Quantcast
Channel: InfoFotografi
Viewing all 1544 articles
Browse latest View live

Panasonic Mengumumkan Pemenang Kompetisi Panasonic Young Filmmaker 2017

$
0
0

Antusias, kreatif dan menginspirasi.

Itulah kesan saya terhadap para sineas muda yang turut serta dalam ajang kompetisi Panasonic Young Filmmaker 2017. Bagaimana tidak? Sejak mulai diumumkan kompetisi ini dari bulan Oktober 2017 hingga Januari 2018 dengan total hadiah 300 juta (dalam bentuk uang tunai dan kamera serta lensa Panasonic Lumix), tim juri yang terdiri dari Agung Ariefandi, Anggy Umbara, Benny Kadarhariarto, Christian Sugiono dan Anggun (Goenrock) telah menerima lebih dari 350 film untuk dua kategori yang diperlombakan, yaitu Short Movie dan Online Video. Para juri pun menghabiskan waktu 4 hari untuk menyortir film dari berbagai kota dan genre.

Di malam penghargaan yang diselenggarakan Sabtu, 20 Januari 2018 di Ecology Bistro & Lounge, Kemang, Jakarta Selatan, tampak meriah dan padat dihadiri oleh para kontestan dan media. Di sela sesi tanya jawab, Bpk. Agung Ariefandi selaku Marketing Communication Manager PT Panasonic Gobel Indonesia berharap kompetisi ini dapat menjadi ajang untuk promosi pemenang ataupun nominator.

Ecology Bistro & Lounge tempat terselenggaranya acara

Mengusung tema “inspire”, Christian Sugiono berharap para sineas dalam dapat melihat sisi inspiratif dari segi yang lain dan mengajak untuk “think out of the box.” Anggy Umbara juga menambahkan dengan melihat film yang masuk, dia dapat mengerti cara berpikir sineas. Selain itu, Benny K. yang mengasuh group DCI (DSLR Cinematography Indonesia) juga terkesima dengan karya-karya yang dihasilkan. Goenrock pun berkesan bahwa anak muda Indonesia memiliki kekayaan ide cerita yang luar biasa.


Akhirnya para juri memutuskan pemenang dari Panasonic Young Film Maker 2017, antara lain:

  • Online Video
    * Kategori Best Vlog : “Happy New Year Again” – Kemana Aja
    * Kategori Best Content : “Bhinneka” – Underdog Production
    * Kategory People’s Choice Award : “Say You Never Let Me Go” – Den Dimas
  • Short Movie
    * Kategori Best Picture : “Amak” – Relarugi Foundation
    * Kategori Best Story : “Betoh” dari Maul Arta
    * Kategori Best Cinematography : “Segara” – Hisstory Films

Banyaknya film pendek yang menarik, membuat para juri kesulitan menentukan pemenang sehingga akhirnya diputuskan untuk memberikan tambahan penghargaan “Honorable Mention” untuk tiga film pendek berikut:
* “Anak Lanang” – Wahyu Agung Prasetyo
* “Journey of The Wind” – Jastin Film
* “Gudeg Mbah Lindu” – Michael Riswandi

Dengan adanya kompetisi ini, diharapkan anak muda Indonesia dapat memajukan industri kreatif terutama di bidang videografi. Kabarnya kompetisi ini akan diadakan lagi di tahun mendatang. Mari terus berkarya dan jangan ketinggalan di kompetisi berikutnya ya.


BTS Foto Mainan dengan Panasonic G9

$
0
0

Akibat kesenangan memotret mainan, di tahun 2017 kemarin saya dipinjami banyak mainan. Namun apa daya, kadang ide tidak datang dengan begitu saja dan setiap mainan membutuhkan penanganan yang berbeda-beda (ceileh… kayak dokter saja dalam penanganan pasien). Alasan utamanya sebenarnya kebanyakan waktu yang habis karena nonton drama korea. Haha… Mainan itu sampai sekarang masih berada di tangan saya. Moga-moga bisa cepat dikembalikan ke pemiliknya.

Berhubung mendapat pinjaman kamera Panasonic Lumix G9 (yang baru akan launching di bulan Februari nanti) saya pun mencoba untuk mengambil foto mainan dengan menyetting mainan peri (Tinkerbell) berlatar cahaya hijau biru. Dipadu dengan lensa macro Panasonic Leica 45mm f/2.8 dibukaan terbesarnya, saya mendapatkan efek bokeh cahaya yang menciptakan suasana magis.


Setelah diposting ke sosial media, saya mendapati pertanyaan cara membuat latar belakang cahaya tersebut dan apakah juga bisa mendapatkan hasil yang sama tanpa menggunakan lensa makro. Sebenarnya lebih mudah menjelaskan dan peragaan langsung. Akan tetapi, saya sudah beberes dengan setting mainan sebelumnya, maka saya pun memutuskan daripada setting ulang mainan yang sama, saya mengambil foto mainan yang lain dan tidak lupa mengambil foto ‘behind the scene’ nya.

Saya pun menggunakan lensa kit Panasonic Lumix G Vario 12-32mm f/3.5-5.6, dan Panasonic Leica DG Vario-Elmarit 12-60mm f/2.8-4. Hasilnya memang cukup berbeda berhubung bukaan maksimal dari masing-masing lensa tidak sama.

Lensa macro Panasonic Leica 45mm f/2.8

Panasonic Leica DG Vario-Elmarit 12-60mm f/2.8-4 di FL 46mm f/4

Panasonic Lumix G Vario 12-32mm f/3.5-5.6 di FL 32mm dengan f/5.6 (setelah dicrop karena tidak bisa fokus terlalu dekat ke subjek)

Meskipun saya rasa mainan Minion ini kurang cocok dibuat dengan efek cahaya di belakang, dari ketiga foto tersebut, saya lebih menyukai foto dengan lensa makro. Jadi, meskipun lensa kit ataupun lensa zoom bisa digunakan untuk foto mainan/objek kecil, lensa dengan design khusus (dalam hal ini lensa makro) pastinya akan menghasilkan kualitas yang lebih baik.

Kurang puas dengan hasil di atas, saya mengambil mainan lain lagi yang saya rasa lebih cocok dengan latar cahaya di belakang, yaitu action figure Superman (hadiah dari salah satu peserta kursus WS Still Life bulan lalu) dengan bantuan alas akrilik hitam, LED (yang biasa digunakan untuk hiasan pohon natal), bebatuan hitam kecil, dan lampu stik LED yongnuo YN360 (untuk bantuan sedikit efek cahaya dari depan).

Dan beginilah hasil akhirnya.

Saya cukup senang dengan hasil yang didapat langsung dari kamera. Saya tidak perlu mengedit apapun di komputer baik kecerahan, kontras atau warna. Semua terlihat natural (kecuali untuk mainan tinkerbell ada dilakukan photoshop untuk menghilangkan bercak-bercak kotoran pada mainan dan kloning untuk bagian cat yang tidak sempurna dan penambahan tulisan).

Semoga dengan tulisan ini, teman-teman dapat mencoba foto mainannya masing-masing.

Sony A7II vs Sony A6300 / A6500

$
0
0

Sudah beberapa bulan belakangan, Sony A7II dijual dengan harga yang cukup menarik yaitu 20 juta pas sudah dengan lensa 28-70mm f/3.5-5.6 OSS, dengan dana yang sama, Sony A6300 juga dipaketkan dengan Sony 18-105mm f4 OSS dengan harga Rp 19 juta. Yang mana pilihan yang lebih bagus? Jawabannya sebenarnya tergantung dari prioritas masing-masing fotografer.

