karang Taraje

Karang Taraje

Kawasan Sawarna memberikan kesempatan yang luas bagi teman-teman untuk memotret efek aliran air yang dinamis, baik teknik freeze maupun teknik slow speed. Banyak sudut yang bisa dijelajahi untuk mempraktikkan visi masing-masing tidak peduli kondisi cuaca apapun yang akan kita hadapi. Bila ada kendala teknis fotografi, saya (Enche), Mas Erwin Mulyadi dan Iesan akan senang untuk membantu.

Parit-parit di kawasan Karang Bokor

Parit-parit di kawasan Karang Bokor

Dalam kesempatan yang baik ini, saya mengajak teman-teman pencinta fotografi untuk hunting foto ke Sawarna dengan acara sebagai berikut:

Itinerary
Hari Sabtu, tanggal 25 April 2015
04.30 WIB Berkumpul di Sarinah, Jakarta, dan berangkat ke Sawarna
12.00 WIB Sampai di penginapan, makan siang
12.30 WIB Istirahat
14.30 WIB Foto-foto di Karang Bokor
16.00 WIB Foto sunset di Pantai Taraje
19.00 WIB Makan malam bersama
20.00 WIB Acara bebas, istirahat.

Hari Minggu, tanggal 26 April 2015
04.15 WIB Naik ojek foto sunrise di Lagoon Pari, Karang Beureum
06.45 WIB Naik ojek ke Karang Taraje untuk foto karang dan ombak
09.00 WIB Sarapan di penginapan
10.00 WIB Istirahat / acara bebas
12.00 WIB Makan siang bersama
12.45 WIB Berangkat dengan ojek ke Pantai Tanjung Layar
15.00 WIB Check out dan berangkat pulang ke Jakarta
22.30 WIB Diperkirakan sampai di Jakarta.

Biaya Rp. 1.600.000,- per orang
Maksimum 16 peserta
Catatan: Biasanya tempat cepat penuh, prioritas bagi yang melunasi biaya terlebih dahulu

Rekomendasi peralatan fotografi khusus : Tripod, filter ND, polarizer (CPL).

Biaya sudah termasuk

  • Transportasi pp dari Jakarta ke Sawarna
  • Akomodasi satu kamar berisi dua orang (kondisi kamar baru)
  • Kamar mandi setiap kamar dengan toilet duduk
  • Bimbingan & panduan fotografi oleh Enche Tjin, Erwin Mulyadi & Iesan Liang
  • Biaya ojek dan guide
  • Makan 5X
  • Roti untuk di perjalanan hari pertama
  • Minuman (botol air Aqua)

Belum termasuk

  • Tips supir minimum Rp 20.000 per orang
  • Tips pengemudi ojek / porter

Cara Mendaftar

  1. Transfer bank atas nama Enche Tjin via Bank BCA: 4081218557 via Bank Mandiri: 1680000667780
  2. Konfirmasi melalui e-mail (email: infofotografi@gmail.com), sms atau telepon (085813183069 / 085883006769) dengan menyertakan nama peserta dan nama penyetor.
  3. Datang di hari H sesuai dengan jadwal yang tercantum.
sawarna

Karang Taraje

Karang Taraje

Karang Taraje


Tips setting eksposur yang paling akurat dengan lightmeter eksternal

$
0
0

Mengukur cahaya, atau lebih lengkapnya mengukur intensitas cahaya, adalah sesuatu yang penting dalam fotografi karena cahaya menjadi syarat terbentuknya sebuah foto, tak peduli apakah cahaya itu sangat redup (misal api lilin) atau sangat kuat (seperti matahari atau lampu studio). Tapi kalau tidak ada cahaya, maka foto yang kita dapat hanya akan hitam total saja. Proses mengukur cahaya tentunya dilakukan sebelum memotret, supaya kita (atau kamera) tahu seberapa kuat cahaya yang ada, dan berapa setting eksposur yang sebaiknya dipakai.

Di jaman serba otomatis ini, kamera pun melakukan pengukuran cahaya secara otomatis juga. Misalnya di mode auto, saat kita bidik suatu subyek maka kamera sudah ‘tahu’ berapa ISO, bukaan dan shutter yang tepat supaya fotonya pas, tidak terlalu terang atau tidak terlalu gelap. Apa rahasianya?

Jawabannya adalah kamera melakukan proses metering, atau mengukur cahaya. Dengan mengandalkan kemampuan metering di dalam kamera, kita bisa memotret apa saja dengan tenang, karena kita percaya kamera kita bisa dengan tepat mengukur dan mencarikan setting eksposur supaya hasil fotonya pas.

light meter

Indikator pengukuran eksposur kamera

Tapi tunggu dulu, apa betul hasil metering kamera selalu akurat? Apa foto yang kita buat dengan mode Auto selalu memberi hasil eksposur yang pas? Jawabannya adalah : tidak selalu. Mengapa? Karena memang tidak ada yang namanya standar untuk menilai eksposur yang pas itu, tiap orang bisa berbeda pendapat. Tapi bagi kamera (yang bisa kita anggap sebagai alat yang diprogram untuk mengukur dan menghitung), yang jadi acuan standar eksposur yang pas itu harus ada.

Dalam hal ini kamera mengacu pada sebuah titik acuan tengah yang kemudian diberi kode Ev 0 (inilah posisi eksposur yang pas), dimana kalau Ev – (minus) itu artinya under (terlalu gelap) dan Ev + (plus) artinya over (terlalu terang). Dengan perhitungan yang didasarkan acuan Ev 0 semestinya kamera akan selalu sukses dalam memberi hasil foto yang pas. Tapi pada kenyataannya kadang kala hasilnya bisa meleset, foto yang kita dapat terasa kurang terang atau justru terlalu terang (maka itulah di kamera disediakan fitur kompensasi eksposur, yang bisa kita pakai kalau dirasa perlu untuk membuat foto lebih terang atau lebih gelap sesuai keinginan kita).

Middle gray

Penyebaran tonal dari gelap hingga terang

Nah kita akan bahas kenapa kamera bisa kadang salah dalam memberi hasil eksposur yang pas. Cara kamera melakukan metering adalah dengan mengukur cahaya yang masuk melalui lensa. Cahaya yang diukur oleh kamera adalah cahaya yang dipantulkan oleh subyek, disebut reflected light. Masalahnya cara ini punya potensi untuk meleset, khususnya kalau subyek yang difoto memiliki sifat menyerap cahaya atau memantulkan cahaya.

Sesuatu yang berwarna hitam cenderung bersifat menyerap cahaya, sedangkan yang putih sangat memantulkan cahaya, sehingga kamera akan salah mengukur kalau berhadapan dengan subyek yang dominan putih atau hitam. Sebaliknya kamera akan mengukur dengan sangat tepat bila bertemu dengan subyek bernuansa abu-abu (middle gray).

incident-reflected-light-meter

Perbedaan cahaya pantulan dengan cahaya langsung

Lalu bagaimana cara untuk mengukur cahaya dengan akurat? Selagi memungkinkan, gunakan alat ukur cahaya khusus, bukan melalui metering kamera. Alat yang dinamakan light meter (atau disebut juga flash meter) ini mengukur cahaya yang sifatnya incident light, bukan reflected light.

Alat ini bisa kita set misalnya kita pilih ISO dan shutter speed, lalu alat ini akan mengukur cahaya lingkungan dan menampilkan angka F number (bukaan lensa). Pada kamera gunakanlah mode Manual, dan pilih shutter, ISO dan bukaan yang sama dengan yang dihitung alat light meter tadi. Tipsnya, ukurlah cahaya yang berada di dekat subyek yang akan kita foto supaya hasil perhitungannya lebih akurat.

Light-meter dan posisi pemakaian

Light-meter dan posisi pemakaian

Jadi yang perlu kita ingat adalah, cara pengukuran cahaya di kamera memang praktis dan cepat, juga cukup bisa diandalkan kecuali saat-saat subyeknya dominan hitam atau putih. Tapi untuk hasil pengukuran cahaya paling akurat, memang perlu tambahan proses dan biaya. Dengan alat light meter eksternal, kita bisa mengetahui berapa setting kamera yang harus diatur supaya didapat nilai eksposur paling tepat, tanpa dipengaruhi oleh sifat dan warna subyek yang difoto.
—————————————————–

Untuk sama-sama belajar dan membahas hal-hal teknis dalam fotografi, termasuk mencoba lightmeter. Anda bisa mengikuti kelas Mastering Teknik dan Artistik Fotografi, bersama saya dan Enche Tjin.

