Quantcast
Channel: InfoFotografi
Viewing all 1544 articles
Browse latest View live

Mengatur mode exposure di kamera Fujifilm X-T1

$
0
0

Belakangan ini, banyak murid-murid saya yang mengunakan kamera mirrorless. Diantaranya Fujifilm XT-1 merupakan salah satu kamera yang cukup populer. Kebanyakan memang bukan murid baru, tapi memang yang sudah berpengalaman dengan kamera DSLR. Sudah beberapa kali saya menerima permintaan privat untuk cara setting kamera Fuji XT-1 yang cukup unik ini.

Satu dua hari belakangan ada yang mendaftar kursus online dan juga mengunakan kamera XT-1, dan kebetulan di beberapa modul berisi penugasan untuk foto dengan berbagai mode kamera. Jadi sebagai pelengkap, saya akan membahas bagaimana setting mode exposure dengan XT-1. Mudah-mudahan semua pengguna XT-1 bisa terbantu dengan tulisan ini.

Pengaturan mode exposure di Fujifilm XT-1 ini berbeda dengan kamera digital pada umumnya. Biasanya di kamera digital ada mode exposure kamera yang berupa roda kecil yang terletak di bagian atas kamera. Tapi di Fuji XT-1 ini tidak ada.

fujifilm-x-t1-top

fujifilm-10-24mm

Bagian samping kiri lensa

Mode Program (P): Shutter speed dan bukaan lensa di set ke A (Auto), ISOnya bebas, boleh di A atau yang lain
Mode Aperture Priority (A/Av): Shutter speed di set ke A
Mode Shutter Priority (S/Tv): Bukaan lensa di set ke A
Mode Manual: Set sendiri nilai shutter speed, bukaan dan ISO (Jangan ada  yang di A)

Lalu mode-mode lainnya bagaimana? misalnya mode beauty / soft portrait, mode sunset, mode landscape, sports dan sebagainya? Maaf, kamera Fujifilm X-T1 tidak punya mode semacam itu karena Fuji berasumsi pembeli kamera ini sudah cukup berpengalaman dan tidak membutuhkan scene mode otomatis seperti itu.

Catatan tambahan:

  • Nilai shutter speed yang bisa dipilih di roda shutter terbatas. Katakanlah jika ingin memilih 1/40 detik bagaimana? Pertama putar dulu ke shutter speed yang mendekati, misalnya 1/30 atau 1/60 detik, kemudian putar roda/dial depan sampai angka shutter speed di LCD/layar monitor menunjukkan angka 1/40 detik.
  • Saat mengunakan lensa yang tidak memiliki ring untuk mengubah bukaan, misalnya lensa Fuji 28mm f/2.8, putar roda belakang untuk mengubah nilai bukaan.

Review Sony FE 28mm f/2 di Sony A7s

$
0
0

Sony FE 28mm f/2 adalah salah satu dari empat lensa baru dari Sony dirilis awal tahun 2015. Lensa ini ditujukan untuk pengguna kamera Sony bersensor full frame yaitu seri Sony A7, tapi juga memungkinkan untuk digunakan di kamera Sony yang bersensor APS-C seperti Sony NEX, A5000,A6000 dll. Saat di pasang di kamera Sony NEX/A6000, maka sudut pandangnya jadi lebih sempit/tele yaitu ekuivalen dengan 42mm (28mm x 1.5). Dalam shooting report kali ini, saya memasangkan lensa ini ke kamera Sony A7s.

Harga lensa Sony FE 28mm f/2 saat saya menulis artikel ini adalah Rp 5.990.000, wide converter (21mm) USD $248 dan fisheye conveter USD $ 298. Harga bisa berubah-ubah tergantung tempat membeli dan kurs.

Sony A7s, FE 28mm f/2 dan dua teleconveters.

Sony A7s, FE 28mm f/2 dan wide teleconveters. Yang besar fisheye 16mm, yang kecil wide conveter 21mm

Bukan tergolong lensa ultra-wide, dan tentunya tidak tele, lensa fix 28mm ini biasanya cocok digunakan untuk fotografi yang bersifat dokumentasi, seperti street photography dan kegiatan sehari-hari. Bagi yang mengunakan kamera dengan sensor APS-C dan lensa 18-55mm, sudut pandang 28mm itu mirip saat kita mengunakan jarak fokus 18mm.

Keunggulan lensa ini dibandingkan lensa-lensa Sony FE lainnya adalah ukuran yang cukup ringkas dan ringan (200 gram saja), bukaan yang cukup besar (f/2), dan harga yang relatif terjangkau (sekitar Rp 6 juta) dibandingkan dengan harga-harga lensa FE yang biasanya diantara 11-20 juta. Ketajamannya dan detail yang mampu ditangkap oleh lensa ini sangat baik, terutama di tengah foto. Autofokusnya juga cukup cepat saat dipasang dengan kamera Sony A7S .

Desain lensa seperti lensa Sony lainnya sangat minimalis, tidak ada tuas fokus, atau tombol, yang ada hanya ring untuk manual fokus. Karena bentuknya kecil dan minimalis, untuk travel atau street photography jadinya tidak mengintimidasi subjek yang dipotret.

Sony 28mm f/2 dengan wide converter. Mengubah focal length menjadi 21mm

Sony 28mm f/2 dengan wide converter. Mengubah focal length menjadi 21mm

Seperti lensa Sony E 16mm, Sony FE 28mm ini juga bisa dipasangkan dengan dua lens converter, yaitu 21mm dan fisheye. Dengan memasangkan converter di depan lensa 28mm, secara ajaib sudut padang menjadi lebih lebar. Lumayan bagi yang menyukai perspektif lensa lebar. Sayangnya sepertinya tidak ada solusi bagi yang perlu memasang filter, dan keseimbangan jadi berat ke depan.

Di sisi positifnya, wide converter ini membuat kita tidak perlu membawa atau membeli lensa fisheye dan 21mm yang bisa jadi ujung-ujungnya lebih mahal. Sekilas saat saya tes, ketajaman foto sedikit berkurang tapi tidak terlalu signifikan di A7S. Gambar perlu di zoom 100% dan dibandingkan dengan teliti baru terlihat bedanya. Mungkin di kamera dengan resolusi lebih tinggi (A7R) akan lebih terlihat perbedaannya yang lebih signifikan.

Sony A7s + FE 28mm + fisheye converter

Sony A7s + FE 28mm + fisheye converter

28mm f/2 dan telefoto converter, mengubah lensa ini menjadi fisheye 16mm

28mm f/2 dan telefoto converter, mengubah lensa ini menjadi fisheye 16mm

Saat mencoba lensa 28mm f/2 ini dengan Sony A7S, saya mendapati keseimbangannya enak, tidak berat dan autofokusnya juga cukup cepat, saya tidak menemui masalah untuk fokus subjek yang diam maupun bergerak.

Kelemahan lensa ini adalah distorsinya yang cukup tinggi (cembung) saat merekam foto dengan format RAW. Untuk JPG, kamera otomatis mengkoreksi distorsi dan vinyet. Distorsi dan vinyet juga bisa diatasi melalui editing. Sayangnya setelah dikoreksi, gambar jadi sedikit kepotong. Hal ini tentunya agak sedikit mengecewakan, tapi mungkin kalau lensanya dibuat bebas distorsi, maka ukurannya mungkin jadi lebih besar dan lebih mahal harganya.

sundakelapa-hi

Jarak fokus tidak bisa terlalu dekat, sehingga tidak begitu baik untuk foto benda-benda berukuran kecil seperti serangga, bunga atau makanan. Bokeh / blur di bagian yang tidak fokus bisa didapatkan saat mengunakan bukaan f/2, tapi menurut saya tidak begitu mulus seperti lensa lebar pada umumnya. Lensa 35mm f/1.4 Zeiss lensa yang lebih cocok untuk makanan karena focus magnification lebih besar (sekitar 1:5.5) dan blurnya lebih mulus.

Berusaha membuat bokeh di bukaan f/2. Sayangnya tidak bisa lebih dekat lagi fokusnya.

Berusaha membuat bokeh di bukaan f/2. Sayangnya tidak bisa lebih dekat lagi fokusnya.

Bagi fotografer pengguna Sony A7, mungkin akan mempertimbangkan lensa Sony FE lainnya seperti Sony Zeiss FE 35mm f/2.8 dan FE 35mm f/1.4.

Sony Zeiss 35mm f/2.8 ukurannya lebih kecil, tapi bukaannya lebih besar yaitu f/2.8. Ketajamannya sedikit lebih tinggi daripada 28mm f/2. Sedangkan Sony FE 35mm f/1.4, ukuran fisiknya jauh lebih besar dan berat, ada cincin aperture yang bisa diatur supaya mulus saat mengganti aperture, sepertinya 35mm f/1.4 lebih cocok untuk fotografer pro yang juga suka merekam video.

Kesimpulannya,  Setiap lensa pasti ada sifat-sifatnya sendiri. Lensa ini ideal bagi pengguna seri kamera Sony A7 yang menyukai lensa ringkas dan perspektif lensa 28mm terutama untuk street photography atau dokumentasi, dan menurut saya value-nya bagus dari segi harga, ukuran, ketajaman, built quality dan mekanik autofokusnya.

sony-fe-28mm-f2-review

Kelebihan

  • Ketajaman tinggi terutama di f/2.8-f/5.6 di daerah tengah foto
  • Kecepatan autofokus tinggi dan tidak berisik
  • Bukaan relatif besar (f/2)
  • Ukuran yang relatif ringkas. Panjangnya hanya 6.4 cm, filter 49 mm
  • Berat relatif ringan (200 gram)
  • Tersedia opsional wide converter (21mm) dan fisheye converter (16mm)

Kekurangan

  • Distorsi cukup tinggi (bisa dikoreksi dengan software/foto JPG)
  • Jarak fokus minimum 29 cm tidak begitu dekat (Perbesaran 1:7.7)
  • Bagian yang tidak fokus (bokeh) tidak begitu mulus

———
Baru dibuka kursus online jarak jauh Infofotografi. Masih dengan harga promo! Discount 50%

Tour dan jadwal workshop lainnya di Jakarta bisa dibaca disini.

Sony A5100 vs Fujifilm X-M1 : Modern vs Retro

$
0
0

Belakangan ini, beberapa pembaca menanyakan tentang perbandingan kamera mirrorless Sony A5100 dengan Fuji X-M1, baik melalui infofotografi.com, e-mail maupun instagram. Saya bisa memahami banyaknya pertanyaan yang sama, karena kedua kamera punya persamaan, yaitu ukurannya relatif ringkas (mirrorless), dan harganya tidak terpaut jauh. Maka itu saya coba ulas perbedaan antara kedua kamera, baik keunggulan dan kelemahannya dengan harapan pembaca bisa memilih kamera dengan fitur yang sesuai dengan harapan.

sony-a5100

Sony A5100 – desainnya modern minimalist

Sony A5100 [Review] punya kelebihan di kinerja autofokusnya, yang cepat untuk subjek diam dan bergerak. Fujifilm X-M1 autofokusnya oke, tapi tidak terlalu cepat dan sulit untuk subjek bergerak. Untuk mempermudah fokus, Sony A5100 layarnya bisa touchscreen, sehingga menentukan area fokus bisa lebih cepat. Sedangkan Fujifilm X-M1 layarnya tidak touchscreen. Jadi kalau keperluannya untuk foto subjek yang bergerak, seperti olahraga, liputan, anak-anak yang sedang bermain, hewan peliharaan, sebaiknya memilih Sony A5100.

Untuk fitur lainnya, Sony A5100 lebih lengkap. Ada fitur auto panorama, yang cukup populer untuk yang suka jalan-jalan/pemandangan. Kualitas video A5100 jauh lebih bagus dan fisik kamera A5100 lebih ringan 100 gram (Fuji X-M1 beratnya 330 gram). Resolusi gambar Sony A5100 lebih banyak 8 megapixel (24MP vs 16 MP). Layar LCD A5100 juga bisa diputar sampai ke atas untuk memudahkan komposisi saat selfie.

fujifilm-xm1

Fujifilm X-M1 dengan desain retro

Lalu, apa dong keunggulan Fujifilm X-M1? Fuji X-M1 mengunakan sensor X-Trans, yang meskipun resolusinya tidak setinggi Sony A5100, tapi tidak memiliki filter AA (anti alias) sehingga hasil foto terlihat lebih tajam. Selain itu, ada banyak simulasi proses kamera yang memberikan efek seperti kamera film, seperti Provia, Astia, Velvia dan sebagainya. Keunggulan yang menurut saya penting juga adalah adanya hot-shoe untuk memasang flash external, trigger, atau aksesoris lain. Selain itu, desain Fujifilm lebih terkesan retro yang sedang tren beberapa tahun terakhir ini.