Sony A7 II memiliki sensor full frame yang lebih baik dalam hal kualitas gambar, terutama di kondisi cahaya yang minim, saat kamera harus mengunakan ISO tinggi. Sedangkan keunggulan Sony A6300 yaitu dalam hal kinerja/kecepatan autofokus dan foto berturut-turut. Bagi yang senang video, A6300 dan A6500 bisa merekam video yang lebih baik (4K).

Kelebihan lain dari Sony A7II dibandingkan dengan A6300 adalah adanya built-in stabilizer seperti Sony A6500 dan headphone jack untuk monitor audio. Shutter speed maximum dan flash sync speed Sony A7II lebih tinggi. Kedua fitur tersebut biasanya disukai fotografer profesional, tapi bagi yang hobi foto biasa, tidak terlalu penting.

Sony A6300 dan A6500 ukurannya lebih ringkas dari A7II, desainnya simple ala rangefinder, juga lensa-lensanya cenderung lebih ringkas, lebih enak untuk traveling. Tapi berat total tergantung pada lensa yang digunakan. Jika A7II dipasangkan dengan lensa 28-70mm, dan Sony A6300/A6500 dipasangkan dengan lensa 18-105mm f/4, ukurannya menjadi kurang lebih sama besarnya dan beratnya pun sama seperti ilustrasi dibawah:

Kiri: Sony A7II dan lensa 28-70mm f/3.5-5.6 OSS, Kanan: Sony A6500 dan Sony E 18-105mm f/4 OSS PZ. Berat kamera dan lensa masing-masing paket kurang lebih 900 gram.

Kelebihan Sony A7 II

  • Sensor full frame menangkap detail lebih baik dan ISO tinggi lebih bersih dari noise
  • Built-in body stabilizer
  • Shutter speed maximum 1/8000 detik
  • Flash sync speed 1/250 detik

Kelebihan Sony A6300 / A6500

  • Kinerja foto berturut-turut lebih cepat
  • Autofocus jauh lebih cepat terutama untuk tracking subjek bergerak
  • Dapat merekam video 4K
  • Dimensi kamera lebih kecil
  • Built-in body stabilizer (A6500)
  • Layar touchscreen (A6500)
  • Kapasitas buffer sangat lapang (A6500)

Memilih paket yang mana memang lebih sulit untuk diputuskan, tapi bisa disimpulkan Sony A7 II lebih cocok bagi fotografer serius / profesional yang menuntut kualitas foto terbaik di segala kondisi cahaya misalnya landscape, still life, portrait/fashion, sedangkan Sony A6300/A6500 cocok untuk fotografer yang suka body yang ringkas, kecepatan foto sangat tinggi untuk memotret fotografi aksi seperti olahraga atau satwa liar dan punya kemampuan merekam video berkualitas 4K.

Sebagai catatan, lensa Sony E-18-105mm f/4 OSS lebih bagus dari lensa Sony FE 28-70mm dari kualitas fisik, jangkauan zoom mekanik dan ketajamannya, tapi memang agak lebih besar.


Infofotografi menyediakan panduan e-book untuk membantu pengguna kamera mirrorless Sony Alpha berupa panduan umum dan panduan khusus autofokus. Panduan tersebut bisa didapatkan di halaman ini.

Tips memotret gerhana bulan super bloodmoon

$
0
0

Tanggal 31 Januari 2018 nanti, akan ada peristiwa spesial yaitu gerhana bulan total di Indonesia. Gerhana bulan akan dimulai dari pukul 18.48 WIB. Pukul 19.52 WIB sampai 21.08 WIB bulan akan menjadi gelap kemerahan yang disebabkan oleh pembiasan cahaya matahari oleh atmosfer bumi. Proses gerhana akan berakhir pukul 22.11 WIB. Gerhana ini istimewa karena terjadi pada saat bulan dekat dengan bumi maka itu disebut juga gerhana Supermoon, tapi bisa juga disebut Blood Moon karena tampak merah darah.

Fenomena ini menarik untuk penggemar fotografi untuk mengabdikan momen langka ini. Berikut tip dan trik untuk memotret gerhana Supermoon ini.

Persiapan

  • Gunakan tripod yang kokoh karena kita akan mengunakan shutter speed yang relatif lambat dan kuat untuk menyangga  lensa telefoto.
  • Untuk memotret bulan yang besar lengkap dengan detailnya, dibutuhkan lensa telefoto yang relatif panjang, dengan jarak fokus ekuivalen 400mm atau lebih. Kamera prosumer / superzoom yang biasanya memiliki zoom lebih dari 20x juga cukup efektif untuk memotret bulan.
  • Supaya exposure bulan tidak terlalu terang dan terlihat detail, mengunakan pengaturan spot metering biasanya akan lebih baik karena kamera akan menghitung langsung di permukaan cahaya bulan dan tidak terpengaruh dengan cahaya langit yang gelap.

Setting kamera

  • Memotret bulan yang terang biasanya membutuhkan setting 1/125 detik, f/11 dan ISO 100 atau 200. Saat mulai gerhana, setting ini masih dapat digunakan dan sebagian permukaan akan gelap.
  • Tapi jika ingin mendapat detail bagian bulan yang gelap, shutter speed harus lebih lambat dan ISO lebih tinggi supaya bagian yang gelap lebih terang lagi.
  • Saat bulan mulai agak gelap dan mengunakan lensa telefoto yang panjang, shutter speed tidak boleh terlalu lambat. Contohnya jika mengunakan lensa 300mm, maka shutter speed tidak boleh dibawah dua detik. Jika hasil gambar masih gelap, ISO bisa dinaikkan. Jika tidak, bulan akan terlihat tidak tajam akibat rotasi bumi.

Saat memotret

  • Fokus merupakan hal yang penting untuk memastikan bulan terlihat tajam. Di saat terang bulan, mudah untuk mengunci fokus seperti biasa, tapi saat gelap agak sulit. Maka itu, untuk memastikan fokus tepat, kita bisa mengunakan manual fokus dan mengunakan live view (layar LCD kamera) supaya fokus benar-benar akurat. Jika masih sulit, cobalah fokus ke jarak yang jauh atau infinity. Setelah fokus telah didapatkan, maka kita tidak perlu mengubah-ubah fokus lagi.
  • Untuk memastikan ketajaman foto, gunakanlah cable release atau remote, supaya kita tidak perlu menyentuh tombol shutter dan menggoyang kamera saat mengambil gambar. Jika mengunakan kamera DSLR, gunakan fungsi mirror lock up (M-up) supaya hentakan cermin tidak menggetarkan kamera.

Demikian tip dan trik yang saya bisa bagikan kali ini. Semoga berhasil.

Kesan pertama memotret dengan Panasonic G9

$
0
0

Akhir bulan Januari 2018 ini, Infofotografi menerima pinjaman kamera baru dari Panasonic yaitu G9, kamera mirorless bersensor four thirds yang terlihat seperti kamera DSLR mini, pasalnya kamera ini punya punuk jendela bidik ditengah kamera, pegangan (grip) yang besar dan layar LCD tambahan di bagian atas kamera.

Kamera flagship (jagoan) Panasonic untuk penggemar fotografi ini sebenarnya belum dilaunching di Indonesia, tapi Panasonic Indonesia bersedia meminjamkan G9 dan lensa Leica 12-60mm f/2.8-4 untuk kami sebelum launching bulan Februari nanti.

Berikut beberapa kesan pertama mencoba kamera ini:

Sebagai kamera yang ditujukan untuk fotografi aksi yang cepat, autofokus kamera ini saya rasakan sangat cepat, hampir tidak ada jedanya. Menurut statistik, G9 bisa fokus dengan waktu 0.04 detik. Tombol shutternya sangat lembut, tekanan sedikit saja ke tombol shutternya, kamera sudah menjepret.