Kelas ini ditujukan sebagai kelas lanjutan bagi anda yang sudah mempelajari dasar fotografi dan tertarik untuk menguasai teknik-teknik praktis untuk hasil foto yang lebih baik.

Jadwal bulan ini di hari Sabtu, 24 Januari 2015 mulai jam 10 pagi.

Tour fotografi Chengdu – Munigou – Jiuzhaigou 23-30 Oktober 2015

$
0
0

Dari pengalaman traveling dan motret sampai saat ini, tempat paling favorit untuk fotografi adalah Jiuzhaigou. Pertama kali saya mengunjungi Jiuzhaigou tahun 2012 yang lalu. Dengan pengalaman sebelumnya, saya merancang tour fotografi dengan itinerary yang lebih mantap lagi. Tour kali ini dijadwalkan musim gugur supaya kita bisa menikmati pemandangan dedaunan yang berganti warna dari hijau menjadi kuning, jingga dan merah.

Perbedaan antara tour fotografi dan tour biasa adalah kita mencari timing yang tepat untuk mendapatkan cuaca yang paling menarik dan kemudian memiliki waktu yang jauh lebih panjang untuk memotret dan menjelajahi suatu daerah. Bagi yang ingin membawa teman atau saudara yang tidak begitu hobi fotografi juga tidak masalah.

Durasi 8 hari 7 malam
Periode: 23-30 Oktober 2015 (Musim gugur)
Standar hotel: 4 Bintang
Maskapai: Singapore Airlines (SQ) transit Singapura
Maksimum peserta: Tempat terbatas 16 peserta.

Beberapa tempat yang akan dikunjungi antara lain:

Kota Chengdu adalah ibukota provinsi Sichuan, yang sudah sangat tua dan bersejarah. Berdiri pada tahun 311 Sebelum Masehi dan merupakan kota utama di China bagian barat. Penduduk kota Chengdu sekitar 14 juta menurut sensus penduduk tahun 2010.

Kita dapat menyaksikan kehidupan penduduk Chengdu yang relatif santai di People Park, yang kental dengan budaya minum teh dan bermain Mahjong dan catur.

Setiap kota besar, biasanya memiliki daerah kota tua. Chengdu juga memiliki kompleks kota tua yang terkenal dengan kawasan Jinli street, yang ideal untuk jalan-jalan, motret, dan belanja oleh-oleh.

Di dekat kota Chengdu, terdapat pusat konservasi Panda terbesar, disini pengunjung dapat melihat Giant Panda yang lucu-lucu dan menggemaskan. Jika beruntung, kita dapat melihat bayi-bayi panda yang imut-imut. Di dalam pusat konservasi ini juga terdapat Red Panda, yang ukurannya lebih kecil dan jauh lebih gesit.

pusat-konservasi-panda

Song Pan adalah kota tua yang masih dikelilingi oleh benteng seperti jaman kerajaan dahulu. Kota ini sangat dekat dengan Munigou dan 3.5 jam dari Jiuzhaigou.

song-pan

Di Dujiangyan, kita bisa melihat sistem irigasi yang dibangun sejak 200 tahun sebelum Masehi dengan teknologi sederhana tapi bisa mengatasi masalah banjir yang melanda daerah ini. Gubernur Li Bing membangun sistem yang mengarahkan air yang berlebih untuk kebutuhan irigasi sehingga provinsi Sichuan menjadi daerah yang subur.

Munigou adalah taman nasional yang terkenal di daerah Sichuan, yang memiliki air terjun bertingkat-tingkat yang sangat indah dengan danau yang tenang.

Jiuzhaigou (Jiuzhai Valley) adalah taman nasional yang terkenal sangat indah dan tercatat dalam UNESCO Heritage Site. di taman nasional yang luas ini, banyak sekali kolam, dan danau yang sangat jernih dengan air yang bewarna-warni. Selain itu terdapat banyak air terjun yang berskala besar dan lebar. Lembah ini dikelilingi oleh bukit dan pegunungan. Dari jauh kita bisa melihat pegunungan bersalju. Di dalam taman nasional ini juga terdapat beberapa kampung suku Tibet.

jiuzhaigou-mirror-lake

Kita akan menjelajahi taman nasional Jiuzhaigou ini selama dua hari penuh untuk mendapatkan hasil foto semaksimal mungkin. Bagi yang perlu bimbingan foto landscape, akan saya bantu di lapangan. Bagi yang suka jalan-jalan, bisa menikmati pemandangan dengan lebih santai dan enjoy.

Cuaca agak dingin, dengan rata-rata 5-15 derajat dan ketinggian 2000-2500 meter. Sehingga dibutuhkan pakaian yang cukup tebal dan membawa perlengkapan obat-obatan pribadi. Di dalam taman nasional Jiuzhaigou, kita banyak jalan, mungkin 4-5 km sehari, tapi medan tidak ekstrim/bahaya. Sudah ada platform dan tangga-tangga untuk pejalan kaki.

nuorilang-jiuzhaigou

Foto-foto lainnya bisa dilihat di galeri foto saya.

Hari pertama – 23 Oktober 2014 
Tiba di kota Chengdu, makan malam, check-in hotel, istirahat

Hari kedua – 24 Oktober 2014 
Mengunjungi Panda Conservation Center di pagi hari, People Park dan Jinli Street. Bermalam di Chengdu

Hari ketiga – 25 Oktober 2014 
Hari ini kita menuju kota Song Pan. Bermalam di Song Pan.

Hari keempat – 26 Oktober 2014
Mengunjungi Taman nasional Munigou Valley, sorenya menuju ke Jiuzhaigou.

Hari kelima – 27 Oktober 2014
Di dalam taman nasional Jiuzhaigou

Hari keenam – 28 Oktober 2014
Di dalam taman nasional Jiuzhaigou

Hari ketujuh – 29 Oktober 2014
Perjalanan dari Jiuzhaigou ke Dujiangyan, bermalam di Dujiangyan.

Hari kedelapan – 30 Oktober 2014
Mengunjungi sistem irigasi Dujiangyan, lalu menuju ke kota Chengdu dan malamnya menuju airport untuk kembali ke tanah air.

Biaya Tour: $1450 

Biaya tiket pesawat bervariasi. Saat ini sekitar Rp 7.000.000,-

Pasti berangkat seberapapun pesertanya. Tidak dikenakan biaya tambahan jika peserta sedikit jumlahnya.

Biaya tour sudah termasuk

  • Transportasi selama di China
  • Akomodasi hotel 4* 1 kamar berdua
  • Konsumsi selama tour (sarapan di hotel, makan siang, makan malam)
  • Semua tiket masuk objek wisata
  • Tour guide lokal
  • Bimbingan fotografi bagi yang membutuhkan oleh Enche Tjin

Tidak termasuk

  • Tiket pesawat terbang
  • Visa China (Rp 540.000) per orang
  • Belanja kebutuhan pribadi
  • Tips untuk tour guide driver ($4 sehari atau total $32)
  • Aktivitas lain yang tidak tercakup dalam itinerary
  • Asuransi perjalanan

Jika ingin kamar sendiri (single supplement), ada biaya tambahan sebesar $600

Rekomendasi
Kamera, lensa wide, lensa telefoto, filter polarizer (CPL), filter ND, tripod, baterai ekstra dan memory card secukupnya.

Pakaian hangat termasuk jaket tebal, karena suhu dingin, sekitar 5 derajat Celcius dipagi hari dan 20 derajat Celcius di siang hari.

Cara mendaftar

Hubungi kami Iesan/Enche 0858 1318 3069 atau E-mail: infofotografi@gmail.com

Kemudian melakukan downpayment untuk pembelian tiket pesawat Rp 11.000.000.
Sisa biaya dilunasi satu bulan sebelum keberangkatan.

No rekening Enche Tjin: BCA 4081218557, Mandiri 1680000667780.

Mengubah logo Lightroom dan tipografi modul

$
0
0

Panel atas Lightroom, yang berisi logo dan modul  seperti gambar dibawah ini bisa diganti tampilannya, misalnya dengan mengubah logo, dan juga warna modul.