Jadi, bagi yang akan mengunakan kameranya untuk travel, dan ingin membawa kamera yang seringkas mungkin, dan sering motret sesuatu yang bergerak, saran saya pilih Sony A5100. Jika banyak foto di studio, lalu juga berencana mengunakan flash untuk portrait, dan produk, sebaiknya memilih Fujifilm X-M1.

—–

Masih bingung mau beli kamera atau lensa yang mana? Buku Smart Guide ini akan membantu.

Tour Satu Hari : Jelajah Banten (Serang-Anyer)

$
0
0

Kabar baik bagi yang suka jalan-jalan sambil memotret pemandangan, kali ini kita akan mengunjungi provinsi tetangga yaitu Banten. Tur ini dirancang cukup satu hari saja, karena wilayah yang ingin dikunjungi relatif dekat, sekitar Serang hingga Anyer saja.

Kita akan mengunjungi air terjun dengan melewati pasar, perkampungan penduduk, dan pematang sawah. Di lokasi, kita bisa menikmati keindahan alam sambil praktek foto air terjun dengan teknik slow speed.

curug-01

Siangnya kita akan melanjutkan perjalanan melalui rute alternatif menuju Anyer sambil menikmati hamparan sawah dan pemandangan alam disekitarnya. Setiba di Anyer kita akan bersantai di pantai sambil memotret sunset atau narsis.

anyer-tour

Setelah capai jalan-jalan dan memotret, sebelum pulang kita akan makan malam sea food di sebuah rumah makan di dekat pantai. Setelah itu baru kembali ke Jakarta.

Tur ini akan dipandu oleh saya sendiri (Erwin M.) termasuk dalam memberi bimbingan teknik fotografi seperti slow speed, memakai filter ND dan CPL, dan memotret sunset. Cocok untuk diikuti oleh Anda yang ingin jalan-jalan singkat, tidak terlalu jauh dan untuk yang ingin mempraktikkan teori fotografi dan mendapat bimbingan/feedback di lapangan. Jumlah peserta dibatasi maksimum 16 orang saja.

anyer-beach

Hari/Tanggal tour: Sabtu, 18 April 2015
Meeting point : Mc.D Sarinah 05.30 WIB, estimasi tiba kembali ke Jakarta 22.30 WIB.
Pendaftaran bisa menghubungi Iesan 0858 1318 3069 atau infofotografi@gmail.com

Biaya tour : Rp. 750.000,- termasuk :

  • Transportasi
  • Snack, air minum, makan siang dan makan malam
  • Tiket masuk tempat wisata
  • Bimbingan fotografi

Tidak termasuk :

  • Belanja pribadi
  • Tips supir (minimum Rp 10.000 per orang)

Persiapan dan peralatan yang perlu dibawa :

  • kamera, lensa (lensa lebar lebih disarankan)
  • tripod
  • filter CPL, filter ND
  • senter
  • alas kaki untuk outdoor
  • payung/jas hujan

Canon 600D vs Nikon D3300 – DSLR terbaik dibawah 6 juta

$
0
0

Teman-teman yang sedang memikirkan untuk membeli kamera DSLR pertama kali tentunya dihadapkan dengan berbagai pilihan, dan pilihan yang tidak terlalu mahal dan rumit adalah Canon EOS 600D dan Nikon D3300. Kedua kamera dijual dengan harga yang relatif terjangkau yaitu sedikit dibawah 6 juta dan sudah termasuk lensa zoom.

canon-600d-vs-nikon-d3300

Kedua kamera memang ditujukan untuk pemula, ciri-cirinya ukurannya relatif kecil dan tidak terlalu berat (sekitar 700 gram dengan lensa kit). Canon 600D merupakan kamera yang diumumkan tahun 2011 yang lalu, sedangkan Nikon D3300 diumumkan tahun 2014. Jadi, Nikon D3300 lebih baru tiga tahun dari 600D.

Kamera yang lebih baru biasanya lebih bagus, tapi ada beberapa kelebihan Canon 600D, antara lain punya LCD yang bisa diputar ke atas, bawah, samping. Layar putar memudahkan fotografer untuk memotret/merekam video di sudut yang sulit.

canon-600d-lcd

Saat mengaktifkan monitor ke mode live view untuk memotret atau merekam video, kita bisa mengubah terang gelap (exposure – shutter speed, ISO, bukaan) secara langsung. Sedangkan di Nikon D3300, tidak bisa mengubah bukaan lensa. Kita harus menutup live view dulu, mengubah bukaan, kemudian baru mengaktifkan live view kembali.

Selain itu, built-in flash Canon 600D bisa digunakan untuk memicu dan mengendalikan flash/lampu kilat yang dipasang di luar kamera.

Karena semua lensa Canon EOS sudah ada motor fokusnya, maka semua lensa Canon EOS yang dipasangkan bisa autofokus. Hal ini tidak sama dengan Nikon, dimana tidak semua lensa Nikon jika dipasangkan ke Nikon D3300 bisa autofokus. Yang bisa autofokus hanya lensa yang memiliki motor fokus yang memiliki kode AF-S.

Di lain pihak, Nikon D3300 20% dari ringan (sekitar 140 gram). Konsumsi tenaga baterainya lebih awet, kecepatan foto berturut-turut lebih cepat (5 foto per detik vs 3.7 foto per detik). Ada fungsi auto panorama dan Auto ISO yang bisa diprogram minimum shutternya.

Lalu, yang penting bagi setiap orang mungkin kualitas gambarnya. Nikon D3300 memiliki sensor yang sedikit lebih besar, resolusi lebih tinggi (24 MP vs 18 MP) dan tidak memiliki filter AA, sehingga ketajaman hasil foto lebih baik dari Canon 600D, juga lebih bagus saat motret di kondisi gelap (pemakaian ISO tinggi).

Lensa yang dipaketkan dengan Nikon D3300 juga baru, yang lebih ringkas saat tidak dipakai, dan bisa fokus lebih dekat, berguna untuk foto close-up subjek kecil/makro.

nikon-d3300-top

Singkatnya, kalau saya lebih memilih Nikon D3300 sebagai kamera DSLR pemula pertama saya daripada Canon 600D karena kualitas gambar, lensa dan ukurannya yang ringkas dan ringan.

Kelebihan Canon 600D

  • Bigger Layar putar
  • Built-in flash commander
  • Compatible dengan setiap lensa Canon EOS
  • Operasi manual di live view lebih baik

Kelebihan Nikon D3300

  • Lebih ringan 140 gram (sekitar 20% dari 600D)
  • Baterai lebih awet
  • Kualitas gambar lebih tajam dan bersih dari noise
  • Kecepatan foto berturut-turut lebih cepat
  • Auto Panorama
  • Auto ISO yang bisa diprogram min. shutternya
  • Lensa zoom yang dipaketkan lebih baik

——-

Kenali kamera Anda dengan workshop kupas tuntas kamera digital

Belajar teknik fotografi lewat kursus kilat dasar fotografi dan lighting

Buku panduan membeli kamera: Smart Guide for Camera and lenses

Menonaktifkan fitur auto import Lightroom

$
0
0

Bagi teman-teman yang sudah menginstal program Adobe Lightroom, terkadang pasti bisa merasa merepotkan/terganggu, bila setiap kali memasukkan kartu memori / flash disk yang berisi foto-foto, Lightroom otomatis membuka kotak dialog impor-nya. Padalah belum tentu kita ingin memasukkan foto-foto tersebut ke dalam Lightroom.

Untuk itu, kita dapat menonaktifkan fitur tersebut dengan cara sebagai berikut:

* Pastikan modul yang aktif adalah modul Library
* Pilih menu Edit > Preferences
Menu Edit > Preferences

* Pada kotak dialog Preference, arahkan ke tab General, kemudian biarkan kotak “Show import dialog when a memory card is detected” tidak dicentang
Kotak dialog Preferences > General

Selanjutnya, jika lain kali kita memasukkan kartu memori ataupun flash disk yang berisi foto-foto ke komputer, maka kotak dialog impor tidak akan muncul secara otomatis lagi.

Selamat mencoba.

—–

Belajar editing dan manajemen foto dengan Adobe Lightroom bisa lewat buku kursus editing dengan Lightroom, atau ikuti workshop Adobe Lightroom satu hari.

Berbagai tips landscape photography yang sering terlupakan

$
0
0

Landscape Photography memang mengasyikkan. Siapa sih yang tidak senang dengan alam ciptaanNya? Apalagi untuk para pemula, memang biasanya dimulai dengan Landscape Photography. Disiplin fotografi ini memang dikenal enak untuk dipelajari. Dalam artian tidak terikat klien, kalau gagal pun bisa kita ulang lagi di kemudian hari. Namun disamping hal-hal teknis yang kalian sudah pahami, ada hal-hal non teknis yang seringkali terlupa atau disepelekan namun sebenarnya sangat krusial. Disini saya coba paparkan berdasarkan pengalaman-pengalaman saya.

w1snu.com-wisnu-haryo-yudhanto-3

Perhatikan Musim

Ini terjadi ketika seorang teman berpergian untuk hunting ke Gunung Bromo untuk mengabadikan star trail dan matahari terbit, Segala persiapan sudah dilakukan. Hanya satu kesalahan fatal yang ia lupa, yaitu ia berpergian di musim hujan. Walhasil perjalanannya untuk mengabadikan sunrise tercantik di dunia, gagal ia dapatkan. Sebaiknya pelajari musim terbaik dari lokasi yang ingin Anda datangi. Apalagi kalau jauh. Meskipun demikian, ini semua bukan jaminan untuk mendapatkan hasil yang baik. Ada kalanya alam kadang tidak bersahabat.

Riset

Berlaku untuk di daerah-daerah terpencil. Lakukan riset sejak dini. Dimana arah matahari terbit atau terbenam. Dimana letak Milky Way pada musim itu jika anda ingin astrophotography. Ada banyak Apps yang sangat berguna untuk ini, favorit saya adalah “Sun Seeker” dan “Google Sky Map”. Cari dimana angle terbaik, temukan elemen-elemen alam yang menarik untuk leading lines, foreground, framing dan lain-lain.

w1snu.com-wisnu-haryo-yudhanto-24

Persiapan Sejak Awal

Bayangkan anda hunting ke lokasi yang jauh dan tidak dikenal namun sesampainya disana, ternyata memory card tertinggal di rumah, atau baterai lupa di-charge. Betapa menyedihkan. Saya selalu membuat catatan kecil di handphone sampai detil yang sekecil-kecilnya. Jangan lupa pula untuk mengemas makanan ringan dan botol minuman di tas kamera anda.

w1snu.com-wisnu-haryo-yudhanto-33

Bangun Awal

Kebanyakan foto saya yang berhasil diambil adalah pada saat matahari terbit atau terbenam. Seringkali saya sudah berada di lokasi ketika keadaan masih gelap demi mendapat angle terbaik. “Magical Hour” atau “Golden Hour”, begitu istilahnya, adalah ketika matahari memancarakan sinarnya untuk pertama kali saat sunrise. Mangkanya jangan malas. Pasang alarm! Bangun segera!

w1snu.com-wisnu-haryo-yudhanto-28

Tripod

Pada awalnya saya selalu berpikir semua tripod adalah sama. Asalkan kamera bisa nangkring diatasnya, Beres! Tapi ternyata saya salah. Membeli tripod murah pada akhirnya malah mengeluarkan dana lebih karena tidak tahan lama / cepat rusak dan yang paling membuat saya kecewa, kestabilannya yang payah. Tripod murah seringkali tidak stabil terutama diatas dataran tinggi yang berangin. Mana bisa main Long Exposure dengan kondisi seperti ini? Saran saya, jangan terburu-buru. Menabung dulu, survei dahulu. Lebih baik membeli yang memiliki kualitas bagus tapi awet. Asal dijaga dengan baik, tripod bagus akan tahan selamanya.

w1snu.com-wisnu-haryo-yudhanto-27

Hormati Alam

Terakir, Hormati, jaga dan hargai alam lingkungan. Jaga nama baik kita semua sebagai fotografer yang bertanggung jawab. Jaga kebersihan. Pelihara lingkungan. Jangan tinggalkan apapun kecuali jejak kaki. Jangan ambil apapun kecuali karya fotografi.

Salam hangat dan selamat membidik!

