Review kali ini akan mengulas mendalam tentang kamera mirrorless Fuji X-T20, kamera yang dibuat awal tahun 2017 sebagai penerus dari Fuji X-T10 yang mengisi segmen menengah dari Fuji. Mereka yang tadinya akan membeli Fuji X-T2 boleh jadi akhirnya beralih ke X-T20 ini karena selain banyak kemiripan, juga selisih harga keduanya lumayan. Tetap dengan desain kamera analog, seperti SLR film, dengan ukuran yang masih tergolong kecil, bisa dibilang Fuji X-T20 ini tampak keren dan beda dengan kamera lain pada umumnya. Tapi apakah kinerja dan hasil fotonya memang sekeren penampilan fisiknya? Kita cari tahu bersama..
![]()
Fuji X-T20 dengan lensa kit XF 18-55mm
Kalau mencari kamera berdasarkan check list, maka Fuji X-T20 ini bisa memenuhi banyak check list yang disyaratkan fotografer. Misalnya kualitas sensor, dukungan lensa, roda/kendali untuk ganti setting, jendela bidik, flash hot shoe, built-in flash, layar sentuh dan lipat hingga WiFi memang tersedia. Tapi ada juga check list yang tidak terpenuhi oleh kamera ini, misalnya bodi weathersealed yang ternyata tidak ada disini (untuk ketahanan terhadap hujan, debu dll tentu Fuji X-T2 lebih sesuai). Tampilan Fuji X-T20 memang bergaya retro klasik dengan bentuk ala SLR, dengan roda putar-putaran yang bertujuan menyamai pengaturan di kamera lawas. Di bagian atas ada roda drive mode, roda shutter speed dan roda kompensasi eksposur. Perbedaan Fuji X-T20 dengan kamera pada umumnya adalah, tidak terdapat roda mode PASM di bagian atas, meski tetap bisa memakai kamera di mode PASM dengan memutar roda shutter speed di atas, atau ring aperture di lensa (untuk mayoritas lensa XF). Berbeda dengan Fuji X-T2, tidak ada roda untuk ISO di Fuji X-T20 ini. Untuk mengganti ISO perlu melalui tombol Q yang sebetulnya sangat merepotkan, dan cara ini kelemahannya adalah kita tidak bisa melihat simulasi eksposur di layar, bahkan tidak bisa melihat light meter. Untuk itu saya sarankan tombol Fn di atas diubah saja (dikonfigurasi ulang) menjadi tombol ISO.
![]()
Roda kiri untuk Drive mode, lalu roda kanan untuk kompensasi eksposur.
Meski tampak cukup kecil, kamera yang bodinya dibuat dari bahan logam ini lumayan terasa berat. Ergonomi saat digenggam menurut saya kurang mantap, gripnya kecil dan tata letak roda dan tombol termasuk kecil dan terlalu dekat satu sama lain. Tapi itulah konsekuensi dari ukuran kamera yang kecil. Hanya soal waktu hingga akhirnya kita akan terbiasa dengan ergonomi kamera ini. Di bagian belakang bisa kita temui ada jendela bidik elektronik, layar LCD 3 inci yang bisa dilipat ke atas atau ke bawah, aneka tombol dan lampu LED kecil indikator untuk tanda bila sedang akses kartu memori.
![]()
Tampak belakang, dengan tombol 4 arah yang tidak ada tulisannya karena bisa diprogram
Bila desain luarnya membuat banyak orang yang tertarik, maka secara internal Fuji X-T20 juga punya sederet alasan yang membuat orang ingin memilikinya. Sebutlah misalnya sensor APS-C CMOS 24 MP X-Trans, lalu auto fokus hybrid dengan 325 titik, kemampuan rekam video 4K, layar sentuh (untuk ukuran kamera Fuji, adanya layar sentuh itu terasa spesial karena kamera Fuji umumnya tidak ada layar sentuh). Banyak orang juga sudah merasakan kalau kamera Fuji punya hasil foto yang karakter warnanya disukai untuk potret, noise lumayan rendah dan punya berbagai pilihan Film Simulation.
![]()
Boleh jadi pengguna yang tidak biasa pakai Fuji X-T20 akan bingung karena mode eksposurnya berbeda dengan kamera lain. Padahal sebetulnya sama saja misal mau full Auto ada, tinggal geser tuas ke Auto. Nanti banyak setting yang dikunci saat pakai Auto, tapi pengguna tinggal bidik dan jepret sudah bisa mendapat foto yang hasilnya ‘aman’ secara teknis. Kalau mau lebih optimal di mode Auto, bisa manfaatkan beragam Scene mode yang bisa diakses dari roda depan. Misalnya Portrait, Landscape, Night, Sunset dll. Tapi kalau tuas tadi tidak di posisi Auto maka kita bisa atur semua setting di kamera ini.