Logo-nameplate-Lightroom

Caranya seperti berikut:

1. Klik kanan pada logo Lightroom disebelah kanan atas
2. Klik Change Identity Plate
3. Pilih Personalized

Personalisasi-logo-lightroom

Disini kita bisa mengubah tulisan di logo Lightroom, misalnya dengan nama pribadi/usaha. Jika memiliki logo graphic, bisa juga dengan memilih “use graphical identity plate

Tipografi-identity-plate

Tipografi untuk modul juga bisa diubah ukuran, jenis dan warnanya. Saya sendiri mengubah warna modul yang aktif menjadi warna kuning terang dan yang tidak aktif abu-abu tua. Caranya klik kotak disebelah kanan bawah, kemudian pilih warna dan terang gelap yang diinginkan. Dengan mengubah warna modul, saya bisa lebih cepat dan tahu pasti modul mana yang sedang aktif.

warna-modul

———-

Buku tutorial Lightroom langkah demi langkah dari manajemen ke editing bisa dipesan melalui 0858 1318 3069 atau melalui ranafotovideo.com

Infofotografi rutin mengadakan workshop editing dan manajemen foto dengan Adobe Lightroom. Periksa jadwal selanjutnya disini.

Sony A7 mk II Review singkat

$
0
0

Sony A7 mk II merupakan kamera mirrorless bersensor full frame pertama yang memiliki 5 axis stabilization. Kualitas gambar Sony A7 mk II sama persis dengan A7 karena megunakan sensor yang sama. Kualitas gambarnya sudah setara dengan kamera DSLR canggih seharga 15-25 juta.

Saya belum berkesempatan mencoba kamera ini jangka panjang. pertama kali mencobanya 30 menit saat launching di Singapore, dan kemudian sempat mencoba selama satu minggu. Karena padatnya kegiatan mengajar, saya belum sempat hunting foto dengan kamera ini. Sehingga belum bisa memberikan review secara menyeluruh.

Perbedaan terbesar dari desain Sony A7 mk II terletak di bagian atasnya.

Perbedaan terbesar dari desain Sony A7 mk II terletak di bagian atasnya.

Secara desain fisik, ukurannya lebih tipis dari kamera DSLR pada umumnya. Hal ini karena tidak ada cermin dan prisma jendela bidik optik di dalam kamera. A7 mk II termasuk kamera yang cukup padat dan kokoh. Bahannya dari logam magnesium alloy, dan karena ada stabilizer di dalam badan kamera, ada peningkatan berat yang cukup signifikan dibandingkan dengan Sony A7 generasi pertama.

Berat A7 adalah sekitar 400 gram sedangkan A7 mk II bobotnya 599 gram. Sebagai info, 599 gram ini kurang lebih setara dengan kamera DSLR pemula. Meski bobotnya nambah, tapi jika dibandingkan dengan kamera full frame lain seperti Canon 6D, Nikon D610, Sony A7 mk II masih lebih ringan sekitar 150 gram.

Secara desain, saya lebih suka Sony A7 mk II daripada seri A7 yang lain karena grip/genggamannya lebih dalam, dan posisi tombol shutter lebih padat. Bagi yang tangannya tidak terlalu besar, akan nyaman saat memegang kamera ini. Tapi bagi yang tangannya agka besar, mungkin jari kelingking akan menggantung. Dengan pindahnya tombol shutter kedepan, maka di bagian atas kamera ada tempat kosong, dan Insinyur Sony secara bijak menambahkan sebuah tombol custom jadi totalnya 2 (C1, C2).

Fitur baru Sony A7 mk II

Highlight utama A7 mk II adalah 5 axis stabilization. Fitur ini membuat lensa apapun yang dipasangkan ke kamera akan mendapatkan keuntungan stabilizer, sehingga kita dapat mengunakan shutter speed yang lebih rendah saat memotret tanpa mengakibatkan gambar buram karena getaran tangan kita masuk ke foto.

Percobaan singkat yang saya lakukan dengan lensa Sony Zeiss 55mm f/1.8, saya bisa menahan dengan cukup konsisten sampai 1/15 detik (kira-kira 2 stop). Kadang-kadang saya bisa membuat foto yang tajam dibawah  1/15 detik, tapi tidak konsisten. Kadang buram, kadang tajam.

Saya juga pernah mencoba dengan lensa Sony E 24mm f/1.8. Dengan lensa ini saya bisa menahan sukses secara cukup konsisten sampai 1/2 detik (4 stop). Dan dengan lensa Sony FE 70-200mm f/4 OSS, saya bisa mendapatkan sekitar 4 stop (1/10 detik) di 70mm.

Tentunya hasil ini bukan hasil uji laboratorium yang intensif, hasil ini akan sangat bervariasi tergantung dari fotografer dan kondisi lapangan. Tapi pada intinya, image stabilization 5 axis di Sony A7 mk II sangat membantu terutama yang memotret dengan lensa yang tidak memiliki OSS-nya.

Meski sudah mengunakan lensa dengan fitur OSS, dengan memasangkan ke kamera ini juga akan mendapatkan keuntungan, terutama bagi yang sering motret close-up atau makro karena ada fitur ini akan menstabilkan pergerakan kamera X dan Y (naik turun) dan Roll (berputar).

Kinerja autofokus ada peningkatan, terutama deteksi fasa yang lebih cepat dan mirip dengan Sony A6000. Tapi deteksi fasa ini hanya bekerja di bagian tengah saja. Dalam tes Lock-on object tracking di ruangan, kinerja Sony A7 mk II cukup baik, tapi tidak cukup untuk subjek bergerak sangat cepat seperti olahraga/satwa liar.

Kinerja autofokus sedikit lebih baik dari Sony A7 di kondisi gelap, tapi masih kalah dari Sony A7s. Untuk fokus subjek bergerak cepat, pilihan Sony SLT A7 mk 2 yang mengunakan modul AF dedicated masih lebih baik atau kamera DSLR lainnya.

sony-a7mk2

Sony A7 mk II merupakan kamera yang hampir sempurna untuk format full frame. Ukurannya relatif ringkas tapi padat. Genggamannya lebih enak daripada kamera A7 lainnya. Tapi memiliki beberapa kekurangan yakni relatif sedikit berat untuk standar kamera mirrorless. Autofokus phase detection terbatas ditengah saja, dan penggunaan baterai lebih cepat habis.

Kamera ini cocok untuk fotografer yang sering mengunakan lensa lama atau lensa yang tidak memiliki stabilizer. A7 mk II juga cocok untuk fotografer yang suka travel light tanpa tripod tapi tidak ingin mengkompromikan hasil foto.

Kelebihan A7 mk 2

  • 5 Axis stabilization sangat membantu untuk pemakai lensa fix/prime tanpa stabilizer
  • Desain genggaman yang baik
  • Banyak pilihan kustomisasi untuk tombol dan dial
  • Autofokus lebih cepat dan Lock-On cukup akurat untuk subjek yang bergerak 1-15km/jam
  • Kualitas gambar sangat baik dan seimbang antara Megapixel dengan kemampuan low light.
  • Posisi tombol shutter yang lebih baik
  • Bahan kamera lebih baik dan tidak mengkilap (matte)
  • Banyak fitur video termasuk picture profile dan S-log Gamma 2.
  • ISO S-log gamma2 mulai dari ISO 800 daripada 3200 di A7s, mengurangi kebutuhan memakai filter ND.
  • Jenis baterai sama dengan seri A7 dan kamera mirrorless Sony lainnya, jadi bisa tukar-tukaran.
  • Mount lensa sudah diperkuat untuk menahan beban lensa telefoto/panjang.

Kelemahan A7 mk 2

  • Saya berharap body kamera 75-100 gram lebih ringan
  • Kecepatan buka-tutup masih relatif lambat dibandingkan sistem DSLR, yaitu sekitar 1-2 detik
  • Autofokus masih tidak secepat kamera DSLR canggih/Sony A6000 saat tracking subjek bergerak cepat
  • Baterai cepat habis (makanya diberikan satu baterai ekstra)
  • Tidak disediakan external charger (bisa dibeli terpisah)

Workshop street photography Chinatown Jakarta 14-15 Februari 2015

$
0
0

Menjelang tahun baru Imlek, instruktur fotografi kita, Adi Setyo akan mengadakan workshop street photography dengan tema Chinatown Jakarta.

Workshop street photography berlangsung dua hari, hari pertama 14 Februari 2015 adalah pembekalan tentang teknik dan tip komposisi street photography, dan hari kedua, 15 Februari 2015 akan berlangsung acara hunting fotonya.

street-photography-adi-vihara

Lokasi hunting foto akan sekitar Glodok dan Petak sembilan. Untuk tripnya kita bisa mulai dari jalan Kemurnian, disitu kita bisa menemukan beberapa vihara serta gereja berarsitektur seperti klenteng, lalu lanjut ke gang Kalimati, disini kita bisa menemukan penulis kaligrafi cina. pasar yang sangat ramai, kita juga bisa menyusuri petak 9. disini ada toko hio yang paling tua di daerah ini.