===========================================

Text: Wisnu Haryo Yudhanto, event photographer in Singapore. All images are the exclusive property of www.w1snu.com and protected under Copyright Laws, 2015.

Rekomendasi kamera mirrorless 2015 bagian 1

$
0
0

Di tahun 2015 ini, kamera mirrorless perlahan-lahan mulai banyak diminati oleh penggemar fotografi yang merasa kamera DSLR terlalu besar dan berat untuk jalan-jalan. Banyak pilihan kamera mirrorless sering membuat pusing kepala. Di pos bagian pertama ini, saya akan mengulas singkat dan memberikan rekomendasi kamera yang menurut saya seimbang dari fitur, harga dan kinerjanya. Merk yang saya akan bahas disini adalah Sony, Fujifilm, Olympus dan Panasonic.

Harga yang tercantum dapat berubah sewaktu-waktu tergantung kurs dan promosi.

Warna hitam : Ada pilihan yang lebih baik
Warna biru : Saya rekomendasikan untuk fotografer pemula
Warna hijau : Saya rekomendasikan untuk fotografer serius/mahir
Warna merah : Saya rekomendasikan untuk fotografi spesifik/khusus

Daftar kamera Sony, harga dan rekomendasi

Kamera Sony terbagi menjadi dua format, yang bersensor APS-C dan full frame. Saya akan mengulas yang APS-C terlebih dahulu, kemudian yang full frame (seri A7).

Sony A5000 – Harga: Rp 5.5 juta dengan lensa kit – Kamera Sony yang paling terjangkau dan ringkas, tapi autofokusnya pelan dan sulit fokus terutama saat di indoor atau tempat gelap.
Sony A5100 – Harga 8 juta dengan lensa kit – Ringkas, ringan, autofokus cepat, layar bisa dilipat dan touchscreen, fiturnya oke, kurangnya tidak ada hotshoe diatas kamera. Bagus untuk traveler. [Review]
Sony A6000 – Harga 9.5 juta dengan kit lens – Fiturnya komplit untuk amatir dan bahkan untuk semi-profesional. Bahan kamera dari logam, punya jendela bidik optik dan hotshoe. Satu-satunya kelemahan adalah layarnya tidak touchscreen. [Review]

sony-a6000

Sony A6000


Sony A7
– Harga Rp 15 juta – Kamera full frame termurah dan teringkas saat ini, dan cocok jika Anda banyak mengunakan lensa zoom Sony yang ada stabilizernya. [Shooting report dengan 24-70mm f/4]
Sony A7 mk II – Harga Rp 21 juta – Memiliki beberapa peningkatan dari A7, seperti punya stabilizer dibadan kamera. Ukuran grip sedikit lebih besar, lebih enak untuk digenggam tapi 125 gram lebih berat (599 gram). Cocok jika Anda lebih suka motret dengan lensa fix (kebanyakan gak ada stabilizernya) atau video. [Review]
Sony A7R – Harga Rp 25 juta –  Resolusi foto paling tinggi (36 MP), tanpa filter AA membuat hasil foto tajam. Cocok untuk foto landscape, atau komersil. Punya beberapa kelemahan seperti tidak ada electronic first curtain shutter sehingga shutter agak lambat dan suaranya keras, autofokusnya lambat dan perlu disiplin foto yang baik untuk mendapatkan kualitas foto yang terbaik. Cocok bagi fotografer studio.
Sony A7S – Harga Rp 27 juta – Kamera yang cukup unik ini hanya memiliki sensor 12 MP, tapi punya banyak kelebihan lainnya, misalnya punya pilihan elektronik shutter, sehingga waktu motret tidak bersuara, bisa rekam video 4K dengan aksesoris Atomos Shogun. Rentang ISOnya sangat tinggi, yaitu mencapai ISO 400.000. Bagus untuk fotografer/videografer liputan, dan street photography. [Review]

Daftar kamera Fuji, harga dan rekomendasi

Fujifilm X-A1 – Harga Rp 7 juta dengan lensa kit – Kamera paling terjangkau tapi dengan fitur yang sangat basic.
Fujifilm X-A2 – Harga Rp 8 juta dengan lensa kit – Beberapa peningkatan dari X-A1 yaitu layar LCD bisa dilipat dan diputar keatas untuk selfie. Lensa kit yang bisa fokus lebih dekat (untuk close-up/makro), dan autofokus yang lebih bagus. Resolusi foto tetap sama yakni 16MP dengan sensor CMOS (bukan X-Trans).
Fujifilm X-M1 – Harga Rp 7 juta dengan lensa kit – Khas dari Fujifilm adalah sensor X-Trans tanpa filter AA yang tajam. Fitur dan kinerja X-M1 biasa saja, tapi punya hotshoe untuk flash untuk foto studio.
Fujifilm X-E2 – Harga Rp 13 juta body only – Bedanya dengan X-M1 adalah X-E2 punya jendela bidik elektronik dan juga punya dial shutter speed diatas kamera layaknya kamera film. Kinerjanya autofokusnya lebih cepat dari X-M1 dan bodynya lebih kokoh, juga punya built-in flash. Sekitar 100 gram lebih ringan dari X-T1.
Fujifilm X-T1 – Harga Rp 16 juta body only – XT-1 punya jendela bidik yang lebih besar dan bagus dari X-E2, lebih tahan cuaca dingin sampai dengan -10 derajat Celcius, dan electronic shutter sampai dengan 1/32000 detik.

fujifilm-xt1

Fujifilm X-T1

 

Daftar kamera Olympus & Panasonic, harga dan rekomendasi

Catatan: Olympus dan Panasonic termasuk dalam konsorsium micro four thirds. Mount yang digunakan sama sehingga lensa Olympus bisa dipasang ke kamera Panasonic dan sebaliknya.

Olympus PEN EPL6 -Harga Rp 5.85 juta dengan lensa kit – Kamera ringkas yang terjangkau. Kualitas gambarnya tidak berbeda jauh dengan kamera yang lebih tinggi harganya.
Olympus PEN EPL7 – Harga Rp 8.9 juta dengan lensa kit – Punya fitur wifi dan layar LCD yang lebih bagus dari EPL-6.
Olympus PEN EP5 – Harga Rp 11.7 dengan lensa kit – Beda utama dari seri E-PL adalah EP5 punya built-in flash, dan maksimum shutter speed lebih cepat (1/8000 detik).
Olympus OMD EM10 – Harga 11.5 juta dengan lensa kit – OMD EM10 dibuat untuk memberikan alternatif pilihan bagi yang memiliki dana yang tidak terlalu besar tapi menginginkan kamera Olympus dengan jendela bidik. Ukurannya lebih kecil dari EM5 dan juga memiliki sensor shift stabilization, tapi hanya 3 axis.
Olympus OMD EM5 – Harga Rp 8.8 juta dengan lensa 12-50mm – Salah satu kamera Olympus tersukses di dunia mirrorless dan sekarang sudah ada penerusnya yaitu mk II. Punya sensor shift stabilization 5 axis pertama di dunia, dibandingkan EM5 generasi ke-2, kinerjanya lebih pelan dan layar LCD-nya kalah tajam/detail.
Olympus OMD EM5 mk II – Harga Rp 14 juta body only –  Fitur EM5 mk II terbilang lengkap untuk foto maupun video. Yang merupakan kelebihan kamera ini adalah punya built-in sensor shift stabilization 5 axis yang berguna untuk foto, video dan juga untuk memotret dengan resolusi tinggi. Selain itu ada wifi dan kinerja kecepatan keseluruhan lebih baik.[Review]
Olympus OMD EM1 - Harga 19.5 juta – Kalau soal fitur, sebenarnya lengkapan EM5 mk II, tapi EM1 ini memiliki kelebihan dalam hal adaptasi dengan lensa-lensa Olympus four thirds (4:3) jaman kamera DSLR autofokusnya masih bisa berfungsi . Punya grip yang lebih menonjol sehingga lebih enak dipegang. [Review]

olympus-em5-mk2

Olympus OMD E-M5 mk II

 

Panasonic GF7 – Harga Rp 7.3 juta dengan lensa kit – Kamera dengan layar LCD yang bisa dilipat ke atas untuk selfie. Ukurannya sedikit lebih besar dari GM1.
Panasonic GM1 - Harga 5.85 juta dengan lensa kit – Kamera yang sangat mungil seperti kamera compact dengan kinerja yang baik. Baru-baru ini ada penurunan harga yang cukup signifikan. [Ulasan]
Panasonic GM5 – Harga Rp 10.8 juta dengan lensa kit – Konsepnya mirip dengan GM1, namun ada built-in jendela bidik kecil dan flash. Ukurannya jadi sedikit lebih besar. Sayang harganya masih agak tinggi.
Panasonic GX7 – Harga Rp 8.85 juta dengan lensa kit – Kamera yang cukup komplit dari segi fitur dan kinerjanya. Kamera satu-satunya dari Panasonic yang memiliki teknologi sensor shift stabilization (meski tidak sebaik teknologi 5 axis stabilization Olympus).
Panasonic GH4 – Harga Rp 20 juta – Kamera profesional ini sangat populer untuk videografi karena dapat merekam video dengan resolusi sangat tinggi (4K) dan sangat tajam.

Sangat kecil fisik luarnya tapi menyimpan sensor gambar berukuran besar dan fitur yang canggih

Panasonic GM1 – Sangat kecil fisik luarnya tapi menyimpan sensor gambar berukuran besar dan fitur yang canggih

—–

Komentar

Di tahun 2015, ini Sony, Olympus, Fujifilm termasuk tiga besar di kamera mirrorless. Masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan sendiri. Sony punya kamera yang cukup bervariasi dari sensor APS-C dan satu-satunya yang memiliki sensor Full frame dalam bentuk seri A7.

Fujifilm menawarkan sensor unik X-Trans dan desain kamera retro dengan lensa-lensa XF yang berkualitas dari fisik dan body-nya. Olympus memiliki sensor shift stabilization, body yang kokoh dan lensa-lensa yang berukuran mungil. Panasonic memiliki kamera dengan desain yang minimalis-fungsional.

Banyak kamera yang bagus diantara 15-20 juta. Yang cukup berimbang antara fitur dan kualitas Fujifilm X-T1 dan Olympus OMD EM5 mk II. Yang menginginkan sensor full frame ada Sony A7.

Dibawah 10 juta, Sony A6000 merupakan kamera yang lengkap fiturnya dengan kualitas gambar yang bagus.

Dibawah 8 juta, Fujifilm X-M1 dan kit (7 juta) cukup baik kualitas gambarnya. Kalau suka yang semungil mungkin, Panasonic GM1 pilihan yang oke. Karena GM1 sekarang ini hanya 5.85 jt, maka jika ada kelebihan dana, bisa buat beli lensa dan baterai tambahan.

—–

Baru beli kamera? Ikuti workshop kupas tuntas kamera & lensa 

Bingung memilih kamera, lensa yang pas? Buku Smart Guide ini akan membantu.


Review Fujifilm X-T1 dengan lensa 10-24mm dan 56mm

$
0
0

Fujifilm X-T1 merupakan salah satu kamera mirrorless yang populer saat ini, terutama bagi penggemar fotografi serius. Saya beruntung beberapa kali dipinjamkan kamera Fujifilm XT-1 oleh beberapa teman penggemar fotografi. Untuk review kali ini, saya dipinjami Fuji X-T1 dan dua lensa yaitu lensa lebar 10-24mm f/4 OIS dan lensa portrait / medium telefoto 56mm f/1.2.

fuji-xt1-10-24mm

Saya akan review secara singkat kamera ini dari sudut pandang pengguna kamera DSLR. Kamera mirrorless jenis ini biasanya memang dipilih penggemar fotografi yang pernah mengunakan kamera DSLR tapi ingin mencari kamera alternatif yang lebih ringan. Tapi apakah XT-1 bisa menggantikan kamera DSLR atau bahkan lebih baik lagi?

mayanda-nabila-02Fujifilm X-T1, lensa 56mm f/1.4, 1/750 detik – Model: Mayanda Nabila

Desain dan body

Fujifilm XT-1 mengunakan desain klasik jaman kamera film sehingga tampak berbeda dengan kamera DSLR atau mirrorless modern. Dibagian atas kamera terdapat tiga roda untuk mengganti ISO, shutter speed dan kompensasi eksposur. Juga ada beberapa tuas antara lain untuk mengganti fungsi drive mode dan metering. Dibagian depan dan belakang kamera, terdapat dua roda dial untuk mengganti nilai setting, bisa juga digunakan untuk mengubah bukaan dan shutter saat memasang lensa Fuji XC yang tidak memiliki aperture ring. Dengan adanya 8 roda dan tuas tersebar di bagian atas dan depan kamera, maka fotografer tidak perlu sering masuk ke menu untuk mengganti setting kamera.

fuji-xt1-top

Kamera ini tidak memiliki roda untuk mengganti mode kamera seperti Auto, P, S/Tv, A/Av, dan sebagainya. Mengatur mode exposure di Fujifilm X-T1 melalui cara yang saya bahas di artikel ini.