Panasonic G9 punya jendela bidik yang ukurannya sangat besar untuk sensor four thirds, yaitu 3.6 juta titik dengan perbesaran .83x. Uniknya, kalau dirasa terlalu besar, ada pilihan untuk mengecilkan jendela bidik ini. Sedikit saya sayangkan bahwa ada sedikit distorsi pincushion (cekung) di ujung-ujung bingkai jendela bidik.

Pegangan (grip) Panasonic G9 sedikit lebih dalam dan sedikit lebih tipis daripada kamera Panasonic GH5, sehingga saya merasa lebih mantap saat handling kamera ini. Juga tersedia banyak tombol, tuas dan roda (dial) yang memudahkan saya untuk mengganti setting dengan cepat.

Layar LCD tambahan di bagian atas kamera membantu untuk melihat setting utama dengan cepat, sehingga layar LCD bisa saya atur lebih bersih dari informasi setting-setting kamera.

Kualitas gambar dari segi warna saya lihat ada peningkatan terutama warnanya lebih natural dibandingkan dengan kamera Panasonic sebelumnya (Generasi G7 dan G85). ISO tinggi-nya juga lebih mulus, tapi saya merasa noise-reduction-nya agak terlalu agresif sehingga detail-detail halus ikut terhapus. Saya juga sempat mencoba ISO 3200, dan hasilnya cukup baik. Biasanya pertanyaannya yang akan saya dapatkan adalah “Apakah fotonya lebih baik dari kamera full frame generasi tahun 2017-2018?” Menurut saya tidak, tapi sistem four thirds menawarkan keuntungan yang lain seperti lensa-lensa yang lebih ringkas, dan jika memotret di ISO 800 atau lebih rendah tidak banyak berbeda kualitasnya.

Saya juga sekilas mencoba fitur baru di Panasonic G9, yaitu multi-shot yang dapat menghasilkan foto 40 dan 80 MP, menurut saya fitur ini potensinya cukup besar karena mudah dan cepat digunakan, langsung jadi di dalam kamera. Meski ada keterbatasan misalnya kamera harus diatas tripod dan subjek yang difoto tidak bergerak, tapi kualitas dan kemampuan menangkap detailnya diatas kamera full frame dan bersaing dengan kamera medium format yang jauh lebih mahal dan besar.

Meski ditujukan lebih ke fotografer, sedangkan seri GH lebih ke video, fitur video dan kualitasnya juga sangat baik. Sudah mendukung video 4K/60p untuk slow motion dan autofokus tracking untuk mengikuti wajah sudah mulus dan cepat, cocok untuk yang suka membuat video untuk youtube atau vlog saat jalan-jalan.

Kesan pertama saya terhadap Panasonic G9 ini adalah kamera ini sangat multifungsi, gesit dan ukurannya sedang untuk ukuran kamera pro sehingga tidak memberatkan. Bagi yang sebelumnya punya kamera DSLR dari Nikon atau Canon pasti senang dan merasa familiar dengan desain kamera ini.

Dalam beberapa minggu kedepan, saya, Iesan, Erwin dan Momi akan mencoba G9 bergantian untuk memberikan info lebih detail baik fungsi dan pengalaman mengunakannya, tentunya bersama contoh hasil foto yang mampu dihasilkan kamera foto terbaik Panasonic ini.

Berikut foto-foto yang saya buat saat hunting di Tangerang dalam rangka workshop komposisi fotografi

Data teknis:

Foto teratas: ISO 400, f/3.2, 1/250 detik, 17mm

Foto kedua: ISO 3200, f/4, 1/125 detik, 28mm

Foto ketiga: ISO 200, f/3.2, 1/250 detik, 12mm

Foto terbawah: ISO 640, f/4, 1/200 detik, 20mm

Fujifilm X-A5 kamera mirrorless pemula untuk foto & video

$
0
0

Fujifilm X-A5 adalah penerus Fuji X-A3 yang ditujukan kepada fotografer pemula /casual  yang mencari kamera ringkas, praktis digunakan dan tidak mahal. Mengapa bukan X-A4? Karena angka empat adalah angka yang kurang baik dalam mitos di negeri Jepang yang bunyinya sama dengan “mati”, maka itu banyak pembuat kamera yang menghindari menamakan nama produk dengan 4. Selain itu, perbedaan antara X-A3 ke X-A5 cukup banyak, maka itu seakan-akan X-A4 itu dilewati.

Apa saja fitur baru X-A5?

  • Processor baru mendukung kinerja lebih cepat
  • Hybrid autofokus yang lebih cepat untuk foto, video, untuk tracking subjek bergerak
  • Mampu merekam video 4K tapi hanya 15fps jadi tidak cocok untuk merekam video*
  • Bluetooth untuk koneksi terus menerus dengan ponsel
  • External mic jack untuk merekam video
  • Bisa charge dengan powerbank via USB

Tidak kalah penting adalah diluncurkannya lensa baru Fuji XC 15-45mm f/3.5-5.6 OIS. Yang menarik dari lensa ini adalah ukurannya lebih kecil, sedikit lebih lebar, dan memiliki mekanisme power zoom yang mulus sehingga cocok untuk video. Lensa ini bisa fokus sangat dekat (5 cm) sehingga cukup mudah untuk mengambil foto subjek kecil. Lensa ini juga sangat ringan, hanya 135 gram.

Meski terlihat menarik, kamera ini terlalu lambat untuk fotografi yang serius atau olahraga karena hanya bisa merekam maksimum 6 foto per detik (post view) dan 3 foto per detik live view. Buffer (penampungan sementara) juga sangat minim, yaitu 10 foto JPG, setelah itu kamera akan melambat. Penggemar fotografi yang lebih serius juga akan menghindari kamera ini karena tidak memiliki jendela bidik seperti seri Fuji X-T (X-T10, X-T20, X-T1 dan 2).

Fujifilm X-A5 ini cocok untuk foto sehari-hari terutama bagi yang tidak mahir akan teknik fotografi dan editing, karena pilihan mode, film simulation dan filter cukup banyak dan mencakupi berbagai kondisi pemotretan.

Saat tulisan ini dibuat, Fujifilm X-A5 belum diumumkan, tapi perkiraan saya sekitar Rp 8.5-9 juta dengan lensa. Harga ini saya nilai cukup baik, tidak mahal untuk fitur yang ditawarkan. Saingan terdekatnya yaitu Canon M6 yang dijual dengan harga Rp 10.8 juta.

*4K di kamera ini tidak cocok untuk merekam video, tapi lebih cocok untuk menangkap momen yang sangat cepat. Resolusi gambar yang akan didapatkan 8.3 MP. Fitur ini mirip dengan 4K Burst, Focus stacking yang ditemui di kamera Panasonic.

Spesifikasi utama Fuji X-A5

  • 24.2 MP CMOS sensor (Bayer) APS-C
  • ISO : 200-12800 (bisa diperluas ke 51200)
  • Shutter: 1/32000-30 detik
  • Ukuran: 117 x 68 x 40 mm
  • Berat: 496 gram termasuk baterai
  • Tersedia dalam tiga warna: silver-black, silver-pink, silver-brown

Sony A6000 vs Panasonic GX85

$
0
0

Kedua kamera diatas memang sering membuat galau pembaca Infofotografi karena banyak persamaannya, tapi jika ditelisik lebih jauh, perbedaannya banyak sekali. Persamaan kedua kamera jenis kamera mirrorless, berukuran compact dengan harga yang kini dibawah 10 juta.

Selanjutnya, perbedaannya cukup banyak. Dari segi fundamental, ukuran sensor gambar kedua kamera berbeda. Sony A6000 memiliki sensor APS-C sedangkan Panasonic GX85 memiliki sensor four thirds. Artinya ukuran sensor gambar Sony lebih besar, akibatnya resolusi lebih tinggi (24 vs 16MP) dan saat foto di ISO tinggi (kondisi gelap) sedikit lebih baik.