Lanjut ke jalan Pancoran, ada toko obat tua dan pasar yang sangat ramai. lalu masuk ke gang Gloria, disini banyak sekali wisata kuliner. ada juga soto betawi bernama AFUNG. meski namanya bahasa mandarin, tetapi soto betawinya halal :)

street-photography-adi-imlekstreet-photography-pancoran

street-photography-adi-petak9

Jadwal acara

Hari Sabtu, 14 Februari 2015 – 13.00-16.00 WIB – Dalam acara perbekalan ini, Adi akan mengulas singkat tentang sapa saja yang perlu diperhatikan dalam street photography dan membuka wawasan peserta tentang berbagai gaya komposisi dan teknik street photography.

Hari Minggu, 15 Februari 2015 – Bertemu di meeting spot pukul 08.30 pagi sampai siang. Kemudian ke Tempat pelatihan Infofotografi sorenya untuk review bahas foto.

Pembimbing: Albertus Adi Setyo

Biaya untuk mengikuti workshop: Rp 495.000 per orang

Maksimum 8 peserta saja

Termasuk makan siang.

Cara mendaftar

1. Hubungi 0858 1318-3069 atau infofotografi@gmail.com

2. Transfer biaya ke BCA 4081218557 atau Mandiri 1680000667780 atas nama Enche Tjin

3. Datang di hari H sesuai dijadwalkan

street-photography-bule-nyasar

Untung rugi mengisi daya baterai kamera via port USB

$
0
0

Belakangan ini semakin sering dijumpai kamera baru dengan sistem in-camera charging, atau cara pengisian daya baterai kamera dengan memasang kabel USB seperti ponsel. Hal ini sangat berbeda dengan cara yang lebih umum kita kenal, yaitu melepas baterai dan memasangnya pada charger yang disediakan dalam paket penjualan. Sudah tentu kamera dengan sistem USB charging ini tidak lagi menyediakan charger khusus, melainkan hanya adapter daya listrik dan sebuah kabel USB. Kita akan bahas apa untung ruginya.USB charge

Dari sisi keuntungan, yang paling menarik adalah standar USB itu sendiri membuat kita tenang saat bepergian. Walau kabel USB kamera tertinggal di rumah, kita masih bisa pinjam kabel USB milik ponsel yang colokannya sama (perkecualian ada beberapa kamera Panasonic yang membuat standar konektor berbeda yang tidak kompatibel dengan kabel USB biasa). Soal kemungkinan adanya perbedaan tegangan dan arus untuk setiap adapter daya, hal ini saya anggap masih dalam batas aman, karena umumnya pengisi daya masa kini sudah didesain standar (perbedaan arus seperti 500 mA atau 1 A akan menentukan kecepatan pengisian baterai saja).

Kamera mirrorless dengan baterainya

Kamera mirrorless dengan baterainya

Bagi yang sering memakai kamera mirrorless tentu merasakan betapa cepatnya baterai kameranya habis. Maka itu sistem pengisi daya USB lebih cocok karena lebih mudah untuk mengisi daya dimanapun, dan tidak selalu harus bertemu colokan listrik. Misal saat kita hendak memindahkan foto di kamera dan menghubungkan kabel USB dari laptop, maka sambil memidahkan data juga sekaligus bisa mengisi daya baterai kamera. Belakangan penggunaan powerbank juga mulai marak untuk mengisi daya baterai kamera khususnya bagi yang travelling dan sulit menemukan sumber listrik. Satu hal yang kita perlu ingat, kamera harus dalam keadaan mati/off baru bisa diisi daya, sehingga selama proses pengisian kita tidak bisa memakai kamera (walau demikian saya menemukan ada beberapa kamera yang tetap bisa on/hidup saat diisi daya, jadi saya bisa memotret sambil mengisi via powerbank; tidak disarankan untuk ditiru, hanya dalam keadaan mendesak saja).

Tertulis jangan memakai kamera saat sedang saat mengisi daya

Tertulis pada poin 3 : jangan memakai kamera saat sedang saat mengisi daya

Lalu apa kerugian cara ini dibanding cara yang lebih umum yaitu melepas baterai dan memasangnya di charger khusus? Pertama adalah sulit mengisi baterai cadangan. Dengan memiliki charger khusus, kita bisa mengisi beberapa baterai secara bergantian. Di sistem pengisian via USB ini, kalau punya baterai cadangan jadi agak repot untuk mengisinya secara bergantian, apalagi bila kamera harus off saat sedang mengisi daya. Kedua adalah potensi rusaknya port USB di kamera dalam jangka panjang bila saat kita memasang / melepas kabel ke kamera cenderung kasar. Port yang rusak bisa jadi akan bad contact atau tidak nyambung, atau bahkan akan punya potensi terjadi hubungan pendek arus yang bisa merusak sistem kamera.

Chargder untuk Samsung NX ini sifatnya aksesori tambahan

Charger untuk Samsung NX ini sifatnya aksesori tambahan

Lalu adakah solusinya bila kamera anda berjenis USB charging? Tips dari saya adalah selalu pasang dan lepaskan kabel dengan hati-hati, sebisa mungkin selalu gunakan adapter daya listrik dan kabel yang disediakan dari paket penjualan. Bila anda tetap lebih suka mengisi daya dengan cara biasa, coba cari tahu di toko apakah dijual charger untuk baterai yang ada di kamera anda sehingga anda punya pilihan dalam mengisi daya baterai kamera.

———————————————————————————

Untuk mengenal lebih jauh fitur-fitur di kamera kita (DSLR, mirrorless, prosumer), ikuti saja acara Kupas Tuntas Kamera Digital.

Jadwal : Minggu, 1 Februari 2015 jam 13.00-16.30 WIB.

Belajar dari fotografer Michael Kenna

$
0
0

Michael Kenna (lahir tahun 1953) adalah seorang fotografer asal Inggris yang terkenal atas foto-foto landscape hitam putih. Gaya fotografi Kenna mudah dikenali yaitu seperti filosofi Zen yang mementingkan simplicity dan minimalism. Gayanya sangat banyak ditiru. Dalam karirnya, Kenna sebagian besar mengunakan kamera medium format yang aspek rasionya 6 X 6 / bujursangkar.

24-abashiri-trees

Dari Michael Kenna, kita dapat belajar:

1. Membuat komposisi yang simple tapi menarik

Biasanya, saat menghadapi pemandangan yang luas, kita cenderung ingin memasukkan semuanya ke dalam bidang foto dengan lensa lebar, tapi Kenna memiliki kecenderungan lain, dia hanya mengambil sudut atau detail tertentu yang menurutnya adalah esensi dari suatu tempat. Hasilnya adalah komposisi yang simple dan menarik karena sudut yang diambil atau momen pengambilan foto yang sangat tepat. Keseluruhan karya Michael Kenna adalah dalam bentuk foto hitam putih yang membantu mempertegas kesan simplicity.

huangshan-kenna

kenna-tree-mountain

2. Teknik Long Exposure

Kenna sering mengunakan teknik long exposure/slow speed (shutter speed yang sangat lambat, dari beberapa menit sampai dengan 10 jam). Kenna juga sering memotret di malam hari. Hasil-hasil fotonya terlihat sangat halus, dan tidak nyata (seperti di alam mimpi). Kenna juga mengunakan elemen-elemen alam seperti kabut untuk memberikan kesan misterius.

3. Square format

Kecuali karya-karya foto di awal karir Michael Kenna, kebanyakan karyanya memiliki format Square/bujursangkar. Hal ini mungkin karena kamera yang digunakan Kenna memang menghasilkan output 1:1, tapi juga merupakan pilihan Kenna. Square format memberikan kesan yang sangat seimbang/balance.

4. Leading line dan keseimbangan geometri

Komposisi garis / leading line, banyak digunakan Kenna untuk foto landscapenya. Misalnya batang-batang yang terlihat di foto dibawah ini. Selain itu, barisan pohon, jalan, dan bangunan sering digunakan Kenna untuk menuntun mata pemirsa dari satu bagian ke bagian foto lainnya.

michael-kenna-step

kenna-leading-line

5. Memanfaatkan shadow dan highlight untuk membuat kesan tiga dimensi

Kenna ahli sekali dalam mengunakan shadow (bayangan) dan highlight (bagian yang terang) untuk memberikan kesan tiga dimensi. Meskipun tonal shadow dan highlight sangat kontras, tapi gradasinya sangat lembut. sehingga terkesan alami.

minimalist-cone-kenna

Gaya fotografi Michael Kenna memang menarik sehingga banyak ditiru. Memang, saat memulai belajar, meniru adalah salah satu cara yang mudah, tapi tentunya kalau menjiplak seratus persen teknik dan gaya komposisi seorang fotografer, kita akan kehilangan jati diri sendiri. Jadikan wawasan ini sebagai inspirasi untuk berkarya dan cobalah bereksperimen dengan berbagai teknik dan komposisi sehingga menemukan gaya fotografi sendiri.