Sebagian besar casing body kamera terbuat dari logam dan saat menggengamnya terasa lebih padat dari kamera mirrorless Fuji X-PRO1. Dimensi body kamera tidak besar, yaitu 129 x 89.8 x 46.7mm, tapi cukup berat yaitu sekitar 445 gram (belum termasuk lensa). Dengan demikian X-T1 ini beratnya kurang lebih sama dengan kamera DSLR pemula seperti Nikon D3300 (460 gram), tapi lebih ringan dibandingkan kamera DSLR semipro seperti Canon 70D (755 gram).

Pegangan Fujifilm XT-1 menurut saya agak kecil, sehingga saat dipasang dengan lensa zoom agak sedikit timpang. Solusinya bisa dengan aksesoris handgrip tambahan seperti gambar dibawah ini, tapi tentunya menambah bobot sekitar 120 gram. Totalnya menjadi 565 gram yang kurang lebih seberat kamera DSLR pemula seperti Canon 700D.

x-t1-grip

Saya juga kurang menyukai pilihan shutter speed di roda dial yang sedikit (sekali melangkah 1 stop), sehingga saat saya ingin memilih shutter speed 1/45 detik, selain harus memutar roda dial di atas kamera, saya juga harus memutar roda dial di belakang kamera untuk memilih nilai shutter speed yang saya inginkan. Mengganti nilai ISO juga tidak mudah karena ada tombol pengunci ditengah. Perlu banyak latihan untuk bisa mengganti setting exposure dengan cepat.

Jendela bidik Fujifilm XT-1 merupakan yang terbesar ukurannya untuk kamera mirrorless saat ini. Jauh lebih besar dari kamera Fuji lainnya seperti seri XE, X-PRO dan X100. Kualitasnya sangat baik, Anda bisa melihat dengan jelas apa yang akan dipotret dengan jelas dan terang. Banyak informasi yang ditampilkan di jendela bidik, antara lain nilai exposure, lightmeter, Dynamic Range, ukuran foto, film simulation, virtual horizon, dan autofocus area. Ukuran viewfinder ini bahkan lebih besar dari jendela bidik kamera DSLR full frame seperti Nikon D810.

Jendela bidik X-T1 - ilustrasi dari situs Fujifilm

Jendela bidik X-T1 – ilustrasi dari situs Fujifilm

Dual mode

Dual mode

Untuk manual fokus di jendela bidik, Fujifilm sangat inovatif, selain ada focus peaking, juga ada dual mode, yang membagi tampilan menjadi dua bagian, satu untuk keseluruhan gambar, dan yang lebih kecil untuk detail yang diperbesar. Fitur ini setau saya hanya ada di kamera ini saja.

anyer-baliFuji X-T1 dengan lensa 10-24mm f/4 OIS – f/4, ISO 200, 30 detik, filter ND 10 stop

Kualitas gambar

Keunikan Fujifilm terletak di sensor dengan arsitektur yang unik yaitu X-Trans. Saat ini, hanya Fuji yang mengunakan sensor jenis ini. Ada beberapa kelebihan sensor ini yaitu 1. Tidak perlu filter low pass sehingga ketajaman lebih tinggi daripada sensor type bayer pada umumnya (kebanyakan kamera Canon EOS masih mengunakan filter low pass, dan sebagian kamera mirrorless Sony (kecuali Sony A7R). Kelebihan kedua adalah warna lebih akurat dan yang ketiga adalah pola noise yang lebih acak dan alami. (Lebih detail tentang teknologi sensor boleh baca disini).

Fujifilm XT-1 mengunakan sensor APS-C (23.6 x 15.6mm). Resolusi gambarnya 16 MP dan rentang ISO yang dianjurkan dari 200-6400 (bisa diexpansi ke ISO 100, 51200). Dari uji coba saya, kualitas gambar dari sensor ini kualitasnya baik dan tajam. Hanya saja, jika dibandingkan dengan kamera digital jaman sekarang yang rata-rata sudah 24 MP dan bahkan ada yang 50 MP, 16 MP terasa sedikit ketinggalan jaman. Bagi yang senang cetak besar (A2, panjang 60cm) atau lebih besar, atau suka cropping, maka 16 MP terasa kurang. Tapi bagi yang cetak tidak lebih dari ukuran A3 (panjang 40cm) maka 16 MP bukan menjadi masalah.

Untuk ISO tinggi, ISO 3200 masih lumayan, tapi perlu diketahui juga jika kita bandingkan dengan kamera merek lain, untuk kondisi cahaya yang sama, hanya perlu ISO 1600 atau 2000 (2/3-1 stop) untuk mendapatkan hasil yang sama. Karena arsitektur sensor X-Trans Fuji, noise tidak terlihat terlalu mengganggu dan noise warna (chroma noise) jarang muncul. Perlu diperhatikan juga bahwa Sensor Fuji resolusinya hanya 16MP, semakin rendah resolusi foto, jumlah noise juga terlihat lebih sedikit dibandingkan dengan kamera dengan resolusi lebih besar.

Intinya, kualitas gambar Fuji XT-1 ini berada di tengah-tengah, lebih bagus dari kamera digital bersensor APS-C pada umumnya, tapi belum setara dengan kamera bersensor full frame.

Apakah Fujifilm X-T1 cukup untuk kebutuhan foto profesional/komersial?

Jawabannya tergantung jenis fotografinya, untuk foto studio portrait dan still life, Fujifilm X-T1 sudah cukup bagus, tapi untuk foto subjek yang bergerak cepat, sistem autofokus Fuji X-T1 masih agak lambat, terutama saat dipasang dengan lensa-lensa yang AF-nya pelan seperti 56mm f/1.2. Untuk lensa dengan motor fokus cepat seperti Fuji 50-140mm f/2.8, autofokus lebih cepat. Untuk prewedding mungkin tidak terlalu masalah karena gerakan subjek biasanya tidak terlalu cepat. Tapi untuk foto candid, liputan, olahraga, X-T1 masih belum setara sistem kamera DSLR atau mirrorless dengan hybrid autofocus (baca jenis-jenis autofocus).

Untuk fotografi travel dan landscape yang intensif, saran saya perlu stok baterai tambahan yang cukup banyak. Dari sunrise sampai sunset, kurang lebih butuh tiga baterai. Amannya bawa empat atau lima baterai. Soal bobot sistem, Fujifilm X agak lebih ringan dari sistem kamera DSLR pada umumnya, tapi tidak lebih ringan dari sistem kamera mirrorless lainnya. Keputusan Fujifilm untuk memilih material logam untuk lensa-lensanya memang bagus untuk daya tahan lensa, tapi akibatnya bobotnya menjadi relatif berat.

Contoh:

  • Fujifilm XT-1 dan lensa Fuji 10-24mm f/4 OIS totalnya = 855 gram
  • Kamera DSLR Canon 70D dan lensa Canon 10-18mm f/4 IS totalnya = 995 gram
  • Kamera DSLR Nikon D7100 dan lensa Nikon 10-24mm totalnya = 1214 gram
  • Kamera mirrorless Sony A6000 dan Sony 10-18mm f/4 OSS = 569 gram
  • Kamera mirrorless Panasonic GM1 dan Panasonic 7-14mm f/4 = 500 gram

Untuk penggemar speedlite/flash external, Fuji belum punya sistem flash yang bagus, dan sync speed X-T1 hanya 1/180 detik, dibandingkan dengan kamera DSLR pada umumnya sekitar 1/250 detik.

Beberapa fitur yang menarik dari Fujifilm X-T1

Mechanical dan Electronic Shutter

Saat Fujifilm merilis Fujifilm XT-1 Graphite edition, ada tambahan fitur untuk XT-1 hitam juga, yaitu pilihan Electronic Shutter atau kombinasi Mechanical dan Electronic Shutter. Mechanical shutter XT-1 mentok di 1/4000 detik. Mungkin ini bukan masalah bagi sebagian besar orang. Tapi jika sukanya motret di kondisi cahaya terang (outdoor) dan mengunakan lensa berbukaan besar, maka 1/4000 detik mungkin belum cukup dan foto masih overexposure (terlalu terang). Untungnya ada pilihan electronic shutter, sehingga kita bisa memilih shutter speed sampai dengan 1/32000 detik.

Kelebihan lain dari electronic shutter adalah tidak bersuara, ideal untuk foto candid/street. Tapi ada juga kelemahannya, yaitu rolling shutter (efek distorsi saat memotret subjek bergerak cepat yang dekat dengan kamera, dan efek “banding” saat motret di bawah lampu flourescent (biasanya indoor). Maka itu, saya tetap mengusulkan untuk mengunakan mechanical shutter sampai 1/4000 detik.

Ngomong-ngomong, perbedaan antara edisi XT-1 hitam dan Graphite Silver ada di bagian atas dan bawah kamera dilapisi oleh tiga lapisan tambahan termasuk lapisan graphite silver yang membuat kamera ini lebih berkilau.

fujifilm-xt1-graphite-silver

Pilihan processing

Bagi yang suka hasil yang sudah diproses/edit di kamera langsung, Fujifilm XT-1 menyediakan beberapa pilihan preset dan kustomisasi. Yang ekslusif dari Fujifilm adalah Film Simulation, yang meniru efek film jaman dahulu: Provia, Astia, Velvia, Classic Chrome (dari Kodak), dan beberapa preset film lainnya. Kita bisa melihat langsung efek dari pilihan film yang kita pilih lewat layar LCD dan jendela bidik. Ada juga pilihan untuk mengatur kontras highlight dan shadow untuk mengatur keseimbangan tonal foto.

Pilihan kustomisasi

Banyak tombol di kamera ini bisa dikustomisasi/diprogram fungsinya sesuai kebiasan memotret. Saya mencatat ada 7 fn (function) button yang bisa diprogram. Dua roda dial juga bisa dikustomisasi, misalnya roda depan untuk mengubah bukaan, dan roda belakang untuk shutter speed, atau sebaliknya. Adanya dua dial ini karena ada beberapa lensa Fujifilm jenis XC yang tidak memiliki ring bukaan (aperture ring).

quick-menu

Quick Menu Fujifilm X-T1

 

Pengalaman dengan lensa portrait dan lensa lebar

Saya mendapat pengalaman mengunakan dua lensa Fuji, yang pertama adalah Fuji 56mm f/1.2 spesialis portrait, dan satu lagi lensa lebar, ideal untuk landscape dan arsitektur Fuji 10-24mm f/4 OIS.

fujifilm-56mm

Fuji XF 56mm f/1.2 (ekuivalen 85mm di FF), merupakan focal length klasik untuk foto portrait. Di f/1.2 cukup tajam tapi lebih tajam lagi kalau mengunakan f/1.6 – f/2.8. Menurut saya lensa ini sangat bagus dari konstruksi dan kualitas optiknya. Keren untuk portrait baik beauty maupun human interest. Kelemahan utama lensa ini adalah autofokusnya yang relatif lambat.

stella-felicia-01f/2, 1/1400 detik, ISO 200 – Model: Stella Felicia

mayanda-nabila-03

f/1.2, 1/550 detik, ISO 200

mayanda-nabila-01

f/1.4, 1/340 detik, ISO 200

Lensa Fuji XF 10-24mm f/4 biasanya disukai oleh fotografer pemandangan. Lensa ini juga kualitasnya bagus, distorsi lensa terkendali. Optical stabilizationnya bagus. Saya bisa mendapatkan foto yang tajam dengan shutter speed 1/8 detik tanpa tripod. Hasil fotonya tajam, dan konstruksinya kokoh. Lensa ini juga saya sarankan untuk travel. Yang saya kurang suka dari lensa ini adalah tidak ada indikator bukaan di lensa dan ring aperture terlalu mulus sehingga mudah tergeser secara tidak sengaja.

fujifilm-10-24mm-f4-ois

air-terjun-fuji-xt1 10-24mm f/4 OIS – ISO 200, 16mm, 0.5 detik, filter CPL

Keunggulan Fujifilm XT-1 (yang saya sukai)