Selanjutnya, Sony A6000 memiliki kinerja autofokus yang cepat untuk subjek bergerak terutama di kondisi cahaya yang terang/outdoor dan 82 gram lebih ringan. Harga kamera ini juga telah turun ke sekitar 6.5 juta body only, sedangkan Panasonic GX85 dijual dengan harga 9.5 juta tapi sudah dengan lensa zoom mungil 12-32mm f/3.5-5.6.

Sampai disini, sepertinya keunggulan Sony A6000 tak terbendung, tapi secara fitur, Panasonic GX85 lebih banyak dan canggih, misalnya punya built-in stabilization 5-axis di dalam kamera yang berguna sekali untuk memotret di kondisi gelap untuk subjek bergerak dan merekam video supaya tidak shake (getar) tanpa tripod.

Mengoperasikan GX85 juga lebih mudah dengan adanya layar LCD touchscreen untuk menentukan autofokus, memotret seperti ponsel, dan untuk navigasi menu. Untuk menu-menunya juga lebih rapi dan mudah dipahami.

Fitur andalan lain dari GX85 yaitu memiliki sensor four thirds tanpa AA filter sehingga saat di zoom ke pixel level terlihat lebih tajam, mendukung shutter electronic yang senyap sampai dengan 1/16000 detik.

Pilihan sistem lensa micro four thirds lebih banyak dan bervariasi harganya karena sudah lebih lama dikembangkan, dan adanya kerjasama dengan Olympus dan beberapa produsen lensa lain seperti Sigma, Voigtlaender dan Kowa memperkaya koleksi lensa dari yang lebar sampai supertelefoto.

Pada dasarnya, kedua kamera cukup fleksibel untuk berbagai jenis fotografi, tapi pilihan terbaik tergantung dari jenis fotografi yang disukai masing-masing. Jika senang motret fotografi aksi seperti satwa liar, olahraga, maka Sony A6000 unggul karena kinerja autofokus trackingnya. Sedangkan untuk foto sehari-hari, travel, dan terutama untuk video, GX85 lebih unggul dan menyenangkan untuk digunakan.

Selamat memilih.


Infofotografi memiliki panduan untuk kedua kamera diatas, Sony A6000 dan Panasonic GX85. Bagi yang berminat dengan panduan spesial penggunaan praktis atau ingin memesan kameranya dapat menghubungi 0858 1318 3069 atau infofotografi@gmail.com

Workshop Street Photography 23 Feb 2018

$
0
0

Melanjutkan tradisi mengenal dan belajar street photography, workshop kali ini kita akan dibimbing oleh teman kami, Ruben “Roe”, Street & Social documentary photographer, Leica Ambassador Indonesia. Hunting bareng ini juga akan didampingi oleh Enche Tjin.

Setelah bertemu, berkenalan dan sedikit briefing, acara akan dilanjutkan dengan hunting bersama dengan pengarahan memotret street langsung di wilayah pasar induk Kramatjati. Setelah itu, akan ada makan malam bersama dan bahas & sharing foto.

Di dalam acara ini, kita akan belajar dari Ruben tentang:

  • Tips setting kamera yang biasa digunakan untuk street photography
  • Bagaimana sikap yang baik dalam memotret di ruang publik
  • Membuat komposisi yang menarik di lingkungan yang semwarut
  • Bahas foto, kritik dan saran untuk para peserta

Workshop ini akan berlangsung hari Jum’at tgl 23 Februari 2018 pukul 15.30 sampai 20.00 WIB

Pasar Induk Kramatjati, Jakarta

Titik kumpul akan diberitahukan kemudian.

Biaya workshop Rp 500.000* per orang, workshop dibatasi 8 peserta saja.

*Termasuk makan malam bersama.

Syarat: Memiliki kamera dan lensa masing-masing (bebas merk dan jenisnya), memiliki sedikit pengetahuan tentang fotografi, terutama mode kamera, setting exposure (ISO, shutter speed, bukaan).

Pendaftaran melalui 0858 1318 3069 e-mail: infofotografi@gmail.com


Bahas foto : Penjual Ikan di Pasar

$
0
0

Pasar adalah ruang publik yang menarik untuk mempraktikkan street photography, selain ramai, banyak dagangan yang bermacam-macam dan karakter orang yang berbeda-beda. Kali ini saya akan membahas salah satu foto penjual ikan di pasar lama Tangerang. Beberapa bulan belakangan ini, saya sering kesini karena hanya sekitar 30 menit dari Infofotografi yang bertempat di Greenlake City, Jakarta Barat, perbatasan Jakarta-Tangerang.

Saya ingin membahas foto ini karena saya senang dengan komposisi dan momennya. Difoto ini, seorang penjual ikan sedang mempersiapkan ikan untuk pembeli, dan dilatar belakangnya ada penjual lain yang menatap ke arah penjual ikan dan kamera dengan tatapan yang cukup serius, mungkin ada rasa iri melihat dagangan sebelahnya laku tapi dia belum hehehe.

Strategi saya adalah mengambil sudut yang sedikit kesamping supaya tidak mengganggu perhatian, dan kemudian mengunakan garis-garis diagonal di foreground (ikan-ikan), dan latar belakang (atap) supaya mengarah ke subjek utama saya yaitu penjual ikan yang karismatik ini. Setelah mengambil foto beberapa kali, momen yang paling tepat adalah foto yang saya lampirkan. Dengan mengambil foto dari samping dan mengunakan garis-garis diagonal, maka foto terlihat lebih tiga dimensi.

Dalam editing (dengan Lightroom), mengubah foto menjadi hitam putih membuat komposisi lebih simple dan terstruktur, sedangkan warna saya rasakan lebih nyata. Untungnya palet warna dalam foto ini tidak banyak, sebagian besar coklat, dan ada beberapa warna hijau dan merah. Yang saya agak sayangkan adalah baju penjual ikan yang didepan tidak ada warna merahnya seperti yang dibelakang, kalau berwarna merah sepertinya lebih keren lagi karena berpola. Tapi memotret street photography kadang memang begitu, jarang bisa perfect, tapi asyiknya saat kita berusaha membuat foto yang kesannya sempurna, itulah tantangannya.

Berikut ini saya tampilkan hal-hal abstrak yang saya lihat (garis, bentuk dll)

Oh ya, bagi yang ingin mengetahui data teknis foto diatas: ISO 200, f/3.2, 17mm (ekuiv. 35mm), 1/250 detik. Tidak ada yang istimewa/rahasia, yang penting bagi saya adalah mengunakan shutter yang cukup cepat (1/250 detik) untuk membekukan gerakan. Kamera yang saya gunakan adalah Panasonic G9, dengan lensa Leica 12-60mm f/2.8-4 yang kebetulan sedang dipinjamkan ke Infofotografi untuk review.


Infofotografi sering mengadakan workshop dan hunting foto baik lokal maupun ke luar kota dan luar negeri. Untuk melihat jadwal bisa memeriksa jadwalnya halaman di sini.

Mentoring cityscape Chase Sudirman, 24 Feb 2018

$
0
0

Mentoring cityscape kali ini mengambil tempat di gedung Chase Sudirman, dengan view gedung-gedung di sekitarnya. Seperti biasa kegiatan ini berisi bimbingan foto cityscape dengan saya sebagai mentornya, dan peserta dibatasi maksimum 10 peserta. Manfaat dari mengikuti mentoring ini tentu diharap peserta mengerti teknik memotret cityscape khususnya long eksposur, mengatur WB, fokus, komposisi dan teknik stabilisasi kamera. Selain itu tentu peserta bisa menambah portfolio karya fotonya khususnya untuk cityscape Jakarta.

