Quantcast
Channel: InfoFotografi
Viewing all 1544 articles
Browse latest View live

Review Sony Experia Z1

$
0
0

Saat ini hampir setiap foto dibuat dengan mengunakan ponsel karena kepraktisan dan kualitas yang semakin membaik. Kali ini saya ingin mengulas sedikit tentang Sony Experia Z1 yang pernah saya coba dan gunakan.

Experia Z1 merupakan ponsel kelas atas yang memiliki modul kamera dan lensa yang sangat baik di kelasnya. Saingan utamanya adalah Apple iPhone 5 dan Nokia Lumia 1020.

Dibandingkan dari sisi besarnya image sensor, Z1 berada di tengah-tengah, yaitu 1/2.33 inci, dibandingkan dengan iPhone 1/3 inci dan Nokia 1/1.2 inci. Ukuran image sensor Z1 ini setara dengan sebagian besar kamera compact/saku. Lensa yang digunakan adalah lensa G berbukaan f/2. Dengan kombinasi tersebut di atas kertas, kualitas gambarnya akan melebihi kualitas kamera saku pada umumnya.

sony-z1-lens

Lensa f/2 berlabel G menandakan kualitas yang tinggi

Sebagai kamera ponsel kelas atas, Z1 menyediakan pengaturan manual exposure (meskipun terbatas -2 sampai +2), WB, self timer, HDR, panorama, flash, ISO, metering dll layaknya kamera canggih. Tidak ada pengaturan bukaan dan shutter speed. Biasanya Z1 akan mengunakan bukaan f/2 dan shutter speednya akan menyesuaikan sesuai kondisi cahaya.

Untuk kondisi cahaya yang terang, tidak ada masalah berarti bagi Sony Experia Z1, masalah yang paling besar saya rasakan adalah layar LCDnya tidak begitu jelas karena pantulan sinar matahari. Kalau kualitas gambarnya sangat baik relatif terhadap kamera saku pada umumnya. Selain itu, untuk kondisi cahaya yang tidak begitu baik, misalnya indoor, asalkan tidak terlalu gelap, kualitas gambar masih cukup baik karena lensa yang digunakan berbukaan besar f/2. Noisenya juga masih bisa saya toleransi meskipun mencapai ISO 1000. Dengan sedikit noise reduction (NR) di Lightroom, saya bisa memuluskan noise yang mengganggu tersebut.

modul-kamera-sony-experia-z1-01

modul-kamera-sony-experia-z1-02

modul-kamera-sony-experia-z1-03

modul-kamera-sony-experia-z1-05

modul-kamera-sony-experia-z1-04
Kelebihan untuk fotografi

  • Detail yang ditangkap kamera 20MP ini tajam dan jelas.
  • Kontras tidak terlalu tinggi sehingga detail di daerah bayangan tidak terlalu terang dan memudahkan saat mengolah gambar
  • Ada tombol shutter meskipun kecil
  • Modul/Aplikasi kamera yang sederhana, mudah dimengerti dan cukup lengkap
  • Tahan air, bahkan bisa untuk menyelam di kolam. Tidak tahan air laut).

Kekurangan

  • Autofocus di saat cahaya yang gelap sulit, misalnya saat sunset di malam hari
  • Layar LCD tidak terlalu terang sehingga agak sulit saat memotret diluar ruangan saat kondisi cahaya matahari terik-teriknya
  • Pengaturan exposure/terang gelap hanya terbatas di -2 sampai +2. Idealnya -5 s/d +5
  • Karet untuk menutupi bagian konektor mudah copot.
  • Kamera depan bukaan lensanya hanya f/2.8 dan 2MP. Kualitasnya jauh berbeda dengan kamera belakang.

sony-z1

03-original

12-sunset

10-harsh-backlight

13-bg-blur


Leica M 240 dan Leica X Vario

$
0
0

Merek Leica terkenal atas harganya yang tinggi, tapi apakah benar kamera-kamera Leica harganya patut segitu? Kebetulan ada murid saya yang mengunakan Leica M dan Leica X, jadi saya bisa mendapatkan hands-on experience dan mengulasnya secara singkat disini.

Memang, ada sebagian kamera digital merek Leica itu adalah rebranding dari kamera merek Panasonic. Contohnya Leica DLUX 6 ($747) adalah rebranding dari Panasonic LX7 ($350). Leica C ($582) adalah Panasonic LF1 ($250). Spesifikasi kameranya sama, mengapa harga kamera Leica bisa lebih dari dua kali lipat?