Rekomendasi: Buku-buku Michael Kenna

Semua foto diatas adalah karya foto Michael Kenna.


Analisis foto terbaik majalah Time dan koran NY Times

$
0
0

Fully Syafi - Bromo

Selalu yang saya tunggu di setiap penghujung tahun adalah kumpulan foto-foto terbaik yang dipilih oleh editor. Ini adalah kali pertama saya melakukan konten analisis yang bertujuan untuk mengetahui kira-kira seperti apa pemikiran sang editor dalam memilih foto-foto terbaik di 2014. Saya memilih dua media yang mapan di Amerika yaitu TIME dan NYtime, keduanya versi online.

Alasan saya memilih kedua media ini yaitu, pertama, mereka menyediakan rubrik khusus yang memuat kumpulan foto-foto terbaik di 2014. Kedua, kredibilitas media tersebut sering kali menjadi acuan media lain. Ketiga, keinginan untuk membandingkan 2 media yang sama-sama berasal dari Amerika. Keempat, ingin mengetahui variasi visual, isu, kategorisasi dari foto-foto yang dipilih. Untuk pengumpulan data, saya melakukan screenshot dari setiap foto karena saya ingin menampilkan caption dari foto-foto tersebut dan itu merupakan data primer saya. Jumlah foto dari TIME adalah 99 sedangkan NYtime 100.

Dalam melakukan kategorisasi, setiap foto mendapatkan single-treatment sehingga satu foto tidak saya masukkan kedalam 2 kategori sekaligus. Foto yang sudah masuk kategori Sport tidak akan saya masukkan kedalam kategori features (memang dalam sport terdapat sport-features). Saya hanya ingin mengetahui secara umum saja. Untuk tabel yang pertama, saya mengelompokkan semua foto menjadi tiga kategori, yaitu Spot/Hard News, Features dan Sport. Berikut adalah hasil dari coding yang saya lakukan:

Content_Analysis_Best_Photo_2014_category - TIME_NYtime

Foto yang paling banyak dipilihan oleh editor kedua media tersebut adalah foto dengan kategori spot/hard news. TIME menampilkan 67 foto sedangkan NYtime 57 foto. Dalam kategori ini kedua media memuat berbagai isu, seperti ebola, imigran gelap, MH270, kerusuhan Ukrania, pencari suaka, ISIS, konflik di jalur Gaza. Gunung Sinabung dan Kasodo Bromo juga masuk dalam pilihan editor TIME. Akan lebih baik jika saya juga melakukan konten analisis untuk mengetahui detail variasi isu yang dipilih.

NYtime menampilkan 36 foto features sedangkan TIME menampilan 26 foto features. Yang menarik adalah TIME memilih satu foto wedding di Haifa, Israel. Ini adalah kali kedua saya mengetahui foto wedding bisa menjadi sebuah pilihan di dalam media. Yang pertama adalah ketika dalam  program PPG (Permata Photojournalist Grant) Sasa Kralj, freelance Kroasia, menyampaikan materi caption yang memuat foto wedding di Afrika. Menjadi pelajaran penting bahwasanya wedding bisa memuat news value yang tidak terpikirkan oleh pewarta foto pada umumnya. Ini juga menjadi masukan penting untuk saya pribadi yang sering motret wedding.

Untuk foto sport mendapat porsi yang kecil, yaitu 6 foto di TIME dan 7 foto di NYtime. Untuk foto sport saya lebih tertarik mangamati bagaimana foto Neymar ditandu keluar karena cedera saat Brazil berhadapan dengan Colombia di Piala Dunia silam. Sementara media kita bolanews.com memilih foto selebrasi Neymar di piala dunia sebagai salah satu foto terbaik 2014. Perbedaan cara pandang seorang editor tampaknya harus diketahui oleh fotografer. Beda editor memang beda visual style dan konten yang dipilih.

Selanjutnya saya membandingkan figur-figur apa saja yang ditampilkan dalam foto-foto pilihan editor TIME dan NYtime. Saya memilih lima kategori, yaitu: figur presiden, figur anak kecil, figur mayat, ekspresi kesedihan, dan yang tidak menampilkan manusia. Berikut adalah hasil coding saya:

Content_Analysis_Best_Photo_2014 - TIME_NYtime

Dari data yang saya hasilkan, tampak perbedaan jumlah figur yang ditampilkan oleh kedua media. Dari semua foto yang ada, saya sangaja menarik figur mayat untuk saya bandingkan. Dari 99 foto, TIME menampilkan 8 foto dengan menampilkan figur mayat sedangkan NYtime 5 foto yang menampilkan mayat dari 100 foto. Terlepas dari etika, terdapat sebuah keberanian seorang editor menampilkan foto dengan visual mayat, baik itu implisit ataupun eksplisit. Selain mayat, yang menjadi pusat perhatian saya adalah 20 foto TIME yang tidak menampilkan manusia sebagai subjek. Adalah Glenna Gordon, fotografer yang kerap sekali menampilkan still-life saat liputan di berbagai negara, seperti Ukrainia, Nigeria dan Syria. Termasuk figur catur yang dibuat dari kertas oleh tawanan ISIS yang membuat editor TIME memilih foto tersebut.

Coding berikutnya saya tekankan pada visualisasi dan format foto. Terdengar sepele memang jika hanya format foto yang saya kategorisasikan. Namun hasil berbicara lain. Mari kita lihat hasilnya:

Content_Analysis_Best_Photo_2014_visualisasi - TIME_NYtime

Foto berwarna tampil dominan serta format horisontal masih menjadi favorit para editor, hanya 1 foto dengan format vertikal yang dipilih oleh TIME dan NYtimes. Data ini menunjukkan bahwa foto dengan format horisontal memiliki kelebihan dalam menampilkan berbagai elemen visual yang mendukung sebuah cerita dibalik foto. Yang menjadi catatan penting adalah tidak ada penggunaan lensa super-wide yang menyebabkan subjek di pinggir foto bengkok terdistorsi. Hal yang kontras terjadi di Indonesia. Euforia menggunakan super-duper-wide-lens membuat manusia distorsi sana-sini dan masuk koran pula. Keren untuk artistik, namun mungkin editor luar negeri menganggap artistik adalah faktor kesekian setelah konten. Ada editor yang suka distorsi ada pula yang tidak. Memang foto sangat tergantung selera siapa yang memandang dan siapa yang memilih.

Data-data yang saya sajikan memang belum 100% reliable dan valid karena belum ada coder yang lain yang mengkonfirmasi sudut pandang saya. Namun ini menjadi catatan penting untuk bagaimana pola berpikir seorang Editor. Saya sangat bangga ketika foto mayestik BROMO mas Fully Syafi masuk dalam jajaran foto TOP 100 TIME. Saya bangga karena beliau adalah kakak kelas saya, kakak pembina saya di Universitas Muhammadiyah Malang. Dalam TOP 100 tahun ini terdapat 2 fotografer Indonesia yang masuk. Hal ini membanggakan karena Indonesia bisa bersaing dengan negara-negara lain, meskipun tanpa hadiah atau piala. Penghargaan seperti ini yang seharusnya mulai diterapkan di Indonesia. Apakah di Indonesia tidak ada penghargaan non-formil seperti ini? Saya melihat di website biro Antara, hanya ada 6 foto pilihan Editor yang sudah lama. Mengapa media di Indonesia yang sudah ada versi online-nya tidak membuat penghargaan semacam ini. Sepertinya akan keren jika mendengar TOP 100 foto 2014 versi Kompas.com, versi Tempo.co versi Republika, versi Sindo dll. Apakah pewarta foto Indonesia hanya menunggu APFI saja yang diadakan setiap tahunnya? Tidak adakah tempat sebagai apresiasi pewarta foto semacam yang dilakukan TIME dan NYtime secara online ini? Lalu sempat terbesit sebuah pertanyaan di awal tahun 2015 ini, Dimanakah EDITOR FOTO media online Indonesia?