  • Ukurannya cukup compact tapi padat
  • Jendela bidik yang sangat besar dan terang
  • Manual fokus dipermudah dengan jendela bidik yang besar dan dual Mode
  • Layar LCD yang bisa dikustomisasi
  • Layar LCD bisa diputar keatas
  • Banyak tombol yang bisa dikustomisasi
  • Banyak roda dial dan tuas untuk ganti setting tanpa harus masuk ke menu
  • Banyak lensa berkualitas Fuji XF yang tersedia
  • Kualitas gambar tajam
  • Mechanical+electronic shutter 1/4000 detik s/d 1/32000 detik
  • Pilihan film simulation

Kelemahan Fujifilm XT-1 (yang tidak saya sukai)

  • Autofokus kamera terkadang agak lambat (tergantung lensa yang dipasang).
  • Dial di shutter speed hanya muat 1 stop per langkahnya
  • Pegangan agak kecil
  • Perlu waktu banyak mempelajari dan membiasakan diri
  • Kualitas video relatif kurang baik
  • ISO terbaik mulai dari ISO 200
  • Pilihan ISO 100 hanya bisa untuk foto JPG, bukan RAW
  • Navigasi di Quick Menu perlu banyak klik dari item satu ke lainnya
  • Mode Dynamic range hanya bekerja di ISO tinggi
  • Tidak ada label di tombol-tombol di bagian belakang kamera
  • Tombol pengunci di dial ISO menghambat untuk mengganti ISO dengan cepat
  • Flash sync speed maksimum hanya 1/180 detik
  • Tidak bisa mengunakan flash saat mode electronic shutter
  • Self timer tidak berada di tuas drive mode, harus akses di menu

Seperti yang telah dibaca diatas, kamera Fujifilm X-T1 adalah kamera yang cukup menarik. Sebagian fotografer akan sangat suka dengan pendekatan desain retro Fujifilm X-T1, bahkan tidak jarang yang sampai fanatik membela-belain dan mempromosikan ke teman-teman fotografer yang masih menggunakan kamera DSLR. Sedangkan sebagian fotografer lainnya akan membenci pendekatan Fuji XT-1 karena merasa bingung untuk mempelajari bagaimana memaksimalkan dan membiasakan diri dengan kamera ini.

Menurut saya, kamera ini merupakan kamera mirrorless yang berkualitas, terutama saat dipadukan dengan lensa-lensa XF Fuji. Beberapa fiturnya menarik seperti electronic shutter, X-Trans sensor, jendela bidik yang besar, film simulation dll. Yang saya sayangkan adalah bobot total kamera dan lensa masih agak berat, dan belum ideal untuk menggantikan sistem kamera DSLR untuk sebagian besar pekerjaan profesional. Hal ini karena keterbatasan dengan sistem flash, dan kinerja autofokusnya. Untuk fotografer dan penggemar fotografi berpengalaman yang hobi jalan-jalan, tentunya Fujifilm XT-1 layak dipertimbangkan.

Adobe Lightroom CC sudah diumumkan, apa bedanya dengan yang Lightroom 5?

$
0
0

Bagi yang rutin membaca Infofotografi tentunya mengetahui bahwa Adobe Lightroom adalah software editing dan manajemen foto favorit saya. Hari ini, Adobe mengeluarkan versi baru yaitu Adobe Lightroom CC untuk menggantikan Adobe Lightroom 5. Maka itu, Adobe Lightroom CC sering disebut juga Adobe Lightroom 6.

Ada beberapa penambahan fitur dari Lightroom CC yang menurut saya sangat membantu mempercepat proses editing. Berikut peningkatannya.

1. HDR (High Dynamic Range)

Adobe Lightroom kini bisa menggabungkan beberapa foto (termasuk format RAW) dengan exposure yang berbeda-beda menjadi satu foto dengan detail yang lengkap. Fitur ini sudah saya tunggu-tunggu karena dulunya saya harus mengunakan software lainnya untuk menggabungkan beberapa foto.

Baca pengertian HDR disini.

lightroom-cc-hdr

2. Panorama

Menggabungkan beberapa foto untuk membuat panorama juga bisa di Lightroom. Sebelumnya saya harus membuatnya di Adobe Photoshop.

lightroom-cc-panorama

3. Face recognition

Lightroom dapat mengenali wajah orang di dalam foto dan mengelompokkan foto-foto secara otomatis. Fitur ini akan memudahkan untuk mencari foto-foto acara liputan keluarga atau gathering.

4. Video slideshow

Anda bisa membuat slideshow video dengan Lightroom dengan foto-foto dan menyisipkan video dan music. Efek-efek profesional seperti pan and zoom juga bisa dibuat disini. Biasanya Iesan harus membuat slideshow di software lain, kalau bisa langsung di Lightroom kenapa tidak dimanfaatkan?

5. Kendali terhadap area yang filter

Beberapa filter di Lightroom, seperti Graduated filter dan Radial filter mendapatkan tambahan fungsi. Di Lightroom CC, kita bisa mengunakan brush (kuas) untuk menghilangkan atau menambahkan efek filter ke area di foto. fitur ini sangat membantu untuk foto-foto pemandangan yang meliputi langit dan pegunungan atau rumah. Bagian gunung dan rumah bisa kita hapus efek filternya supaya tidak terkena efek graduated filter.

lightroom-cc-filter

Masih ada beberapa peningkatan dan fitur baru dari Lightroom seperti web gallery yang lebih bagus, kemudahan untuk sharing foto, mendukung OS Android untuk ponsel.

Dalam waktu dekat saya akan mencoba dan meneliti fitur-fitur tambahan diatas. Dan akan saya masukkan kedalam bahan workshop Lightroom. Ada kemungkinan saya akan membuat workshop sehari khusus untuk membicarakan Adobe Lightroom CC ini jika ada yang berminat.

—–

Infofotografi secara rutin menyelenggarakan kursus Adobe Lightroom. Lihat jadwalnya di halaman ini, dan Anda juga bisa belajar secara otodidak dengan membaca buku kursus Adobe Lightroom yang ditulis oleh saya dan Iesan.

Zeiss Batis, seri lensa baru untuk kamera mirrorless Sony A7

$
0
0

Secara mengejutkan, Zeiss meluncurkan seri lensa baru khusus untuk sistem kamera Sony full frame. Seri ini dinamakan Zeiss Batis. Dalam kesempatan ini, Zeiss langsung mengumumkan dua lensa sekaligus. Zeiss Batis 25mm f/2 dan Zeiss Batis 85mm f/1.8.

Ada yang inovatif dari lensa Batis ini, yaitu OLED display yang menampilkan jarak fokus dan rentang ruang tajam (depth of field). Teknologi ini yang pertama kali diterapkan di lensa.

zeiss-batis-25

Indikator tersebut memudahkan fotografer untuk memastikan bagian yang fokus/tajam dalam foto meskipun kondisi cahaya lingkungan saat itu gelap seperti saat matahari terbit atau tenggelam. Kedua lensa ini juga dilengkapi dengan sistem autofokus, sesuatu yang tidak kita temukan di lensa-lensa Zeiss untuk kamera DSLR.

Meskipun banyak lensa Sony/Zeiss lainnya yang mencakupi focal length 25mm seperti 16-35mm, dan 24-70mm, Zeiss Batis 25mm f/2 memiliki keunikan sendiri, yaitu merupakan lensa fix. Selain itu, 25mm f/2 memiliki bukaan yang relatif besar (Kurang lebih 2 stop lebih besar / 4 kali lebih banyak cahaya). Latar belakang juga bisa lebih blur. 25mm f/2 juga bisa fokus cukup dekat yaitu 20 cm, sehingga cukup baik untuk foto close-up photography. Perbesarannya 1:5.2 dan beratnya 355 gram. Panjang lensa 7.8 cm dan filter yang cocok 67mm. Harganya US$ 1299.

zeiss-batis-85mmLensa yang kedua yaitu Zeiss Batis 85mm f/1.8, yang dirancang untuk penggemar portrait photography. Meskipun bukaannya tidak mencapai f/1.2 atau f/1.4 seperti lensa portrait pada umumnya tapi lensa ini memiliki optical stabilization untuk membantu menstabilkan getaran kamera. Berat lensa ini 455 gram. Panjang lensa 9.2 cm, dan filter yang cocok 67mm. US$1199.

Menurut saya Zeiss telah berhasil membuat rancangan lensa fix modern yang bagus untuk sistem Sony FE. Ukurannya dan beratnya sesuai dengan kamera mirrorless, harganya juga tidak semahal seri Zeiss Otus untuk kamera DSLR. Dengan tambahan kedua lensa ini, sistem Sony Full frame (FE) seri A7 menjadi lebih kaya dan lebih menarik lagi bagi penggemar fotografi amatir dan profesional.

—-

Maksimalkan fungsi dan setting kamera digital Anda dengan mengikuti  acara Kupas tuntas kamera digital

Pentax K3 II : Pembaharuan dengan fitur inovatif

$
0
0

Pentax boleh terbilang kecil diantara produsen kamera DSLR lainnya seperti Canon dan Nikon. Tapi justru yang kecil-kecil ini yang memiliki jiwa inovatif yang lebih besar daripada yang besar-besar yang cenderung santai karena merasa sudah aman dengan penjualan dan market sharenya yang besar.

pentax-k3-mk-ii

Kamera DSLR bersensor APS-C, 24 MP, Pentax K3 yang diluncurkan tahun 2013 yang termasuk kamera yang inovatif . K3 ini tahan air, debu, cuaca dingin sampai -10 derajat Celcius. Punya sensor-shift stabilization yang bisa menstabilkan getaran tangan tak peduli apapun lensa yang digunakan dan teknologi ini juga bisa mensimulasikan efek filter AA supaya moire dan false color tidak muncul. Kecepatan foto berturut-turut juga sangat cepat yaitu 8.3 foto per detik.

Di tahun 2015, Pentax mengumumkan kamera pembaharuan dari Pentax K3, yang menurut saya sangat menarik fitur-fiturnya. Salah satu fitur yang menonjol adalah pixel shift yang bisa menggabungkan empat foto sehingga memperoleh gambar yang sangat tajam dengan warna yang akurat seperti efek Foveon sensor.

Crop 100% dari sample foto Pentax K3 II dengan teknologi penggabungan 4 foto dengan sensor shift.

Crop 100% dari sample foto Pentax K3 II dengan teknologi penggabungan 4 foto dengan sensor shift.

Sensor shift stabilization juga ditingkatkan dari 3.5 stop menjadi 4.5 stop. Mekanisme ini kini dilengkapi dengan gyro sensor sehingga bisa mendeteksi gerakan panning.

Posisi flash sekarang diganti dengan GPS

Posisi flash sekarang diganti dengan GPS

Pentax juga menambahkan fitur GPS untuk mencatat lokasi kamera di lapangan. Sayangnya penambahan GPS menghilangkan flash diatas kamera. Agak disayangkan karena built-in flash di K3 bisa digunakan untuk memicu flash secara wireless. gps-pentax-k3-ii

Ada fitur inovatif baru untuk fotografer yang suka foto bintang yaitu Astrotracer, dimana sensor shift ini akan mengkompensasi perubahan letak bintang dengan menggerakan sensor, sehingga di hasil foto, bintang tetap berbentuk titik, bukan jejak cahaya saat memotret dengan exposure yang panjang, contohnya 180 detik.

Secara keseluruhan, Pentax K3 II ini menyempurnakan Pentax K3 menjadi kamera yang tangguh untuk fotografer outdoor dan adventure. Pengembangan teknologi sensor-shift stabilization, dan penambahan GPS menurut saya inovasi yang melebihi kamera-kamera DSLR yang tersedia saat ini. Terlebih ukuran kameranya tidak terlalu besar, beratnya 800 gram dan harganya kompetitif yaitu US$ 1099.5.

pentax-k3-ii-16-85mm

Sejak Ricoh mengakuisisi Pentax Juli 2011 yang lalu dari HOYA, insinyur-insinyur Pentax giat membuat inovasi-inovasi baru. Dalam empat tahun terakhir ini, banyak perkembangan baru yang menarik bagi Pentaxian (pengguna/fans sistem Pentax). Beberapa diantaranya adalah kamera DSLR Pentax K3, kamera medium format Pentax 645Z, kamera mirrorless Pentax Q dan banyak lensa-lensa baru. Di akhir tahun ini kemungkinan Pentax akan meluncurkan kamera full frame pertamanya, yang mungkin dinamakan Pentax K1.

Fitur dan contoh hasil foto dari kamera DSLR Pentax K3 II selengkapnya bisa dibaca di situs resmi Ricoh Jepang.

DSLR pemula 2015 : pilih Canon EOS 760D atau Nikon D5500?