Acara dijadwalkan pada hari Sabtu, 24 Februari 2018 mulai jam 16.30 WIB. Biaya untuk mengikuti kegiatan ini adalah Rp. 550.000 per orang. Meeting point diinfokan kemudian.

Dengan lensa telefoto

Untuk informasi dan pendaftaran bisa menghubungi Iesan 0858-1318-3069 dan biaya bisa ditransfer ke Enche Tjin via Bank BCA: 4081218557 via Bank Mandiri: 1680000667780.

Kualitas gambar kamera GoPro lebih bagus dari kamera full frame?

$
0
0

Awal tahun 2018 ini, saat mengajar fotografi secara privat saya mendapatan pertanyaan yang cukup menarik. Pertanyaannya adalah: “Mengapa hasil foto dari kamera berbentuk kecil seperti GoPro lebih memuaskan daripada hasil foto dari kamera mirrorless canggih bersensor full frame?”

GoPro Hero 5, benarkah lebih bagus hasilnya dibandingkan dengan kamera profesional?

Kamera seperti GoPro, seperti kamera dengan sensor kecil lainnya memang dirancang sesederhana mungkin untuk digunakan, tidak banyak setting yang perlu diperhatikan sebelum memotret, sedangkan saat mengunakan kamera digital yang canggih kita perlu banyak mempersiapkan setting kamera, jika tidak, hasil foto bisa tidak optimal. Contoh sederhana saja yaitu autofokus. Jika tidak diset dengan baik maka bagian yang tajam bukan subjek foto, bisa jadi nyasar ke latar belakang.

Perbedaan kualitas gambar berbagai jenis kamera sudah makin mendekati. Berbeda dengan sepuluh tahun yang lalu, perbedaan kualitas antara kamera ponsel dan kamera DSLR terlihat jauh, terutama saat cahaya berkurang atau indoor, sedangkan saat sekarang tidak terlalu jauh bedanya, bahkan dalam beberapa kasus bisa jadi ponsel lebih bisa diandalkan untuk mendapatkan gambar yang diinginkan.

Kebutuhan terhadap megapixel kamera saat ini juga tidak tinggi, artinya kebutuhan untuk mendapatkan gambar dengan megapixel diatas 10MP makin berkurang persentasenya. Hanya fotografer yang cetak besar, sering cropping yang membutuhkan hal tersebut. Tapi sebagian besar orang hanya membutuhkan foto untuk berbagi di sosial media, yang lalu dilihat di layar monitor ponsel yang kecil,  sehingga tidak terlihat keunggulan kamera sensor besar yang mahal dibandingkan dengan ponsel beresolusi rendah.

Kualitas gambar semakin lama semakin tidak  tergantung jenis  kamera seperti awal-awal kamera digital (2000-2010), tapi saat ini lebih tergantung pada ketrampilan foto dan editing fotografer-nya. Sebagian besar masyarakat umum malah menilai bahwa kamera ponsel dengan sensor se-iprit sudah cukup bagus untuk sosial media seperti instagram.

Jangan salah, saya tidak menganjurkan untuk berhenti membeli kamera dan lensa yang baru dan bagus. Dengan gear yang canggih, tentunya gambar yang dihasilkan akan lebih optimal. Lagian, belanja membuat hati gembira dan juga membantu ekonomi lokal. Jangan sampai toko-toko kamera tutup dan kita akan jadi sulit cari aksesoris, kamera, lensa, dll. Tapi jika budget terbatas, memang tidak bijak untuk selalu membeli barang baru secara membabi buta.

Membuat gambar yang bagus tidak hanya perlu gear yang bagus. Pengetahuan, ketrampilan, dan wawasan adalah kunci untuk membuka fotografi sebagai bentuk ekspresi. Meskipun Anda memiliki gear yang sama persis dengan teman-temanmu, kualitas foto bisa jadi berbeda, jadi persoalan utama bukan pada gear.

Pada akhirnya, faktor yang paling menentukan kualitas foto adalah seberapa banyak seorang individu mau berinvestasi waktu dan biaya untuk belajar fotografi baik di kelas maupun diluar kelas. Di jaman now ini, waktu merupakan hal yang sangat berharga dan mewah bagi banyak orang, tapi jika ingin meningkatkan kualitas fotografi, menginvestasikan waktu untuk belajar dan praktik akan menjamin peningkatan kualitas foto kita.

Lensa Leica SL 50mm f/1.4 Summilux ASPH. Review

$
0
0

Awal tahun ini, koleksi lensa Leica saya bertambah dengan hadirnya Leica SL 50mm f/1.4 Summilux ASPH. Tidak seperti lensa Leica M yang sangat compact, lensa SL ini cukup besar (panjang 12 cm, filter 82mm) dan cukup berat (1 kg). Tapi lensa ini termasuk lensa modern yang bisa autofokus, weathersealed, dan punya resolving power yang tajam di bukaan terbesar (f/1.4) sekalipun. Saya yakin juga tetap tajam saat sensor Leica SL generasi berikutnya yang mungkin sekitar 45-50MP.

Karena ukuran lensa dan bukaan lensa besar, autofokus tidak secepat lensa Leica SL zoom 24-90mm atau 90-280mm. Meski demikian, tidak berarti saya harus menunggu lama untuk kamera mengunci fokus, rata-rata, 0.2 detik. Mungkin bagi sebagian orang malah cukup cepat.

Leica SL 50mm sering saya gunakan untuk foto portrait, terutama 3/4 badan atau satu badan. Dan fungsi autofocus (focus mode) yang saya gunakan yaitu Auto (Face). Kamera dengan mudah mengenali wajah asal subjek tidak terlalu jauh atau menghadap ke samping belakang. Mode ini otomatis mengunci fokus di mata yang paling dekat juga.

Di kondisi yg gelap sekali atau saat model berada jauh dari kamera/wajahnya kecil, maka auto(face detection bisa gagal, saat itu saya biasanya mengubah ke autofokus kotak (Field) biasa.

Kualitas gambar yang dihasilkan 50mm f/1.4 mungkin yang terbaik saat ini. Lensa ini mampu me-resolve detail dengan sempurna. Dipadukan dengan kamera Leica SL, warna kulit (skintone) yang dihasilkan netral, artinya tidak kekuningan kehijauan atau kemerahan.

Kelebihan Leica SL 50mm f/1.4

  • Kualitas gambar sangat-sangat baik, bagian yang fokus sangat tajam meski di bukaan f/1.4.
  • Bokeh (bagian latar belakang blur) sangat halus
  • Fisik besar tapi kuat, casing dari logam, weathershield

Kekurangan Leica SL 50mm f/1.4

  • Autofokus agak pelan tapi akurat
  • Ukuran agak besar dan berat untuk lensa fix 50mm f/1.4
  • Jarak fokus paling dekat hanya 60 cm (Magnification 1:10) jadi tidak cocok untuk foto subjek berukuran kecil/mikro.

Leica SL 50mm f/1.4 adalah salah satu lensa Leica yang modern dan mungkin yang terbaik saat ini dalam hal kualitas optik dan built-quality. Lensa ini sepertinya akan termasuk lensa terbaik sampai 20 bahkan 30 tahun kedepan. Jenis fotografi yang paling cocok menurut saya adalah foto travel portrait dan fashion, terutama untuk 1/2 atau 1 badan, dan perlu memasukkan latar belakang yang cukup luas.