Salam 2015
Radityo Widiatmojo

Tinjau fitur flash Shanny SN600C-RF dan transceiver SN-E3-RF untuk kamera Canon

$
0
0

Kali ini kita kedatangan dua buah produk baru dari Shanny, yaitu pertama adalah flash eksternal SN600C-RF (C menandakan kompatibel dengan TTL Canon), dan produk lainnya adalah satu pasang Wireless E-TTL Flash Trigger SN-E3-RF. Kode RF sendiri maksudnya adalah Radio Frequency, memakai kanal 2,4 GHz. Trigger Shanny ini berjenis transceiver yang berarti bisa menjadi pengirim sinyal (TX/transmitter) atau penerima (RX/receiver). Karena memakai sistem frekuensi radio, antara unit TX dan RX bisa tetap terkoneksi walau dipisahkan hingga sejauh 200 meter. Bagaimana tinjauan kinerja dan konfigurasi pemakaian peralatan ini, kita akan bahas selengkapnya.

Flash SN600C-RF sendiri merupakan flash eksternal yang punya fitur cukup lengkap, berkekuatan besar dan punya fitur wireless yang kompatibel dengan trigger SN-E3-RF. Fitur unggulan flash SN600C-RF diantaranya kemampuan E-TTL Canon, High Speed Sync (HSS), Multi flash, dan GN 60. Seperti flash SN600SC yang sudah direview sebelumnya, kali ini SN600C-RF juga punya bentuk luar yang sama, dengan layar LCD besar dengan backlit, roda putar dan berbagai tombol. Flash ini ditenagai oleh 4 baterai AA, punya slot samping seperti 3.5 sync, PC sync dan external power. Untuk kebutuhan update firmware juga tersedia USB port di dekat baterai. Fasilitas wireless di SN600C-RF punya pengaturan grup (A/B/C) dan channel (hingga 15 channel) sehingga bisa diaplikasikan untuk banyak flash. Sayangnya flash ini tidak punya pilihan slave TTL dengan wireless optik yang dikendalikan dari flash kamera Canon, yang ada hanya slave manual biasa (S1 dan S2).

Flash & trigger Shanny

Transceiver SN-E3-RF karena merupakan peranti yang multifungsi maka dia bisa dipasang di atas kamera ataupun bisa dipasang dengan flash eksternal. Sepintas ukuran transceiver ini memang tampak cukup besar, bahkan lebih besar dari produk sejenis dari produsen lain. Kualitas fisik secara umum cukup baik, plus ada layar kecil untuk meninjau setting. Sayangnya tidak ada fitur lampu AF-assist di bagian depan unit ini sehingga kamera akan kesulitan mencari fokus saat gelap. Diatasnya terdapat dudukan flash yang bisa dipakai untuk memasang flash lain jika perlu, tapi tidak dianjurkan untuk pemakaian dalam jangka waktu lama karena selain berat, tidak begitu stabil.

Pemakaian dan konfigurasi sistem

Trigger SN-E3-RF

Untuk bisa mengendalikan flash SN600C-RF secara wireless, kita perlu memasang unit trigger SN-E3-RF di atas hot-shoe kamera merk Canon seperti gambar di atas. Adapun modenya harus dalam posisi TX (transmit) karena akan difungsikan untuk mengirim sinyal. Sebagai penerima, tentunya flash SN600C-RF dipasang di mode wireless slave 2,4 GHz E-TTL. Karena dalam paketnya transceiver SN-E3-RF ada dua unit maka unit satu lagi bisa dipakai di mode RX (receiver) dan dipasang dengan flash lain bila perlu (sehingga total ada dua flash yang menyala). Flash lain yang disarankan adalah yang kompatibel dengan sistem Canon, supaya TTL-nya bisa bekerja normal, misalnya semua flash Canon EX (430, 580, 600 dsb), Yongnuo 568 EX II, Shanny SN-600SC. Tapi kalau flash yang tidak kompatibel dengan sistem Canon (contohnya flash Nikon), minimal kita masih bisa set kekuatannya secara manual di flashnya.

Jadi konfigurasi yang bisa dilakukan :

  • sebuah unit Shanny SN-E3-RF di pasang diatas kamera Canon, diset di mode TX (sebagai transmitter)
  • sebuah flash SN600C-RF di mode wireless E-TTL
  • bila perlu, sebuah flash lain dipasangkan dengan satu unit Shanny SN-E3-RF di mode RX (sebagai receiver)

Pengaturan Channel dan Grup di Shanny RF

Di unit transceiver SN-E3-RF selain ada pilihan mode RX atau RX di sisi kanan, juga disamping kirinya ada tombol ABC untuk memilih grup. Di bagian depan ada tombol CH+ dan CH- untuk memilih kanal (bisa hingga 15 kanal) untuk memastikan tidak terjadi interferensi dengan alat lain. Saat dipilih ke mode TX, maka tombol ABC bisa ditekan untuk pilihan apakah hanya ingin satu grup (misal A/B/C), dua grup (AB/BC/AC) atau tiga grup (ABC). Sedang di mode RX kita tentunya hanya bisa memilih salah satu grup saja (A/B/C). Karena keterbatasan ukuran layar LCD di trigger, kebanyakan pengaturan flash dilakukan di menu kamera (masuk ke shooting menu > flash control > external flash setting) dan tampilannya akan seperti ini :

Opsi Extermal - manual

Sebaliknya saat Shanny SN-E3-RF dipasang diatas kamera Canon, maka pengaturan built-in flash tidak bisa dilakukan. Ilustrasi pesan yang muncul seperti ini :

Shanny mounted - on

Melalui kamera, kita bisa memilih apakah ingin menggunakan flash dalam mode apa : TTL, Manual atau Multi flash (repeat). Lalu ada juga pilihan zoom yang kita inginkan, mode shutter sync (first, second atau high speed) dan kompensasi/kekuatan flash. Setelah kita memilih semua settingnya maka kamera akan memberikan sinyal berisi data yang semestinya untuk dikirim ke flash eksternal, tapi oleh Shanny SN-E3-RF ini data tersebut diambil dan dikirimkan melalui frekuensi 2,4 GHz ke unit penerima (RX) dan dikodekan lagi untuk dikirimkan ke flash eksternal yang terpasang di unit RX tersebut. Selanjutnya kita tinggal tes konfigurasinya dengan menekan tombol test di unit SN-E3-RF di atas kamera, dan jika semua settingnya sudah benar maka flash akan menyala.

Kesimpulan

Secara umum, sistem flash SN600C-RF dan transceiver SN-E3-RF ini merupakan sistem yang canggih karena saat artikel ini ditulis, hanya sedikit flash yang memiliki fitur built-in radio receiver. Sistem flash ini juga cukup mudah untuk di set-up dan bisa diandalkan dalam praktik. Pemakai kamera Canon bisa menggunakan beberapa flash yang dikendalikan secara wireless 2,4 GHz yang handal, dengan tetap mempertahankan fungsi TTL-nya. Untuk pengaturan di unit SN-E3-RF cukup simpel karena kita hanya memilih channel dan grup, sedangkan opsi TTL/manual/multi, shutter sync dan kompensasi diatur melalui menu di kamera. Namun untuk kompatibilitas dari sistem Shanny RF memang terbatas, contohnya dia tidak kompatibel dengan sistem wireless dari Canon (baik Canon RT maupun Canon optical slave).

Keunggulan

  • Flash SN600C-RF berkekuatan besar dan fitur lengkap (HSS, Multi flash, E-TTL, dll)
  • Dapat dua transceiver SN-E3-RF
  • Sistem flash dan trigger relatif compact (ringkas)
  • Harga flash dan transceiver relatif murah
  • Sistem radio wireless dengan jangkauan yang jauh

Kelemahan

  • Merupakan sistem yang cukup tertutup, tidak compatible dengan sistem radio flash Canon
  • Tidak ada mode Slave Canon baik E-TTL/Manual.
  • Mengganti mode-mode flash tertentu harus di menu kamera

Harga unit flash Shanny SN600-RF Rp 1.750.000 dan sepasang transceiver SN-E3-RF Rp 850.000.
Jadi totalnya Rp 2.600.000, sudah dapat flash canggih plus sepasang transceiver 2,4 GHz.

Menurut saya kombo ini masih merupakan deal yang bagus. Cocok juga bagi yang sudah memiliki flash Canon EX atau compatible dengan sistem Canon.