$
0
0

Baik Canon EOS 760D maupun Nikon D5500 keduanya selalu menarik untuk dibahas, di tulisan sebelumnya kita sudah mengenal posisi Canon EOS 760D yang mengisi segmen pemula canggih, tampak ada kemiripan dengan Canon EOS 70D. Di lain pihak Nikon D5500 yang juga berada di kelas yang sama, pernah dibandingkan speknya dengan D7100. Intinya keduanya mendapat rekomendasi dari kami, setidaknya untuk fotografer pemula dan hobi. Tapi bagaimana bila keduanya dibandingkan secara langsung, head-to-head, apa keunggulan dan kelemahan keduanya?

760D vs D5500

Canon EOS 760D

EOS 760D adalah pertama kalinya dalam sejarah Canon Rebel (EOS tiga digit), digunakan sistem dua roda kendali dan LCD kecil tambahan di bagian atas kamera. Dengan begitu walau masuk ke segmen pemula tapi pengoperasian kamera 760D sudah sama dengan kamera diatasnya (misal 70D). Di roda belakang tetap ditemui tombol empat arah yang juga berfungsi sebagai jalan pintas ke setting lain seperti WB, AF dsb. Peningkatan dari 700D ke 760D yang saya acungi jempol (dan sudah waktunya) adalah sensor baru 24 MP, titik fokus dari 9 titik bertambah jadi 19 titik (sama dengan 70D), virtual horizon (level), dan codec MP4 untuk video yang lebih populer.

Hal yang saya suka dari 760D (dan tidak ada di Nikon D5500) diantaranya kemampuan Hybrid AF (saat live view dan saat rekam video), fitur Wireless Flash, dua roda kendali dan LCD di bagian atas. Hybrid AF membuat 760D nyaris mirip 70D dalam hal auto fokus saat rekam foto dan video dengan lensa STM, karena pada sensornya sudah ditanami piksel-piksel pendeteksi fasa. Sedangkan fitur wireless flash, dua roda kendali dan LCD tambahan di atas membuat kamera pemula ini masih cocok dipakai oleh yang sudah mahir sekalipun.

Kekurangan EOS 760D sebagai kamera pemula adalah belum weathersealed, ISO step tidak bisa 1/3 stop, tidak ada Kelvin WB, tidak bisa manual flash (harus selalu TTL) dan jendela bidik yang kecil. Bila dibanding Nikon D5500, fitur yang tidak akan ditemui di 760D diantaranya adalah interval timer, in-camera RAW processing dan tidak ada Auto ISO yang fleksibel.

760D vs D5500 b

Nikon D5500

Nikon D5500 adalah kamera DSLR Nikon pertama (dan satu-satunya sampai saat ini) yang bisa dioperasikan dengan menyentuh layar. Kamera ini kecil/ringan, hasil fotonya bagus, fiturnya cukup lengkap, layar LCD bisa dilipat dan disentuh, apa lagi yang kurang? Sebagai produk di segmen bawah, D5500 tetap dibuat dengan desain satu roda kendali, tanpa LCD kecil di atas, minim tombol akses langsung ke fungsi WB/AF dsb, dan tidak ada motor fokus di bodi. Walau begitu, ergonomi D5500 sudah disempurnakan, lebih enak digenggam juga karena gripnya lebih dalam.

Hasil foto yang bagus menjadi kekuatan D5500. Sensornya 24 MP tanpa low-pass yang tajam sampai pixel level (asal didukung lensa yang tajam juga), auto fokus oke (39 titik, ada 3D tracking AF) dan secara umum hasil fotonya sangat baik. Fitur tambahan juga lengkap, seperti HDR, interval timer shooting, dan ada in-camera RAW processing (yang mana tidak ditemui di Canon EOS 760D). Keunggulan DSLR Nikon pemula dibanding DSLR Canon pemula lainnya adalah di Nikon sudah bisa atur 1/3 stop ISO, ada Auto ISO yang cerdas, dan spot meter area bisa dipindahkan sesuai titik fokusnya.

Kelemahan Nikon D5500 yang minim tombol langsung ke fungsi penting seperti ISO, WB, AF dsb bisa diatasi dengan bantuan dari layar sentuh. Sisi lemah lain ada di live-view dan video khususnya dalam hal auto fokusnya, karena tidak punya fitur hybrid AF seperti di Canon 760D, sehingga auto fokusnya akan lambat dan hunting saat live-view dan rekam video. Selain itu D5500 masih tetap tidak bisa simulasi eksposur saat live view, sesuatu yang penting saat pakai mode Manual.

Kesimpulan

Kedua kamera, Canon 760D dan Nikon D5500, berada di kelas dan harga yang mirip. Tapi walau demikian, pendekatan keduanya agak berbeda. Canon lebih mengedepankan kemudahan pemakaian (tombol, roda, LCD kecil, hybrid AF) dan Nikon lebih mengandalkan kualitas gambar dan fitur tambahan (sensor tajam, RAW processing, dsb).

Kedua kamera pun berbagi kemiripan spesifikasi, seperti sensor APS-C 24 megapiksel, rentang ISO, kecepatan tembak (5 fps), fitur video, layar sentuh-lipat-putar, dan WiFi. Keduanya juga berbagi kelemahan yang sama yaitu jendela bidik kecil, bodi plastik (tidak weathersealed) dan buffer terbatas.

Kesamaan keduanya :

  • sensor APS-C 24 MP (walau yang D5500 tanpa low pass)
  • layar sentuh, layar bisa dilipat dan diputar (walau yang D5500 0,2 inci lebih besar)
  • bisa menembak hingga 5 foto per detik
  • ISO 100-25.600 (di 760D ISO 25.600 disimbolkan H)
  • WiFi dan NFC

Keunggulan Canon 760D terhadap D5500 :

  • dua roda kendali, LCD tambahan di atas
  • hybrid AF untuk live-view (phase detect AF di sensor)
  • wireless flash, bisa kendalikan flash eksternal secara offshoe
  • tombol pintas langsung (WB, AF, ISO dsb)
  • kompatibel dengan semua lensa EOS (tidak ada issue auto fokus)

Keunggulan D5500 dibanding 760D :

  • ketajaman hasil foto (karena tanpa low pass di sensornya)
  • titik fokus lebih banyak (39 titik vs 19 titik)
  • Auto ISO yang fleksibel, bisa 1/3 step ISO
  • lebih kecil dan ringan, grip enak
  • interval timer shooting (bisa buat timelapse)
  • in-camera RAW convert (rubah RAW ke JPG tanpa komputer)

Kekurangan keduanya :

  • buffer terbatas
  • bodi tidak weathersealed
  • jendela bidik kecil

—————————————

Ikuti kelas belajar kamera dan teknik fotografi yaitu :

  • Kupas Tuntas Kamera Digital (DSLR/Mirrorless), Minggu 3 Mei 2015 mulai jam 13.00 WIB. Info lengkap klik disini.
  • Dasar Fotografi dan Lighting, Sabtu Minggu 9-10 Mei 2015 mulai jam 10.00 WIB. Info lengkap klik disini.
  • Mastering Teknik dan Artistik Fotografi, Sabtu Minggu 23-24 Mei 2015 mulai jam 10.00 WIB. Info lengkap klik disini.

Review flash Pixel X800C

$
0
0

Kali ini kita kedatangan dua unit flash eksternal merk Pixel X800C terbaru dan tentu saja saya tak sabar untuk mencobanya. Flash Pixel X800C dirancang kompatibel dengan kamera Canon, dan dilengkapi fungsi Transceiver FSK 2,4 GHz dan fitur canggih lainnya. Dari sederet kemampuannya, flash ini mengingatkan saya pada Canon 600EX-RT sebagai flash tercanggih punya Canon. Tapi apakah kinerja dan fiturnya sama mantapnya dengan bentuknya yang keren? Kita cek saja sama-sama..

DSC00645

Kita mulai dari keunggulan Pixel X800C ini :

  • kekuatan besar, GN 60, di ISO 100
  • mode TTL, Manual dan Multi
  • bisa zoom head dari 20mm hingga 200mm
  • High Speed Sync hingga 1/8000 detik
  • built-in radio 2,4 GHz untuk Master dan Slave
  • tetap mendukung slave optik Canon, juga ada S1 dan S2 biasa
  • fitur lain seperti 2nd curtain, FEB, AF assist

DSC00646

Yang saya suka dari Flash Pixel X800C ini adalah bentuknya yang sedikit lebih kecil (dan lebih ringan) dibanding flash sejenis, punya layar LCD yang detil (resolusi tinggi) sehingga aneka tulisan dan simbol bisa ditampilkan dengan jelas. Lalu flash ini juga secara fisik sudah terlihat ‘serius’ dengan tombol dan roda untuk mengatur setting, port PC sync, port eksternal power dan USB untuk update.

Ada juga metal hot shoe dengan karet disekelilingnya serta pengunci sistem geser yang lebih praktis. Pada tuas On-Off juga ada pilihan Lock, berguna untuk mencegah setting dirubah tanpa sengaja. Bagusnya posisi Lock lebih logis, bukan diantara On dan Off seperti di sistem flash Canon. Empat buah soft-key disediakan untuk mengganti setting seperti mode remote, kompensasi, zoom dan mode sync/HSS. Ada juga roda putar untuk merubah setting dan tombol OK ditengahnya. Tidak ada lampu LED untuk indikator wireless RF, hanya ada lampu indikator flash ready.

LCD

Layar LCD resolusi tinggi, tulisan dan simbol terbaca dengan jelas

Flash X800C dirancang untuk dipakai secara on-camera maupun off-camera. Saat sebagai off-camera, kita bisa mentrigger X800C dengan berbagai cara, mulai yang paling basic seperti slave optik biasa (S1/S2), wireless optik Canon (bisa atur TTL/manual/channel dan grup) atau secara radio 2,4 GHz. Bila ingin mentrigger X800C secara radio, maka bisa memakai flash X800C lain sebagai master, atau memakai trigger Pixel King TTL (dibeli terpisah).

Pengujian

Saat saya mencoba memasang secara on-camera, dalam hal ini memakai DSLR Canon EOS 650D, maka kamera mengenali flash ini dan setting external flash di menu bisa dibuka semua. Apa yang diganti di kamera akan ditampilkan juga di layar LCD flash. Mode flash di kamera sendiri secara umum tersedia pilihan ETTL, Manual dan Multi (strobo).  Selain itu terdapat pilihan sync seperti 1st curtain, 2nd curtain dan High Speed Sync.

Berbagai pilihan mode flash

Berbagai pilihan sync flash

Sebagai contoh gambar dibawah ini adalah saat saya memilih mode Multi dengan setting power 1/16, 5 times dan 5 Hz. Bagusnya lagi, setting eksposur kamera seperti f/4 dan ISO 100 juga tertulis di LCD flash.

Pengaturan flash di kamera

Apabila kita ingin menjadikan flash X800C ini sebagai master untuk mentrigger flash lain secara optik, maka pengaturan wireless flash di kamera juga berfungsi penuh. Sistem wireless Canon yang mengenal rasio A:B + C juga bisa diatur semuanya. Contoh di bawah ini menunjukkan pemilihan rasio A:B sebesar 1:8 dan C dibuat +1, channel 1 dan flash master ikut menyala. Flash X800C juga bisa menjadi master dengan cara RF untuk mentrigger flash yang sama.

Pengaturan channel, rasio dan grup di mode wireless RF sama saja dengan di mode wireless optik. Perlu dicatat bahwa sistem RF di X800C tidak sama dan tidak kompatibel dengan sistem RT di flash Canon 600EX-RT.

Pengaturan Wireless Optic untuk Master Flash

Penggunaan flash Pixel X800C termasuk mudah, antarmuka menu yang simpel dan jelas dengan simbol-simbol yang mudah dipahami. Saya terbantu juga dengan tampilan layar LCD yang resolusinya tinggi sehingga huruf dan simbol jadi mudah dibaca. Hasil yang didapat dengan on shoe flash tergolong memuaskan. Hasil yang didapat memiliki karakter warna yang netral dan akurasi TTL yang tepat.

Kecepatan recycle time juga termasuk cepat. Saat memakai flash ini sebagai wireless optik, karena kompatibel dengan sistem Canon maka tidak ditemui masalah baik itu flash dijadikan master ataupun dijadikan slave. Fitur repeating flash (multi) juga mengesankan dengan kemampuan hingga 100 Hz dengan kekuatan up to 1/4 power.