Saat saya memakai kamera ini untuk tes foto, umumnya saya pakai mode Manual, atau mode Aperture Priority. Kamera ini dibeli satu paket dengan lensa Fujinon XF 18-55mm, ciri lensa XF pada umumnya adalah adanya ring pengaturan aperture/diafragma, supaya seolah-oleh seperti pakai lensa jaman dulu. Ahlasil saya pun selalu memutar ring di lensa ini setiap kali ingin berganti aperture, perlu membiasakan khususnya bagi yang terbiasa memotret pakai satu tangan. Posisi roda di shutter speed kadang saya set di A (Auto, atau shutter speed akan dipilihkan oleh kamera), kadang saya pilih ke T (T untuk memilih semua pilihan shutter yang ada, up to 1/32.000 detik).
ISO di Fuji ini memang mulai dari ISO 200, dan tersedia 3 slot ISO Auto yang bisa di konfigurasi sesuai keinginan. Karena di kamera lain seperti Nikon dan Canon saya suka memakai ISO Auto yang lebih lengkap (bisa menentukan minimum shutter speed) maka saat memakai kamera ini saya cukup familiar, dan ISO Auto sebetulnya memudahkan saat ingin memotret dengan cepat tanpa kelamaan atur setting satu-satu.
Biasanya dalam mereview kamera saya titik beratkan bahasan ke dua hal : kualitas gambar dan kinerja keseluruhan. Idealnya kamera punya nilai plus dalam keduanya, karena keduanya menurut saya sama pentingnya. Soal kualitas gambar di Fuji X-T20 ini sebelum membuat review saya sudah menduga tidak akan mengecewakan. Yang penting adalah mengenali bagaimana karakter warna dalam film simulation yang ada, lalu pengaturan editing di kamera (DR, shadow, highlight, color dsb) dan bagaimana hasil foto di ISO tingginya. Kalau dari kinerja saya penasaran akan bagaimana performa auto fokusnya, memotret kontinu dan buffernya.
Kualitas gambar
Oke, kita mulai dulu dari kualitas gambarnya. Untuk semua pengujian kali ini menggunakan lensa XF 18-55mm OIS. Sensor 24 MP yang merupakan peningkatan dari X-T10 dengan 16 MP punya detail yang tinggi, apalagi memang sensor X-Trans tidak memakai low pass filter. Saya tidak mencoba semua film simulation yang ada, tapi biasanya untuk pemakaian umum saya pakai Standard (Provia), kalau foto orang kadang pakai ProNeg Std dan untuk pemandangan pakai Vivid (Velvia). Soal pengaturan Color, Shadow, Highlight pada dasarnya disesuaikan saja dengan selera.
dan perbedaan antara Film Simulation cukup terlihat baik dari saturasi warna, karakter warna, kontras dan ketajaman.
Bagaimana dengan hasil foto sensor 24 MP ini di ISO tinggi?
![]()
Test shot
Untuk mencari tahu karakter noise di kamera ini, saya mencoba mengambil beberapa tes foto seperti diatas dengan tripod dan untuk ISO tingginya hasilnya seperti ini :
Tampak di ISO 3200 noise mulai terlihat nyata tapi detailnya masih bisa dilihat (tulisan masih terbaca), begitu di ISO 6400 noisenya sudah tampak mengganggu. Tapi kabar baiknya, warna hasil foto tetap terjaga bahkan sampai ISO 25.600, meskipun soal detail sudah banyak menurun akibat noise. Saat dilihat dalam ukuran kecil (di resize, atau misal dicetak ukuran kecil) bahkan ISO 25.600 masih bisa dianggap layak. Memangnya kapan sampai pakai ISO setinggi itu? Ya misalnya saat ingin memotret dengan shutter cepat di tempat agak gelap.
Kinerja kamera
Kinerja kamera Fuji X-T20 secara umum termasuk baik. Begitu dinyalakan, sesaat kemudian kamera sudah siap memotret. Waktu yang diperlukan untuk mencari fokus juga termasuk cepat (tapi ini juga tergantung lensa apa yang dipasang). Sedikit yang terasa kurang cepat adalah saat live view lalu beralih dari LCD utama ke jendela bidik (atau sebaliknya), perlu sedikit waktu untuk memunculkan gambar di layar. Mengenai shoot kontinu CH dengan 8 fps dan 14 fps (shutter elektronik) terasa mantap, tampilan live view juga tetap jelas dan tidak mengalami black out.
Saat saya memakai X-T20 ini kadang-kadang saya memilih mode Electronic Shutter (ES). Keuntungan pakai ES adalah silent, bisa shoot kontinu hingga 14 fps, dan di jangka panjang bisa menghemat umur shutter mekanik. Kerugiannya ya ES tidak bisa pakai flash, dan hasil fotonya akan aneh kalau ada benda bergerak ke samping dengan cepat, atau kalau kita foto pakai sumber cahaya lampu tertentu seperti flourescent. Kelebihan ES di Fuji X-T20 dibanding kamera lain adalah bisa sampai 30 detik, sementara kamera lain hanya bisa sampai 1 detik saja.