Untuk memesan transceivers dan Flash SN-600 C-RF ini, bisa menghubungi 0858 1318 3069 atau email: infofotografi@gmail.com

Review lensa Zeiss ZF.2 100mm f/2 Makro Planar untuk kamera DSLR Nikon

$
0
0

Lensa Zeiss ZF.2 100mm Makro Planar f/2 yang saya uji kali ini adalah lensa yang dibuat dengan mengacu ke standar kualitas Zeiss dari Jerman yang sangat tinggi. Lensanya sendiri Made in Japan. Fisik lensa terbuat dari logam dan sesuai dengan kode ZF.2, lensa ini dirancang untuk kamera DSLR Nikon. (Untuk mount Canon EOS juga tersedia, dengan kode ZE). Karena ada pin kontak elektronik antara lensa dan kamera, lensa ini compatible dengan mode-mode exposure kamera DSLR, seperti Program (P), Aperture Priority (A), Shutter Priority (S) dan manual exposure (M).

zeiss-100mm-f2-zf2

DESAIN

Fisik lensa ini sangat kokoh, karena terbuat dari logam, termasuk barrel manual fokus dan lens hoodnya juga tanpa terkecuali. Karena itulah lensa ini terasa sedikit berat (kurang lebih 680 gram dengan lens hood). Meskipun demikian, saya masih merasa nyaman untuk mengunakannya dalam waktu beberapa jam. Kualitas fisik memang jauh lebih baik daripada kebanyakan lensa modern saat ini yang kebanyakan mengunakan bahan plastik dan karet.

Untuk lensa versi ZF.2, ada ring aperture sehingga fotografer atau videografer dapat mengubah bukaan dengan memutar lensa. Untuk yang ingin mengendalikan aperture dari kamera juga bisa. Sebelumnya pastikan bukaan lensa terkunci di bukaan yang paling kecil (angka paling besar).

Lensa ini tidak memiliki fungsi autofokus, sehingga akuisisi fokus dilakukan secara manual dengan memutar ring fokus di badan lensa. Saat fokus di objek yang dekat, fisik lensa menjadi lebih panjang. Pilihan jarak untuk fokus dari yang terdekat yaitu 44mm ke tak terhingga sangat panjang, yaitu 350 derajat. Dengan demikian, akurasi manual fokus bisa sangat tepat. Karena hanya bisa manual fokus, lensa ini kurang cocok untuk fotografi aksi seperti olahraga, liputan, dan subjek yang bergerak.

leaves-zeiss-100mm

Data teknis: ISO 400, f/2.8, 1/500 detik

KUALITAS GAMBAR

Menguji dengan kamera digital SLR full frame Nikon D600 dengan resolusi 24 MP saya mendapati kualitas gambarnya sangat baik. Bagian yang fokus sangat tajam dan detail, sedangkan bagian yang tidak fokus sangat halus bokeh (blur-nya). Blur yang sangat halus di bukaan maksimal f/2 sangat impresif. Jarang lensa yang bagian fokusnya bisa sangat tajam, dan latar belakangnya sangat blur.

Lensa ini cukup fleksibel, hampir setiap bukaan menghasilkan hasil yang sangat tajam. Dari bukaan terbesar lensa (f/2) ini sudah cukup tajam, dan mencapai ketajaman maksimum di bukaan f/5.6. Difraksi lensa mulai membuat gambar berkurang ketajamannya sedikit di f/16 terutama di f/22.

sharpness-zeiss-100mm

Klik untuk ukuran 100%

Lensa fix focal-length medium telefoto ini juga nyaris tidak ada distorsinya, sehingga ideal untuk foto repro atau panorama pemandangan.

Vinyet (gelap di ujung foto) cukup terkendali sekitar 1 stop di bukaan terbesar, vinyet hampir tidak ada setelah bukaan ditutup ke f/4. Hal ini termasuk sangat bagus untuk ukuran lensa berbukaan sebesar f/2.

vinyet-zeiss-100mm-macro

Seperti lensa bukaan besar lainnya, chromatic abberation tetap ada, terutama di bukaan f/2 dan saat ada cahaya yang kuat dari belakang subjek. Warna hijau dan magenta bisa muncul di daerah yang kontras. Salah satu solusinya adalah menutup bukaan lensa atau mengoreksinya di post processing (editing).

orangutan-zeiss-100mm

Data teknis: ISO 400, f/2, 1/400 detik

KESIMPULAN

Harga lensa Zeiss saat review ini dibuat adalah Rp 19.320.000. Sekilas, harganya cukup tinggi dibandingkan dengan lensa-lensa makro dari merek lainnya, tapi menurut saya sebanding dengan kualitas optik dan material body lensa. Lensa berkualitas dari Zeiss juga memiliki nilai purna jual yang relatif tinggi. Kualitas optiknya up-to date untuk kamera DSLR beresolusi sangat tinggi, baik 24, 36 bahkan lebih tinggi lagi.

Sekilas, ketiadaan fungsi autofokus mungkin menjadi dealbreaker untuk sebagian besar fotografer, tapi bagi fotografer / videografer yang menginginkan akurasi fokus yang terbaik, lensa ini sangat ideal. Lensa manual fokus juga lebih jarang rusak dibandingkan dengan lensa yang memiliki motor fokus. Artinya lensa ini akan tetap bisa diandalkan dalam waktu berpuluh-puluh tahun kedepan.

Lensa Zeiss 100mm f/2 Makro ini cocok untuk beberapa jenis fotografi, khususnya foto still life, product, close-up/makro, portrait, fine art. Lensa ini ideal untuk fotografer yang menginginkan kualitas foto terbaik dan ingin menentukan fokus yang benar-benar akurat. Untuk videografer terutama videografer liputan/dokumenter juga cocok, karena dapat mengubah bukaan langsung saat merekam video dengan memutar ring fokus di lensa.

Meskipun lensa Zeiss ZF.2 100mm f/2 Makro planar ini memiliki beberapa kelemahan seperti tidak ada autofokusnya dan ada sedikit chromatic abberation di daerah yang kontras, tapi secara keseluruhan lensa ini sangat baik dari sisi kualitas fisik casing dan optiknya. Sangat mudah bagi saya untuk merekomendasikan lensa ini bagi fotografer perfectionist yang ingin membuat foto yang tajam sekaligus latar belakang blur yang mulus di kamera beresolusi tinggi.

pier-paola

Krop 100% dari foto diatas – Data teknis: f/7.1, ISO 100, 1/160 detik, flash + strip box. Talent: Pier Paola – Klik untuk ukuran penuh

KELEBIHAN Lensa Zeiss 100mm macro

  • Sangat tajam secara konsisten di bukaan f/2-f/16
  • Resolving power yang sangat bagus, cocok untuk kamera DSLR beresolusi tinggi
  • Jarang ada lensa makro yang bukaan maksimumnya f/2.
  • Kualitas fisik dari logam
  • Focus throw yang panjang hampir 360 derajat.
  • Distorsi hampir tidak ada
  • Kualitas bokeh sangat lembut dengan gradasi yang halus
  • Ukuran cukup ringkas saat tidak digunakan, panjangnya 11.3 cm
  • Kualitas fisik lens hood yang sangat baik (dari logam) dan tidak terlalu besar.
  • Weathersealed – anti air dan debu
  • Marka tanda jarak fokus dan hyperfokal jelas.

KEKURANGAN

  • Chromatic abberation di pencahayaan yang kontras
  • Saat fokus subjek yang dekat, fisik lensa memanjang
  • Perbesaran maksimal lensa makro adalah 1:2
  • Tidak ada autofokus
  • Tidak ada stabilizer

SPESIFIKASI
Panjang x lebar 76 x 113mm
Berat 680 gram
Filter thread 67mm (tidak berputar)
ZF.2 : untuk mount Nikon
Focus throw: 350 derajat
Magnifikasi: 0.5 / 1:2
Jarak fokus terdekat: 44 cm

dua-telur-zeiss-100mm

ISO 100, f/2.8, 1 detik

——-

Ingin membeli lensa makro 100mm f/2 ini, atau lensa Zeiss lainnya? Kami bisa bantu, hubungi 0858 1318 3069 / infofotografi@gmail.com
Harga: Rp 19.320.000,-

Canon 5DS dan 5DS R pecahkan rekor sebagai kamera DSLR dengan Megapixel terbanyak

$
0
0

Hari ini Canon mengumumkan kamera DSLR baru beresolusi terbanyak untuk format full frame DSLR saat ini yaitu 50 MP. Ini merupakan angin segar bagi penguna dan pemilik kamera dan lensa Canon. Sudah tepat tiga tahun sejak Nikon mengumumkan Nikon D800 yang beresolusi 36MP, baru sampai hari ini Canon bisa menyamai dan sekaligus melewati batas megapixel ini. Sebagai kamera kelas atas Canon saat ini, harganya juga lumayan tinggi, yaitu US$ 3700 dan US$3900 (Sekitar Rp 47-49 juta dengan kurs 1 USD = Rp 12600).

canon5ds-r

Secara fisik, Canon 5DS dan R mirip sekali dengan Canon 5D mk III. Ini merupakan hal yang bagus, karena pengguna 5D mk III akan merasa terbiasa saat mengunakan kamera Canon 5DS. Di kamera ini, Canon melakukan sedikit modifikasi di mekanisme cermin dan base plate tripod supaya ketajaman foto bisa maksimal. Perlu dicermati juga bahwa 5DS ini bukan untuk menggantikan Canon 5D mk III. Untuk berbagai jenis fotografi, Canon 5D mk III masih lebih serba guna.