Catatan oleh Enche Tjin:

Saat workshop portrait outdoor, saya dan peserta workshop yang mengunakan kamera Canon mencoba mengunakan kedua flash Pixel XC800 ini. Satu diatas kamera sebagai pemicu secara radio, dan satu lagi diletakkan diatas lighstand. Komunikasi radio berjalan dengan baik dan lancar selama workshop berlangsung.

Dua foto dibawah adalah hasil foto dari workshop tanpa editing. Kamera Canon 650D dengan lensa Canon 100mm f/2.8 IS L Macro.

pixel-xc800-mayanda-01

pixel-xc800-mayanda-02

Kesimpulan

Dengan harga relatif terjangkau, kita punya alternatif flash eksternal yang berkualitas baik, sarat fitur dan mendukung berbagai kebutuhan wireless. Sehingga untuk berbagai kebutuhan seperti liputan, potret atau foto produk yang perlu beberapa flash tidak membuat anggaran jadi jebol. Produk ini sementara belum tersedia di pasaran, harganya juga belum diumumkan sampai tulisan ini dibuat.

Keunggulan flash Pixel X800C

  • Power besar
  • recycle time cepat
  • bisa wireless optik TTL
  • bisa wireless RF 2,4 GHz
  • antarmuka mudah, LCD detil, ada indikator baterai
  • bisa update firmware

Kelemahan flash Pixel X800C

  • tidak ada lampu indikator RF / link
  • trigger yang kompatibel sistem RF pilihannya terbatas

Trims untuk talent: Mayanda dan Pixel yang telah menyediakan review unit flash Pixel X800C.

Di Jual Sony NEX 7 dan lensa Sony 10-18mm f/4 OSS

$
0
0

Kamera dan lensa dibawah ini adalah kamera bekas yang digunakan salah satu teman saya. Biasanya digunakan untuk jalan-jalan. Kondisi kamera dan lensa masih bagus dan dijual karena penjualnya berniat upgrade ke kamera Sony A7 mk II.

jual-sony-nex-7-02

jual-sony-nex-7-01

Sony NEX 7 dan lensa kit 18-55mm f/3.5-5.6 OSS

Dijual dengan harga Rp 6.25 juta

Review Sony NEX 7 bisa dibaca di halaman ini.

Kondisi kamera Sony NEX 7 : Mekanisme baik, kondisi fisik body bagus, karet tidak melar. Layar LCD sudah dilapisi anti gores.

Kondisi lensa 18-55mm : Ada tanda bekas penggunaan di barrel zoom lensa, bisa dilihat di gambar dibawah ini:

jual-sony-nex-7-03

Kelengkapan: Quick guide manual, kabel USB, 1 Batterai, Tas Sony kecil (tali putus), filter lensa Nisi Pro UV 49mm, camera strap, tutup lensa dengan tali pengaman (lihat gambar diatas), body cap, tutup lensa belakang (rear cap), external charger.

Lensa Sony E 10-18mm f/4 OSS

dengan harga Rp 6.5 juta

Lensa super lebar, biasanya untuk landscape/pemandangan, arsitektur, interior.

Kondisi lensa sangat baik dan jarang sekali digunakan.

Kelengkapan: Kotak packaging lensa, kartu garansi resmi distributor Indonesia, filter UV merk HOYA UV HMC  beserta casing filter, dan tali untuk lens cap merk ATT.

jual-sony-10-18mm-f4-oss

 

jual-10-18mm-f4-oss-02

Jika ingin memesan, hubungi 0858 1318 3069. Boleh juga jika melihat kondisi kamera dan lensa secara langsung, boleh mampir ke Infofotografi, jl. Moch. Mansyur/Imam Mahbud No. 8B-2 Roxy, Jakarta Pusat. Sebaiknya membuat janji terlebih dahulu sebelum mampir. Terima kasih untuk perhatiannya.

—-

Oh ya, bagi yang ingin membeli kamera baru dan lensa baru, sebagai info, Sony menawarkan berbagai promo potongan harga kamera dan lensa sampai tanggal 3 Mei 2015. Anda bisa memesan lewat saya juga 0858 1318 3069 atau di ranafotovideo.com


Workshop Food Photography

$
0
0

Dalam kehidupan sehari-hari, Kita tidak dapat terlepas dari kebutuhan makanan. Berkembangnya waktu, makanan tercipta dalam beragam warna dan bentuk yang bervariasi (kuliner). Tak heran jika makanan menjadi tren dan gaya hidup untuk selalu diikuti perkembangannya.

Memotret makanan kini mulai diterapkan dalam berbagai kebutuhan. Sering kali memotret makanan yang ditujukan untuk kebutuhan iklan dan majalah mampu menonjolkan sisi kelezatan makanan. Berkembangnya teknologi dan interaksi sosial yang modern, food fotografi digunakan sebagai bukti aktualisasi diri personal terhadap lingkungannya. Memotret dengan handphone lalu diposting di jejaring social adalah hal yang lumrah kita jumpai saat ini.

Banyak diantara pecinta kuliner ingin menampilkan sisi kelezatan dan makanan yang “modis” dalam setiap makanan yang mereka ciptakan. Sayangnya, keterbatasan pengetahuan komposisi, angle, dan lighting, membuat makanan yang enak terkesan hambar.

food 1

Infofotografi hadir dengan kelas baru yang mencoba memberikan informasi kepada para peserta untuk bisa memotret makanan secara lebih menarik. Di dalam kelas Basic Food Photography, peserta akan diajarkan:

  1. Pemilihan angle dan komposisi yang tepat menurut jenis dan bentuk
  2. Menciptakan nuansa/ kesan yang ingin dicapai sesuai dengan konsep dalam pemotretan makanan.
  3. Teknik lighting dalam memotret makanan. (window lighting, light brush, flash dan lampu studio)

Workshop ini menekankan pada praktik. Di workshop ini peserta akan diberikan kesempatan untuk memotret berbagai jenis makanan/minuman yang telah kita set, antara lain: Snack, cookies dan teh, kopi. Makanan tradisional dengan mangkuk, makanan barat, dan lainnya. Totalnya akan ada 5-6 set-up makanan. Peserta akan mengunakan lampu studio/flash.

food 4

Tanggal pelaksanaan: Minggu, 17 Mei 2015. Pukul 13.00-17.30 WIB

Lokasi: Jl. Moch. Mansyur (Imam Mahbud) No. 8B-2 Jakarta Pusat – Lihat Peta

Biaya mengikuti workshop ini Rp 550.000,- per orang.

Maksimum peserta 8 orang

Persyaratan: Membawa kamera digital dan lensa (bebas, zoom atau fix tida masalah).

Instruktur: Albertus Adi Setyo

Pendaftaran:

  1. Hubungi 0858 1318 3069 / infofotografi@gmail.com
  2. Transfer biaya workshop ke Enche Tjin BCA 4081218557 atau Mandiri 1680000667780
  3. Konfirmasi dan datang di hari H.

Semua gambar di post ini adalah karya instruktur.

workshop-food-coffee

workshop-food-egg

Workshop Lightroom 6.0 – Fitur-fitur baru untuk manajemen dan editing foto

$
0
0

Workshop ini bertujuan membahas fitur-fitur baru untuk software manajemen dan editing foto Adobe Photoshop Lightroom 6.0/CC.

DSC_7169-Pano

Materi Workshop Lightroom 6

  1. Menggabungkan foto dengan teknik HDR (dan tips foto HDR)
  2. Menggabungkan foto panorama (dan tips foto panorama)
  3. Pengembangan fitur Graduated dan Radial filter
  4. Pengembangan manajemen foto seperti face recognition, import to collection dan sebagainya.

Bonus:

  1. Spot removal advanced healing brush (fitur Lightroom 5.0)
  2. Membahas parameter-parameter di adjustment brush
  3. Membahas penggunaan Tone Curve

Tanggal pelaksanaan : Minggu, 31 Mei 2015 pukul 10.00-14.30 WIB

Biaya workshop : Rp 375.000 per peserta, termasuk makan siang. Untuk Alumni Infofotografi atau pelajar Rp 325.000 saja.

Maksimum peserta 10 orang

Lokasi pelatihan: Jl. Moch. Mansyur / Imam Mahbud No. 8 B-2 Jakarta Pusat – dekat Roxy.

Syarat: Peserta wajib membawa laptop masing-masing. Meskipun kita menyediakan file untuk latihan, harapan kami peserta juga membawa file-file foto untuk di edit, terutama untuk HDR dan Panorama.

Mengunakan tool Graduated filter untuk menegaskan detail langit.

Mengunakan tool Graduated filter untuk menegaskan detail langit tanpa membuat gunung menjadi gelap.

hdr-lightroom

Membuat efek HDR (menyeimbangkan kontras foto) kini menjadi mudah dan natural di Lightroom

Cara mendaftar

  1. Hubungi 0858 1318 3069 untuk mendaftar
  2. Transfer ke Enche Tjin via Bank BCA 40812183069 atau Mandiri 1680000667780
  3. Konfirmasi dan datang di hari H.

Tips motret travel portrait yang natural

$
0
0

Saat traveling, mungkin kita akan menemukan orang-orang yang unik dan berbeda dengan tempat tinggal kita. Mungkin orang tersebut berbeda suku, berbeda pakaian atau memiliki karakter yang menarik. Orang-orang seperti itu biasanya menarik untuk dipotret.

Mungkin Anda mengira foto portrait travel yang bagus hanya bisa dibuat dengan kamera dan lensa yang mahal dan teknik editing yang tinggi, tapi sebenarnya ada yang jauh lebih penting dari itu.

Tantangan untuk membuat foto portrait yang bagus adalah membuat foto portrait yang terkesan alami/natural. Orang yang dipotret seharusnya tidak kaku, merasa tidak nyaman atau merasa terpaksa, dan terganggu atas kehadiran fotografer.

portrait-yunnanSaat memotret portrait, komunikasi adalah hal yang penting, terutama jika kita memotret di jarak yang dekat. Komunikasi bisa secara lisan jika orang yang akan dipotret memahami bahasa kita, tapi bisa juga dengan bahasa tubuh. Saya banyak mengunakan bahasa tubuh saat traveling ke luar negeri, atau saat memotret di daerah terpencil di tanah air. Meskipun masih di dalam negeri, masih banyak yang tidak begitu paham dengan bahasa Indonesia, terutama orang tua di daerah pedesaan.

Bahasa tubuh yang saya gunakan biasanya sederhana saja. Misalnya mengangkat kamera saya dan menunjuk ke kamera sambil tersenyum. Biasanya orang yang ingin saya potret langsung mengerti dan saya akan mendapatkan reaksi antara senang dipotret atau langsung menolak dengan menutup wajah dengan tangan. Jika orang tersebut menolak, saya tidak tersinggung dan juga tidak memaksakan keinginan saya.

Seringkali orang yang saya temui menolak difoto karena belum kenal dengan kita dan takut kita menyalahgunakan foto tersebut, misalnya menerbitkan foto mereka di media cetak atau menjual foto mereka untuk iklan komersial. Selain itu, ada orang yang memang sangat pemalu.

Untuk memperbesar kemungkinan diperbolehkan untuk memotret, saya sering mengobrol dulu dengan subjek foto sebelum memotret, misalnya menanyakan bagaimana kabarnya hari itu, atau cerita sejarah lokasi tempat tinggal dia. Basa-basi ini seringkali penting supaya suasananya lebih cair.

yunnan-miaoSetelah mendapat izin memotret, periksalah latar belakang, apakah sesuai dengan dengan orang yang dipotret. Jika cocok, ambilah. Tapi jika latar belakang “berantakan” misalnya banyak turis lainnya, banyak kabel listrik dan sampah yang merusak keindahan, saya akan mengunakan lensa telefoto zoom dan men-zoom ketat ke wajah / ekspresi saja.

Sebagian besar orang yang saya foto saat traveling bukan model dan kemungkinan besar jarang difoto, sehingga wajar saja kalau saat berpose agak kaku sehingga menimbulkan kesan yang tidak alami. Kadang-kadang saya meminta mereka untuk jangan berpose, anggap saja saya tidak ada, atau jangan melihat kamera. Terkadang saya akan meminta mereka melakukan sesuatu yang biasa mereka lakukan, misalnya merokok, minum teh, melanjutkan pekerjaan mereka atau bersantai.

Jangan hanya memotret sekali saja, dan jangan buru-buru memeriksa hasil foto di layar LCD, karena biasanya setelah mendengar bunyi ceklek, maka orang yang dipotret biasanya ekspresinya akan lebih lepas dan alami, foto beberapa kali lagi untuk mendapatkan foto dengan ekspresi yang lebih alami.