 

Fitur Lensa

  • Multi layer coating untuk mengurangi flare/suar dan ghosting
  • Mengunakan lens aspherical dan anomalous partial dispersion untuk mendapatkan ketajaman maksimal dan menurunkan chromatic abberation dan spherical abberation
  • Tahan debu dan kelembaban (weather sealed, dust & moisture resistant)
  • Internal autofocus, tidak berubah dimensi dan tidak berputar

Spesifikasi

  • Jarak fokal/focal length: 50mm
  • Rentang bukaan/aperture: f/1.4-f/22
  • Mount: Leica L-mount (Leica SL, TL, CL)
  • Format: 35mm / Fullframe
  • Jarak fokus minimum: 60cm
  • Reproduction: 1:10
  • Elemen/grup: 11/9
  • Autofocus: Ya
  • Filter Thread: 82mm
  • Dimensi lensa: 88 x 124 mm
  • Berat: 1065 gram
  • Lens Hood: Tersedia, plastik

Leica CL atau Leica Q?

$
0
0

Saat saya posting foto gambar klenteng Boen Tek Bio, Tangerang di Instagram yang kebetulan saya foto mengunakan Leica CL dan lensa 18-56mm, ada yang menanyakan tentang apakah lebih baik Leica Q atau Leica CL dengan lensa 18mm, karena harganya tidak terpaut jauh.

Leica CL + Leica TL 18mm f/2.8

Secara desain, kedua kamera sangat berbeda sebenarnya, Leica Q punya sensor full frame, lensa 28mm f/1.7 macro, dan ada stabilizer di lensanya. Ukurannya cukup besar untuk kamera compact dan berat total dengan lensanya 640 gram.

Sedangkan Leica CL bersensor APS-C, karena itulah, ukurannya lebih kecil dan lebih ringan (403 gram + 80 gram (lensa 18mm f/2.8)) dan bisa tukar ganti lensa (compatible dengan lensa TL dan SL). Untuk lensa-lensa lainnya bisa dengan mengunakan adaptor yang sesuai.

Yang mana yang lebih good value for money

Diantara kamera-kamera Leica yang ada, saya menilai Leica Q sangat good value for money. Karena jika kita membandingkan Leica M dan lensa 28mm f/2 kalau ditotal mungkin harganya lebih dari 150 juta, tapi harga Leica Q kurang dari setengah harga Leica M+28mm tersebut saja dan sebagai bonus, Leica Q bisa autofokus 😀

Tapi bukan berarti Leica Q pilihan yang terbaik untuk semua orang. Dari pengalaman saya, memilih kamera atau lensa berdasarkan harga (good value for money) tidak langsung berarti akan puas memakainya, karena saya tau beberapa teman yang membeli Leica Q karena mengganggap Q murah dan keren, tapi setelah mencoba beberapa kali malah merasa gak cocok dan menjualnya. Sebaliknya banyak juga yang sangat puas karena merasa cocok atau merasakan kualitas gambarnya diatas harapan.

Leica Q silver edition

Jika saya sendiri diminta untuk memilih salah satu dari keduanya tanpa mempertimbangkan harga, saya pilih Leica CL karena fleksibilitas untuk bisa ganti-ganti lensa, wide, menengah, zoom, fix karena sifat saya yang suka mencoba berbagai jenis fotografi.

Apa keistimewaan Panasonic GX9 dan buat siapa kamera ini?

$
0
0

Panasonic baru saja mengumumkan kamera mirrorless bergaya rangefinder baru yaitu Panasonic GX9. Dari bentuk dan spesifikasinya, sepertinya merupakan kamera penerus GX8 dan GX85 sekaligus.

Dari sejarahnya, Panasonic GX1 (2011) dan GX7 (2013) merupakan kamera mirrorless populer dari Panasonic yang dibuat ringkas untuk kebutuhan travel dan street photography. Saat Panasonic mengeluarkan penerusnya GX8 (2015), ada kubu yang suka, tapi banyak yang tidak suka juga karena ukurannya jauh lebih besar dari GX7, lalu Panasonic membuat Panasonic GX85 (2016), tapi kamera ini dirasakan “downgrade” dari GX8 karena resolusi sensornya turun dari 20MP ke 16 MP dan beberapa pengurangan yang lain.

Baru di awal tahun 2018 ini, GX9 hadir dengan mengkombinasikan beberapa fitur yang disukai di GX7-GX8 dan mengemasnya dengan ukuran yang lebih compact dan dilengkapi dengan teknologi sensor dan processor baru.

Beberapa fitur unggulan Panasonic GX9 adalah:

  1. 20MP micro four thirds sensor tanpa low pass filter
  2. Jendela bidik yang bisa ditekuk ke atas (ala GX7 & GX8)
  3. Dual IS (Built-in body dan lensa) maksimum 4 stop
  4. 4K Photos
  5. Video 4K, 30p
  6. Layar touchscreen
  7. Filter B+W L Monochrome D (baru dengan simulasi grain)

Di luar, GX9 dibundel dengan lensa Panasonic 12-60mm f/3.5-5.6 dan dijual dengan harga USD $1000. Untuk pasar Indonesia belum diketahui apakah akan dijual dengan paket lensa tersebut, atau dengan lensa lainnya, atau body only.

Dibandingkan dengan Panasonic GX85, GX9 memiliki sensor baru dan jendela bidik yang dapat ditekuk ke atas. Dibandingkan dengan GX8, GX9 kehilangan weathersealing, dan jendela bidiknya lebih kecil dan kualitasnya dibawah jendela bidik dengan teknologi OLED, tapi foto yang dihasilkan akan lebih tajam berkat sensor dan processor baru plus stabilizer baru yang lebih berkualitas.

Di pasar kamera DSLR/mirrorless yang ramai dengan kamera untuk travel dan street photography, saya berpendapat bahwa GX9 paling cocok bagi pengguna kamera Panasonic GX1 & GX7 yang sedang mencari kamera pengganti yang mirip secara fisik dan fitur, tapi memberikan kualitas gambar dan kinerja yang lebih baik.

Selama ini memang ada Panasonic GX8 dan GX85, tapi mungkin kedua kamera belum menawarkan peningkatan yang signifikan, GX9 kemungkinan akan lebih memuaskan. Terlebih lagi harganya tidak terlalu mahal, setidaknya jauh lebih murah daripada kamera top Panasonic G9 atau GH5. Satu-satunya yang saya sayangkan adalah kamera ini tidak weathersealed, sehingga tetap harus hati-hati di musim penghujan seperti saat ini.


Infofotografi menyediakan panduan e-book untuk kamera Panasonic GX85. Bagi yang berminat atau membutuhkan panduan untuk kamera lain boleh mampir di halaman e-book kami.

Bagi yang ingin mengikuti acara belajar fotografi dan trip, boleh periksa jadwal disini.

Tour Padang Pacujawi 17-18 Maret 2018

$
0
0

Tur fotografi ke Sumatera Barat khususnya Padang, Bukittinggi, Tanah Datar dan sekitarnya kembali hadir. Provinsi Sumbar dipilih karena relatif dekat dari Jakarta, dengan banyak keindahan alam dan budaya serta keragaman kuliner yang terkenal ke seluruh Indonesia. Sebelumnya infofotografi sudah mengadakan beberapa kali tur ke Sumbar dan tidak bosan rasanya untuk kembali membuat agenda serupa di awal tahun 2018 ini.

Tur ini diagendakan pada Sabtu-Minggu, 17-18 Maret 2018 dengan agenda utama tentunya berlatih memotret aksi Pacu Jawi, nightscape, budaya hingga foto sunset. Jumlah peserta maksimal 16 orang.