Perbedaan antara 5DS dan 5DS R, terletak pada konfigurasi filter AA (Anti Alias) di depan image sensor. Yang 5DS R memiliki filter tambahan yang membatalkan filter AA sehingga hasil foto menjadi lebih tajam, tapi beresiko memunculkan pola moire dan false color (salah warna). Konsep ini mirip dengan kamera Nikon D800 dan D800E, bedanya kalau D800E langsung menghilangkan filternya, tapi yang Canon menambahkan filter tambahan. Keuntungan memasang filter yang membatalkan filter AA adalah letak focal plane image sensor kamera ini tetap sama.

Saran saya untuk foto subjek yang organik seperti landscape atau nature, lebih baik yang 5DS R, tapi untuk foto objek yang berpola seperti produk, arsitektur, fashion, atau yang juga akan mengunakan kamera ini untuk merekam video, lebih baik yang 5DS.

Canon EOS 5DS ini memang bukan kamera yang dirancang untuk fotografi secara umum, tapi lebih khusus untuk fotografer yang ingin menangkap detail semaksimal mungkin dengan tujuan cetak besar atau cropping foto. Contohnya fotografer landscape, produk, fashion.

Kekurangan resolusi tinggi adalah noise akan lebih banyak saat setting ISO tinggi (800+). Maka itu, 5DS ini tidak bisa menyamai kehandalan 5D mk III dan 6D dalam hal memotret di kondisi cahaya gelap dengan cahaya apa adanya (available/ambient light). Canon membatasi rentang ISO native 5DS antara 100-6400 saja, dan bisa di extend ke 12800.

Praktik terbaik saat mengunakan Canon 5DS adalah mengunakan tripod yang kokoh, atau jika di studio, mengunakan lighting yang cukup terang. Selain itu, pilihan lensa juga harus sangat diperhatikan. Untuk memaksimalkan hasil foto, beberapa lensa yang saya anjurkan adalah sebagai berikut: Canon 24-70mm f/2.8 II, Canon 70-200mm f/2.8 IS II, Canon 70-200mm f/4 IS, Canon 200-400mm f/4 IS, 16-35mm f/4 IS. Lensa-lensa fix telefoto juga keren saat mengunakan kamera ini, seperti: 135mm f/2, 200mm f/2 IS, 300mm f/2.8 dan seterusnya. Lensa berkualitas tinggi oleh Zeiss seperti Zeiss Otus 55mm f/1.4, 85mm f/1.4 dan 135mm f/2 akan cocok sekali dengan kamera ini.

Difraksi juga harus diperhatikan, setting bukaan yang optimal untuk kamera ini adalah f/8, jika terlalu besar, bagian sudut-sudut foto tidak begitu tajam, dan kalau terlalu kecil, difraksi akan membuat keseluruhan foto menjadi kurang tajam.

Intinya, kamera ini bukan kamera ideal untuk snapshoot (asal jepret), tapi lebih dikhususkan untuk fotografer yang memang memahami teknik fotografi untuk memaksimalkan hasil foto. Jika teknik fotonya bagus, dan didukung dengan tripod, pencahayaan dan lensa yang berkualitas, maka fotografer tersebut akan mendapatkan hasil foto dengan detail dan ketajaman yang mencengangkan.

Contoh-contoh foto dengan Canon 5DS sudah tayang di situs resmi Canon. 5DS R juga demikian. Silahkan mengamati dengan seksama. Info lain tentang Canon 5DS bisa dilihat di situs Canon Pro Network.

Spesifikasi Canon 5DS/R

  • 50 MP CMOS sensor
  • ISO 100-6400 (extended 12800)
  • 61 titik autofocus
  • Dual Digic 6 Processor
  • Kecepatan foto berturut-turut 5 fps
  • Video full HD 30p
  • LCD resolusi 1 juta (tidak bisa diputar)
  • kartu memori CF & SD
  • USB 3.0

——-
Bingung memilih kamera dan lensa yang tepat untuk berbagai pemotretan? Buku panduan Smart Guide ini akan membantu.

Infofotografi juga rutin menyelenggarakan kursus fotografi dan tour fotografi. Anda bisa melihat jadwal dan materinya disini.

Canon 750D dan 760D : Kamera DSLR canggih untuk pemula

$
0
0

Seri Canon XXXD yang berawal dari Canon EOS 300D-750D ini merupakan seri legendaris Canon yang paling laris karena bentuknya relatif compact, fiturnya cukup lengkap dan harganya ekonomis. Di pasar Amerika, seri ini dinamakan seri Rebel, kalau di Jepang diberi nama KISS. Harga Canon 750D sama seperti namanya yaitu USD $750 (Rp 9.400.000) , dan Canon 760D USD $860 (Rp  1.080.000). Kurs Rp 12.600.

canon-750d-760d

Canon EOS 750D & 760D merupakan penerus 650D dan 700D. Kelebihan utamanya terletak di image sensor yang sudah ditingkatkan megapixelnya menjadi 24 MP. Sistem autofokus juga ditingkatkan dari 9 titik menjadi 19 titik, warisan dari Canon EOS 7D dan 70D. Selain itu, sistem metering (pengukuran cahaya),  kinerja autofokus saat live view juga ditingkatkan. Kamera tanpa Wifi saat ini kesannya aneh, maka itu Canon 750D dan 760D juga sudah ada WiFi + NFC built-in.

Peningkatan-peningkatan tersebut menurut saya merupakan sesuatu yang cukup signifikan sehingga daya saing kamera ini tetap kuat karena berhadapan dengan kamera DSLR lainnya dan juga kamera mirrorless yang sudah banyak mengunakan image sensor 24 MP dan autofokus yang cepat. Meskipun menurut saya sebenarnya 18 MP sudah cukup untuk sensor ukuran APS-C.

Canon memilih membuat dua jenis kamera tahun ini, seri 750D dan 760D. Perbedaannya antara keduanya yang dominan terletak di fisik kameranya. Canon 760D memiliki roda dial di bagian kamera, sehingga saat memotret di mode M, pengguna tidak perlu menahan tombol Av lagi untuk mengubah setting aperture/bukaan lensa.

Di bagian atas kamera juga terdapat LCD untuk melihat setelan kamera seperti kamera Canon 70D. Adanya layar LCD diatas mengurangi beban baterai dan setting jadi lebih jelas saat memotret di kondisi outdoor yang sangat terang. Keungulan ketiga 760D adalah di saat liveview, 760D autofokusnya bisa untuk mengikuti subjek yang bergerak. Harga keduanya terpaut USD $100 (Rp 1.25 juta).

Perbedaan Canon 750D dan 760D jelas terlihat di bagian belakang dan bagian atas kamera.

Perbedaan Canon 750D dan 760D jelas terlihat di bagian belakang dan bagian atas kamera.

Bagi saya, Canon EOS 760D lebih menarik, karena kelebihan-kelebihan yang saya ulas diatas. Tapi bagi yang budgetnya sangat terbatas, Canon 750D gak masalah karena sama-sama mampu menghasilkan kualitas foto dan video yang sama baiknya. Kemungkinan besar saya akan membeli 760D untuk kebutuhan kelas (upgrade dua tahunan) dan juga untuk dipakai Iesan, tapi tentunya hanya kalau dia approve dana keluar. Hehehe…

Spesifikasi utama Canon 750D/760D

  • 24 MP APS-C CMOS Sensor
  • DIGIC 6 processor
  • 19 titik autofocus
  • ISO 100-12800 expandable ke 25600
  • 5 foto per detik
  • LCD touchscreen yang bisa diputar
  • WiFi + NFC
  • Video full HD 30p

Sample gambar dan video hasil Canon 750D bisa dilihat di sini, dan Canon 760D bisa dilihat di sini.

——-
Bingung memilih kamera dan lensa yang tepat untuk berbagai pemotretan? Buku panduan Smart Guide ini akan membantu.

Infofotografi juga rutin menyelenggarakan kursus fotografi dan tour fotografi. Anda bisa melihat jadwal dan materinya disini.

Viewing all 1544 articles
Browse latest View live