Tapi dari semua kinerja kamera ini, yang paling ingin saya cari tahu adalah kemampuan auto fokusnya. Seperti yang kita tahu, Fuji X-T20 ini sudah hybrid AF dengan 325 titik fokus (meskipun pendeteksi fasanya hanya di tengah, yaitu 13×13 titik alias 169 titik). Bila titik ini terlalu banyak, kita bisa pilih jadi 91 titik saja supaya tidak repot memindahkan. Kalaupun mode fokusnya pakai Zone atau Wide maka titik fokusnya memang otomatis beralih ke 91 titik (pendeteksi fasanya 7×7 titik alias 49 titik).
Hal yang baru di X-T20 (dan awalnya ada di X-T2) yang tidak ditemui di X-T10 atau X-T1 adalah pilihan skenario untuk mode fokus AF-C, dengan 5 Set skenario benda bergerak sehingga kinerja fokus kontinu-nya bisa disesuaikan dengan keadaan gerakan subyek.
Untuk urusan video saya tidak banyak mencoba, tapi hasil rekaman dengan setting 4K maupun Full HD terlihat bagus dan tajam, dengan auto fokus yang transisinya juga halus, tidak mengalami hunting. Hanya saja karena Fuji tidak menerapkan stabilisasi di bodinya maka rekaman video yang diambil sambil bergerak akan tampak tidak stabil, jadi mesti pakai tripod, monopod atau gimbal.
Kesimpulan
Sebagai kesimpulan dari review ini, seperti yang sudah diduga, dari penampilan luar tampak keren, dalamnya juga mengesankan. Hasil foto yang tergolong sangat baik untuk ukuran sensor APS-C, kinerja yang cepat, banyak kustomisasi tombol dan fiturnya lengkap membuat kamera kelas menengah ini jadi pilihan banyak orang. Saya suka beberapa hal positif di X-T20 ini, misalnya banyak custom/user setting seperti 3 slot Auto ISO, 3 slot Custom WB, 7 slot Custom setting, bisa bikin My menu, hingga kustomisasi JPG (colors, contrast, sharpness) yang membuatnya lebih personal. Kinerja kamera juga tidak ada keluhan, bahkan bisa shoot dengan 14 fps itu setara DSLR kelas atas, belum lagi auto fokusnya sudah banyak peningkatan. Di sisi video, 4K jadi pembeda kamera ini dengan kamera lain, dan juga dia bisa berikan outputnya ke HDMI bila perlu.
Hal yang agak disayangkan apalagi bagi saya yang biasa pakai DSLR adalah, pertama ergonomi yang tidak semantap DSLR. Gripnya kecil, kecuali kalau menambah aksesori grip tambahan. Posisi tombol dan roda juga terlalu berdekatan, tombol relatif kecil dan tidak mudah ditekan, dan bila di kamera lain kita bisa jelajahi menu dengan layar sentuh, tidak demikian halnya di Fuji X-T20 ini. Bahkan untuk mengakses isi dari Quick setting (Q) juga tidak bisa menyentuh layar, harus pakai tombol 4 arah yang kecil itu. Selain itu karena kamera ini tidak weathersealed maka perlu lebih hati-hati saat memakai di keadaan yang lebih ekstrim. Hal lain yang sedikit menggaggu adalah posisi lubang tripod yang tidak segaris dengan lensa, dan efeknya kalau diatas tripod maka akses ke pintu baterai dan kartu memori jadi terhalang. Adapun hal-hal minor lain seperti kapasitas baterai yang terbatas dan minimnya dukungan flash eksternal dapat saya toleransi karena hampir semua kamera mirrorless menghadapi kendala yang sama.
Kamera Fuji X-T20 ini cocok untuk dipakai banyak keadaan seperti foto potret, street, liputan, travel dan bikin video pendek. Dari harga jualnya kamera ini punya pesaing sesama APS-C 24 MP seperti Sony A6300, Canon 80D, Canon EOS M5, dan Nikon D7500. Bahkan di keluarga Fuji sendiri ada produk lain seperti X-E3 yang banyak kemiripan kecuali desain fisik yang berbeda konsep (X-T20 seperti DSLR, X-E3 seperti rangefinder).
Untuk anda pemilik Fuji X-T20, kami sudah menyusun panduan setting kamera ini dalam bentuk buklet PDF (ebook) yang bisa dibeli seharga Rp. 50.000,- Juga ikuti kelas Kupas Tuntas Kamera DSLR/mirrorless untuk mendapat penjelasan lengkap mengenai fitur kamera dan bagaimana mengoptimalkannya.
Beberapa contoh hasil foto yag saya ambil dengan Fuji X-T20 dan lensa XF 18-55mm f/2.8-4 OIS :
![]()
![]()
![]()
Film Simulation : Velvia
![]()
![]()
Dengan setting DR400 untuk menyeimbangkan kontras bagian gelap dan terang
![]()
![]()
![]()
Film Simulation : Velvia
![]()
Film Simulation : Classic Chrome