Biaya tur Rp. 1.950.000,- termasuk :

  • transportasi bis 2 hari
  • penginapan di Bukittinggi
  • makan selama di lokasi
  • bimbingan fotografi (Erwin M.)
  • perizinan & sumbangan Pacu Jawi

Belum termasuk :

  • tiket pesawat ke Padang PP
  • tips pengemudi (minimal Rp. 20.000)
  • belanja pribadi

Informasi lebih lanjut silahkan e-mail (email: infofotografi@gmail.com), SMS atau WA 0858-1318-3069 dan yang terdaftar adalah yang sudah melunasi biaya dengan transfer ke Enche Tjin via Bank BCA 4081218557 atau via Bank Mandiri 1680000667780. Untuk kemudahan keberangkatan, diharap peserta dari Jakarta segera memesan tiket pesawat dan sebisa mungkin maskapainya sama yaitu Garuda yang berangkat jam 6.15 WIB. Bagi peserta yang beda pesawat / bukan dari Jakarta, harus sudah berada di bandara Minangkabau di Padang sebelum jam 8.00 WIB.

Itinerary

Sabtu 24 Maret 2018

Pagi-pagi kumpul di Terminal 3 CGK Jakarta (bagi yang pakai Garuda), sampai di bandara Minangkabau diperkirakan sekitar jam 8 pagi kemudian langsung menuju kabupaten Tanah Datar. Tiba di kota Batusangkar langsung makan siang dan dilanjutkan dengan memotret Pacu Jawi. Setelah itu sorenya melanjutkan perjalanan ke Kelok Sembilan untuk memotret slow speed dan makan malam. Setelah itu dilanjutkan ke Bukittinggi untuk check-in hotel, lalu istirahat.

Minggu 25 Maret 2018

Pagi hari diawali dengan memotret jam Gadang, ikon kota Bukittinggi yang terkenal. Setelah itu check-out dan makan siang, dilanjutkan ke Pandai Sikek pusat pembuatan tenun songket. Perjalanan akan dilanjutkan ke kota Padang untuk beli oleh-oleh dan memotret sunset dari pantai. Malamnya tur diakhiri dengan perjalanan ke bandara Minangkabau.

NB:

  • Itinerary bisa berubah sesuai kondisi dan situasi lapangan.
  • Foto Pacu jawi perlu lensa telefoto untuk mendapat detail dengan baik.

Workshop belajar foto produk

$
0
0

Maraknya Online Shop saat ini memudahkan kita untuk membeli barang maupun menjual barang. Karena itu foto produk sangat penting untuk kita yang ingin menjual barang-barang di online shop atau ingin membuka jasa foto produk.

Foto produk adalah suatu cara bagaimana kita mengambil gambar foto produk tersebut agar bisa menjelaskan bentuk, fungsi produk tersebut dan yang terlebih penting membuat produk itu menarik agar bisa laris terjual.

Materi yang kita pelajari :

  • Jenis lensa yang baik untuk foto produk
  • Aksesoris foto yang diperlukan
  • Lighting
  • Konsep
  • Setting kamera dan cahaya
  • Tips untuk produk mengkilap
  • Apa saja peralatan murah untuk foto produk (untuk foto produk rumahan)

Syarat: Peserta minimal sudah mengerti settingan dasar fotografi (iso, diafragma dan shutter) dan memiliki kamera yang bisa di setting manual.

Setiap peserta dipersilahkan untuk membawa satu-dua buah produk/barang untuk dijadikan subjek foto latihan.

Hari/Tanggal: Minggu, 25 Februari 2018
Waktu: 13.00-17.00 WIB
Tempat: Infofotografi, Rukan Sentra Niaga Blok N/05, Greenlake City, Jakarta Barat.

Biaya: Rp 475.000 untuk alumni/pelajar, Rp 525.000 untuk umum. Maks 8 peserta.

Untuk mendaftar, silahkan hubungi WA 0858 1318 3069 atau infofotografi@gmail.com

Pengajar:

Martinus Chen adalah fotografer komersil yang bergerak di bidang produk dan makanan, dan pemilik MaJo Photography untuk Jasa foto liputan seperti Wedding dan event.

Karya-karya foto di artikel ini adalah karya Martinus Chen.

Fujifilm X-H1 – Kamera mirrorless Fuji pertama dengan 5 Axis stabilizer

$
0
0

Hampir semua pembuat kamera saat ini membuat kamera canggih yang ditujukan tidak hanya bagus untuk fotografi, tapi juga videografi. Fujifilm yang selama ini lebih fokus ke fotografi, tidak mau ketinggalan dari yang lainnya (Sony & Panasonic). Meski memiliki beberapa type kamera yang dapat merekam video, tapi X-H1 (H mungkin singkatan dari Hybrid) merupakan yang tercanggih.

Berikut fitur andalan Fuji X-H1:

  • 24MP X-Trans APS-C sensor
  • 5-axis in-body image stabilization (rated at 5EV)*
  • 3.69M-dot OLED viewfinder
  • Touch sensitive rear LCD with two-axis tilt
  • DCI and UHD 4K capture at up to 200 Mbps
  • Slow motion 1080 (from 120 and 100 fps)
  • Internal F-Log capture
  • 24-bit audio capture
  • Eterna/Cinema Film Simulation mode
  • Timecode
  • No-blackout continuous shooting
  • 8 fps mechanical shutter, 11 with grip
  • 14 fps electronic shutter
  • Twin UHS-II-compatible card slots
  • Anti-flicker shooting mode
  • Wi-Fi with Bluetooth for constant connection

Selain dalam hal video, fotografer juga mendapat beberapa keuntungan seperti pegangan yang lebih besar, ketahanan body kamera yang lebih baik sampai -10 derajat Celcius dan terutama 5 axis stabilization yang pertama hadir di kamera Fuji.

Kiri: Fuji X-H1, kanan: Fuji X-T2

Dengan body yang lebih kuat (baca: Pro) dan stabilization di dalam kamera, ukuran kamera menjadi seperti kamera DSLR daripada mirrorless, berat pun naik menjadi 673 gram, melonjak naik dari 507 gram (X-T2) dan saingannya Sony A6500 (453 gram).

Fuji X-H1 mungkin merupakan reaksi terhadap Panasonic dan Sony, yang dalam setahun terakhir membuat kamera yang spec-nya berorientasi ke video: Panasonic GH5 dan Panasonic GH5s. Namun, X-H1 belum menyamai spec GH5, tapi sudah diatas Sony A6500. Saingan utama Fuji X-H1 mungkin Panasonic G9, yang punya ukuran dan harga yang tidak jauh berbeda, teknologi juga relatif baru dengan kekuatan yang sedikit lebih kuat di fotografi.

Karena memiliki 5 axis stabilization, X-H1 juga cocok untuk fotografer yang banyak mengunakan lensa yang belum ada stabilizernya, yaitu lensa-lensa fix, dan lensa 16-55mm f/2.8. Untuk bekerja X-H1 juga akan lebih cocok karena ukurannya yang besar membuat kesan profesional bagi yang mengunakannya.

Ukuran makin besar tampaknya akan mengurangi popularitas kamera ini di pasar penghobi fotografi/amatir, tapi untuk yang serius dan pro sepertinya kamera seperti inilah yang ditunggu-tunggu.


Punya kamera Fuji dan bingung setting optimalnya? Kami menyediakan dua panduan e-book untuk Fuji X-T1 dan X-T20. Selain itu kami juga menyedaiakan kursus privat khusus pengguna Fuji. Kabar-kabari di 0858 1318 3069.

Tips foto Imlek dan Cap Go Meh

$
0
0

Tahun baru Imlek tahun ini jatuh tanggal 16 Februari 2018, tapi perayaan dan acara sembahyang Imlek akan berlangsung selama 15 hari. Hari pertama sampai ketiga merupakan hari yang meriah, tapi bukan hanya sampai hari ketiga saja, perayaan akan memasuki puncak kembali di hari ke-9 saat umat bersembahyang ke Thi Khong (Jing Tian Gong/Tuhan) dan hari terakhir atau yang ke-15 terkenal dengan sebutan Cap Go Meh.