Teman atau pemandu/guide, juga bisa kita minta tolong untuk berinteraksi dengan orang yang ingin kita potret. Guide bisa kita jadikan penerjemah juga. Saat orang tersebut berbincang-bincang dengan teman/guide, kita dapat memotret secara candid. Atau minimal suasana bisa lebih cair.

Membuat portrait yang bagus memang bukan hanya menguasai teknik fotografi atau mengunakan kamera dan lensa yang mahal, tapi kemampuan berkomunikasi, memperhatikan dan banyak berlatih. Semakin banyak traveling, semakin banyak orang yang Anda temui dan memotret, tentunya ilmu Anda akan semakin meningkat.


Jadwal tour and workshop Infofotografi dapat dibaca di laman ini.

Perkembangan Kursus Online Infofotografi

$
0
0

Hingga sampai saat ini antusiasme terhadap kursus fotografi online yang diluncurkan bulan lalu cukup positif. Beberapa orang yang mendaftar sudah menerima modul dan berbagai penugasan sesuai topiknya, dan juga sudah mengirimkan tugasnya untuk dievaluasi langsung oleh saya dan Enche Tjin.

Peserta kursus online ini memang semuanya dari luar Jakarta meskipun yang dari Jakarta juga boleh berpartisipasi dalam kursus ini. Sebagian ada yang berdomisili di Semarang, Jogja bahkan Kalimantan. Media email yang menjadi sarana mengirimkan modul, penugasan, pertanyaan dan evaluasi memang tepat untuk memfasilitasi kebutuhan kelas online ini, apalagi di jaman mobile seperti sekarang semua orang bisa cek email dari ponselnya setiap saat.

Salah satu hal menarik yang bisa didapat dari kelas online ini bisa jadi adalah penugasan yang menantang dan variatif sesuai modul yang dibahas. Di satu kesempatan peserta memang hanya diminta memotret obyek sederhana di dalam rumah, tapi di lain waktu mereka diminta keluar untuk mencari subyek yang bergerak, aliran air atau gerakan kendaraan di waktu malam. Memang peserta diminta aktif belajar dan penuh inisatif dalam mengikuti kelas ini, karena pelajaran yang dibagi per modul sudah dirancang untuk memberi pemahaman yang sistematis. Peserta juga dituntut untuk tidak mudah menyerah khususnya bila tugas yang dibuat ternyata dianggap belum layak oleh kami.

Berikut ini adalah contoh tugas-tugas yang dibuat oleh peserta :

Melatih auto fokus kontinu pada subyek yang bergerak :

contoh Mod2_Tugas 2A

Foto dibuat oleh pak Arif dari Bandung

 

Memotret slow speed gerakan air dan jejak lampu :

contoh mod4_tugas1

Foto dibuat oleh ibu Endah dari Jogja

contoh mod4_tugas2

Foto dibuat oleh ibu Endah dari Jogja

Dibandingkan dengan kursus kilat fotografi reguler di Jakarta, keuntungan yang paling terasa bagi peserta adalah mendapatkan feedback oleh saya dan Enche dalam setiap foto yang dikirimkan. Feedback yang diberikan bukan hanya pujian atas keberhasilan membuat foto sesuai penugasan, tapi juga saran dan kritik supaya hasil foto selanjutnya bisa lebih bagus lagi.

Contoh feedback salah satu penugasan modul

Di modul-modul berikutnya, para peserta ini akan lebih ditantang kretivitasnya untuk mempraktekkan modul-modul selanjutnya seperti pemahaman White Balance, memilih fokal lensa, mengatur komposisi hingga memotret sunrise dan sunset. Dengan jatah waktu 6 (enam) bulan, semestinya para peserta punya cukup banyak waktu untuk terus berlatih dan menyelesaikan seluruh modul yang ada hingga mendapat sertifikat kelulusan dari kami.

Anda juga berminat untuk ikut kursus online ini? Silahkan hubungi kami/SMS ke 0858 1318 3069 atau e-mail infofotografi@gmail.com segera untuk mendapat kesempatan harga promo Rp 2.000.000 per 10 modul pelajaran.

Materi modul pelatihan dan aturan pelaksanaan lengkap bisa dibaca di laman ini.

Review lensa Nikon AF 85mm f/1.4D

$
0
0

Nikon AF 85mm f/1.4D adalah salah satu lensa legendaris Nikon yang dirancang tahun 1992 oleh Koichi Oshita dan mulai dijual akhir tahun 1995. Lensa ini berhenti produksi tahun 2010. 85mm f/1.4D terkenal sebagai lensa spesialis untuk portrait. Meskipun lensa ini dirancang di era kamera film, lensa ini bisa digunakan di kamera digital baik kamera digital full frame maupun bersensor APS-C. Saat ini, sayangnya lensa ini sudah tidak diproduksi lagi dan sudah digantikan dengan Nikon AF-S 85mm f/1.4G.

nikon-85mm-f14d

Saya membeli lensa ini dari tahun 2009 sehari $923 untuk dipasang dengan Nikon D700, dan masih saya pakai sampai sekarang. Saat ini, masih sebagian yang menjual lensa baru yang harganya sekitar $1000-1300, tapi kebanyakan yang tersedia adalah lensa bekas, harganya bervariasi tergantung dari kondisi lensa. Rata-rata dijual dengan harga $750.

Dibandingkan dengan lensa-lensa era sekarang, konstruksi body lensa lebih kokoh karena sebagian besar materialnya dari logam, bahkan lens hoodnya juga dari logam yang jauh lebih kokoh daripada lens hood plastik di era digital. Hood ini tidak bisa dipasang terbalik untuk memudahkan penyimpanan.

nikon-85mm-metal-hood

Meskipun demikian, berat dan ukuran lensa tidak begitu besar, hanya sekitar 524 gram, malah lebih ringan dari 85mm f/1.4G yang beratnya 595 gram tapi terbuat dari material plastik.

Seperti lensa era film lainnya, 85mm f/1.4D memiliki aperture ring, dimana fotografer bisa mengganti bukaan lensa dengan memutar ring bukaan. Di era digital, posisinya bisa dikunci ke bukaan terbesar (f/16) dan kemudian bukaan diatur lewat kamera.

nikon-85mm-f14d-rear

Kelebihan aperture ring adalah saat kita bisa mengubah bukaan saat merekam video, atau saat memasang lensa ini ke kamera mirrorless.

Juga ada distance scale sehingga kita bisa tau jarak fokus dan tanda hyperfocal (meskipun sangat terbatas infonya, hanya f/11 dan f/16. Dalam praktiknya sangat jarang digunakan.

Karakter optik

Lensa ini bisa menghasilkan hasil foto yang sangat tajam, juga membuat latar belakang blur yang mulus. Rentang bukaan lensa ini cukup luas, dari f/1.4 sampai f/16.

  • Saat digunakan di f/1.4, gambar tidak begitu tajam, kecuali posisi objek ditengah, tapi latar belakang sangat mulus dan menimbulkan efek yang sedikit “dreamy”.
  • Saat digunakan di f/2-f/2.8, ketajaman foto meningkat cukup signifikan. Biasanya saya banyak mengunakan rentang bukaan ini untuk foto portrait karena ketajamannya lumayan, dan blur latar belakangnya mulus.
  • Di bukaan f/4 ketajaman dan kontras lebih tinggi lagi, tapi bagian yang tidak fokus tidak semulus di bukaan yang lebih besar, efek dreamy looknya juga hilang.
  • Antara f/5.6-f/8 sangat tajam dan kontras, cocok untuk fotografi pemandangan, still life, atau portrait studio yang mementingkan menangkap detail setajam mungkin. Puncak ketajaman lensa ini berada di f/5.6.
  • f/11-f/16 masih cukup tajam, namun efek difraksi menurunkan ketajaman sedikit.

 

f/1.4 dengan kamera Nikon D700 (12MP)

f/1.4 dengan kamera Nikon D700 (12MP) – Talent: Auorelia Inez

Crop 100% di daerah fokus. Cukup tajam hanya saja ruang tajamnya sangat tipis, sedikit meleset jadi tidak tajam.

Crop 100% di daerah fokus. Cukup tajam hanya saja ruang tajamnya sangat tipis, jika fokus sedikit meleset saja jadi tidak tajam.

Crop 100% di bagian yang tidak fokus/bokeh. Secara umum sangat mulus.

Crop 100% di bagian yang tidak fokus/bokeh. Secara umum sangat mulus.

Untuk foto dengan lighting studio seperti ini, performa 85mm f/1.4D sangat baik. f/6.3.

Untuk foto dengan lighting studio seperti ini, performa 85mm f/1.4D sangat baik. f/6.3 dengan Nikon D600 (24 MP) – Talent: Karen Natasya

Soal vinyet (gelap di sudut foto) tidak perlu dikuatirkan, demikian juga distorsi juga hampir tidak ada dan tidak terlihat di kasat mata. Color fringing (warna unggu/hijau yang muncul di transisi area yang terang dan gelap) cukup tinggi di bukaan besar (f/1.4-f/2) tapi hilang saat bukaan ditutup ke f/8. Color fringing ini bisa dihilangkan melalui software seperti Lightroom, tapi detail di daerah transisi itu juga terhapus. Color fringing tambah parah (terlihat lebih jelas dan tebal) saat mengunakan kamera dengan resolusi besar seperti 24MP atau lebih tinggi. Karena kelemahan ini, Nikon membetulkannya di penerus lensa ini, yaitu 85mm f/1.8G dan 85mm f/1.4G.

f/1.4 dengan Nikon D700

f/1.4 dengan Nikon D700 – Talent: Nonna Lady

Lensa ini tidak cocok sama sekali untuk urusan makro dan close-up fotografi, karena tidak bisa fokus lebih dekat dari 85cm. Ukuran magnifikasinya hanya 1:8.8 atau 0.12. Bandingkan dengan lensa makro yang perbesarannya 1:1 atau 1.

Autofokus

Lensa ini dilengkapi dengan mekanisme Autofokus. Saat autofokus, bagian depan lensa tidak memanjang dan memutar karena desain inner focus system (IF). Kecepatannya tergantung dari kekuatan motor fokus di kamera. Di kamera DSLR menengah seperti Nikon D90, D7xxx, kecepatan autofokus agak lambat, tapi di Nikon D7xx, D8xx, kecepatan autofokus bisa lebih cepat. Karena diputar secara mekanik, ada sedikit suara halus saat autofokus.

Autofokus lensa ini tidak berdaya untuk subjek bergerak, jadi bukan lensa yang ideal untuk foto aksi/olahraga. Di kondisi cahaya yang gelap, saya mendapati autofokus sering gagal dan sulit mengunci fokus.

Perlu diperhatikan juga bahwa saat dipasang di kamera DSLR Nikon pemula seperti Nikon D40, D50, D3xxx dan D5xxx, lensanya tidak bisa autofokus karena di kamera-kamera tersebut tidak memiliki motor fokus.

intan-shofi-85mm

Dengan aperture f/2.5, kamera Nikon D700

Kesimpulan

Lensa ini biasanya saya gunakan hampir secara ekslusif untuk foto portrait. Sebenarnya bisa juga untuk landscape, tapi sayangnya agak tanggung, alias kurang tele/panjang. Kualitas optiknya bagus dan masih relevan di era digital. Idealnya, lensa ini dipasang di kamera full frame bersensor 12-16MP. Di kamera bersensor 24MP-36MP, kekurangan lensa ini akan tampak, terutama color fringing dan ketajaman yang menurun.

Saran saya, jika mengunakan kamera bersensor full frame seperti Nikon D610, D750 (24MP) atau D8xx (36MP) lebih baik mengunakan lensa 85mm f/1.4G (meskipun harganya mahal Rp 22.6 juta – Ouch!) atau alternatif lain Nikon AF-S 85mm f/1.8G (5.75 juta).

Kelebihan

  • Kualitas optik yang bagus. f/2-2.8 tajam, sangat tajam di f/5.6-8.
  • Kualitas body lensa dari logam, termasuk hoodnya.
  • Relatif ringan mengingat casing dari logam (550gram)
  • Mengunakan filter berdiameter 77mm yang umum

Kelemahan

  • Color Fringing, terutama digunakan di kamera beresolusi tinggi
  • Autofocus agak lambat dan kadang gagal mengunci di kondisi gelap
  • Hood tidak bisa diputar balik untuk memudahkan penyimpanan

 


Buku panduan memilih kamera dan lensa yang tepat sudah tersedia. Baca keterangan dan cara memesan di laman ini.

Viewing all 1544 articles
Browse latest View live