Bagi penggemar fotografi, memotret kebudayaan Tionghua tentunya sangat menarik, selain fotogenik karena perayaan ini banyak mengunakan warna merah dan kuning/emas, juga banyak asap dari hio/dupa yang membuat suasana yang dramatis.

Bagi yang belum sempat memotret di awal-awal Imlek, masih berkesempatan untuk memotret sampai Cap Go Meh yang jatuh tanggal 2 Maret 2018. Di beberapa kota di Indonesia, perayaan Cap Go Meh akan diadakan besar-besaran seperti di kota Bogor dan Singkawang, Kalimantan Barat.

Khususnya kota Singkawang, perayaan Cap Go Meh adalah yang terunik didunia karena akan ada pawai para Tatung (manusia yang kerasukan roh halus /dewa) sehingga memiliki kekuatan supranatural seperti kebal senjata tajam.

Memotret suasana Imlek bisa dilakukan di kelenteng-kelenteng di sekitar kota kita. Cari taulah apakah ada perayaan / pawai Cap Go Meh di kelenteng-kelenteng dalam kota atau kota tetangga. Secara teknis, cobalah memotret dengan shutter yang cukup cepat, (1/125 – 1/500 detik) tergantung seberapa cepat gerakan subjeknya, lensa yang cocok untuk foto pawai dan dalam keramaian adalah lensa menengah-tele seperti 24-120mm atau 18-135mm. Usahakan tidak banyak mengganti-ganti lensa karena Anda bisa kehilangan momen.

Potretlah dengan berbagai sudut pandang, lebar untuk menceritakan suasana keseluruhan, standar/medium shot untuk memotret interaksi, dan telefoto untuk menangkap portrait dan detail. Jangan terlalu fokus ke detail atau ke suasana yang lebar saja, tujuannya supaya foto-fotonya yang dibuat lebih bervariasi dan bisa dirangkai dalam bentuk cerita (photo story).

Memotret di sore hari atau malam juga menarik, karena cahaya api dari lilin dan lampion-lampion akan terlihat lebih indah di malam hari. Saat cahaya berkurang, mengunakan lensa fix berbukaan besar seperti lensa 50mm f/1.8 atau f/1.4 akan sangat membantu untuk mengumpulkan cahaya dan sekaligus membuat bagian yang tidak fokus menjadi blur. Dengan lensa bukaan besar, ISO jadi tidak perlu terlalu tinggi sehingga kualitas gambar terjaga dengan baik.

Saat memotret di keramaian, waspadalah, biasanya pencopet senantiasa mengintai. Usahakan barang berharga seperti dompet dan ponsel disimpan di dalam tas dengan aman. Hindari meletakkan barang berharga di kantong celana, terutama bagian belakang. Tidak jarang saya mendengar ada yang kecopetan saat keasyikkan memotret. Hati-hati juga dengan tarian Barong atau Liong / naga, karena jika berada terlalu dekat, Anda bisa jadi tertabrak penari Barong atau ekor dari Liong yang panjang. Selamat memotret perayaan Imlek dan Cap Go Meh, mudah-mudahan mendapatkan hasil foto yang menarik tahun ini.

Pentax K1 mk II hadir dengan beberapa fitur baru

$
0
0

Di bulan Februari 2018 ini, Ricoh memperbaharui kamera DSLR full frame Pentax K1 ke generasi ke II. Dari fisik dan spesifikasinya, sebagian besar sama dengan kamera Pentax K1 generasi pertama yang digunakan, yaitu memiliki 36 MP Full frame sensor tanpa filter AA, punya Shake Reduction (stabilizer di dalam body).

Pentax K1 satu-satunya kamera DSLR yang menerapkan stabilizer di body kamera saat ini. Insinyur Pentax lantas memanfaatkan teknologi ini untuk menerapkan Pixel Shift Resolution, yang mengunakan mekanisme shake reduction untuk mengambil empat foto pemandangan yang sama, lalu menggabungkannya ke foto komposit dengan ketajaman dan warna yang lebih baik tapi resolusi (megapixelnya) tetap sama (36MP).

Di K1 generasi II ini, sistem ini bisa dilakukan tanpa tripod berkat kekuatan processing dan software yang lebih baik, tapi disarankan tetap mengunakan tripod untuk hasil yang sempurna dan konsisten.

Fitur unik K1 yang lain yaitu Astrotracer, juga memanfaatkan teknologi shake reduction + GPS untuk mengikuti bintang saat malam hari dan mekanisme layar LCD monitor yang fleksibel.

Yang baru di Pentax K1 generasi ke-2

  • Processing Prime IV dengan Ricoh Accelerator Unit
  • Pixel Shift Resolution System II – dapat digunakan tanpa tripod
  • Peningkatan di AF tracking (mengikuti subjek bergerak)
  • ISO maksimal mencapai 819,200 untuk foto, 25600 untuk video
  • Warna yang lebih baik, terutama biru dan hijau

Di beberapa daerah, pengguna Pentax K1 dapat menyerahkan kameranya untuk diupgrade ke K1 mk II dengan biaya US$500. Saya tidak pernah mendengar penawaran semacam ini sebelumnya. Hal ini dimungkinkan karena secara fisik, kameranya tidak berubah, hanya bagian dalam (processor) yang berubah.

Info lebih lanjut dan contoh foto bisa dilihat di situs resmi Ricoh Pentax.

Bahas foto: Penjual Melon di Pasar Induk Kramat Jati

$
0
0

Saat saya share foto penjual melon ini di instagram, saya mendapatkan pertanyaan

Oom, .. kalau foto ini uniknya dimana…? Sorry masih belajar…

Hmm, sekilas, memang foto ini subjeknya gak menarik. pedagang buah yang sering kita lihat sehari-hari di pasar apa bagusnya? Bukannya terlihat sehari-hari? Tidak muda lagi, tidak ganteng atau tidak cantik.

Tapi ya, gak seharusnya juga menghalangi kita untuk memotret. Maksimalkan saja di hal-hal yang lain seperti komposisi, momen, dan cerita.

Mari kita lihat secara komposisi: Pertama, saya membayangkan gundukan melon-melon seperti gugusan pegunungan yang berlapis-lapis, lalu penjual melon-nya yang memakai topi berwarna merah seperti matahari terbit.

Dari subjek utama yaitu penjual melonnya sendiri-pun menurut saya menarik karena santai banget gayanya. Meski ukurannya relatif kecil, tapi terlihat dengan jelas sikap tubuhnya, jelas juga kedua tangan dan kakinya.

Secara momen, memang foto ini kurang, karena tidak ada aksi/gerakan yang heboh dari subjek fotonya. Tapi  secara cerita/story telling, foto ini bercerita tentang penjual melon yang sedang berusaha menjual melonnya dengan menelpon pelanggannya karena buah melonnya masih sangat banyak yang belum laku-laku he he he..

Jadi yang belum sempat ke Bromo atau lokasi pemandangan yang indah lainnya, gak perlu kuatir, di pasar juga ada pemandangan yang sama, kita hanya perlu mengunakan imajinasi kita 😀

Begitu kurang lebih yang bisa saya bahas hari ini. Oh ya, data teknis foto diatas adalah 1/125 detik, f/2.8, ISO 400, ekuiv. 70mm. Leica D-Lux 109.


Foto ini dibuat saat workshop street photography. Bagi yang ingin belajar memotret, Infofotografi secara rutin menyelenggarakan acara belajar fotografi baik dasar teknik fotografi maupun komposisi. Hubungi 0858 1318 3069 untuk info lebih lanjut.

Viewing all 1544 articles
Browse latest View live