Perbandingan ukuran Leica X vario (kiri) dan Leica M (kanan)

Perbandingan ukuran Leica X vario (kiri) dan Leica M (kanan)

Apa yang beda? kalau dari spesifikasinya, sebenarnya semuanya sama, dari lensa, kualitas gambar dan lain lain. Yang sedikit berbeda adalah desain dan bahan kameranya, packagingnya. Juga adanya lingkaran merah Leica yang prestigius. Contohnya Leica C dirancang khusus oleh Audi, yang spesialis merancang produk mewah.

Terlepas dari kamera digital yang direbranded diatas, ada beberapa produk Leica yang memang original didesain oleh Leica dan dibuat langsung dari nol di Jerman yaitu Leica M, Leica X Vario dan X2.

Impresi saya terhadap kedua kamera secara singkat adalah sebagai berikut:

Leica M : Harga ($6800) body only

  • Badan kamera sangat solid, terasa sangat kokoh dan agak sedikit terasa berat, padat dan tebal (680 gram dengan baterai)
  • Lensa-lensa Leica ukurannya ramping. Contohnya lensa Leica 28mm f/2.8, diameter filternya hanya 39mm.
  • Tombol shutter dan bunyi “cekrek”-nya mantap, bukan “ka-ching” seperti kamera digital SLR pemula
  • Karena tidak memiliki cermin maka saat mengambil foto tidak berisik dan lebih stabil.
  • Ada focus peaking untuk membantu manual fokus dengan mengunakan live view
  • Tidak bisa autofokus, tapi manual fokus tidak sulit dengan live view, cuma sedikit perlu waktu
  • Jendela bidik rangefinder sulit digunakan karena tidak presisi dengan apa yang akan dibuat. Perlu banyak latihan untuk memahami karakternya, terutama framing dan split-screen manual focusing.
  • Menu tersusun cukup rapi dan simple. Ada dua menu, yang komprehensif dan yang quick menu, berisi setting2 memotret yang sering diganti seperti ISO, exposure compensation, white balance dll.
  • Electronic viewfindernya cukup terang, seterang layar LCD-nya, bagus untuk kondisi cahaya gelap. Viewfindernya sebenarnya sama persis dengan Olympus VF2 yang harganya ($180) jauh lebih murah dari yang Leica ($600).
  • Leica M mengunakan sensor CMOS daripada CCD, pemakaian CMOS membuat kinerja kamera meningkat dan kualitas foto di ISO tinggi lebih bersih dari noise, kualitas video juga lebih baik.
  • Kualitas gambar sangat tergantung lensa, dan lensa Leica terkenal superior dalam kualitas optiknya. Lensa-lensa fix seperti Leica 50mm, 28mm, 90mm memberikan latar belakang ‘bokeh‘ yang sangat mulus.
  • Tambahan aksesoris grip (aksesoris) sangat saya rekomendasikan karena kalau tidak, agak sulit memegang dengan kokoh terutama saat memasang lensa tele.
  • Auto ISO bisa dikonfigurasi max ISO dan minimum shutter speednya.

Leica M sensornya CMOS full frame, 24MP, setara dengan Nikon D610, Sony A7 yang kualitasnya cukup baik meski di ISO tinggi sampai ISO 3200. Bagus untuk travel photography yang meliputi portrait dan pemandangan. Butuh waktu untuk terbiasa dengan rangefinder, tapi secara umum untuk belajar kamera ini tidak sesulit kamera DSLR/mirrorless pada umumnya.

Mungkin yang membatasi sebagian orang untuk memilikinya adalah harganya yang tinggi. Harga yang tinggi ini sering menjadi kontroversi karena banyak kamera yang fiturnya lebih banyak tapi harganya jauh lebih murah, misalnya Fuji XT-1, Nikon D610, Nikon D800, Canon 5D mk III dan sebagainya.

Menurut pandangan saya, Leica tidak berencana untuk berkompetisi dengan harga dan fitur, tapi lebih ke filosofi dan “art and craft” produk tersebut. Seni memang sulit dinilai dengan uang. Kamera Leica M sebagian besar dibuat dengan tangan dan memiliki tingkat presisi yang sangat tinggi.

Demikian juga harga lensa-lensanya biasanya 4 digit US$ atau puluhan juta rupiah. Namun bagi sebagian orang mungkin worthed karena bisa dipakai dalam jangka panjang dan nilai/harga lensanya juga tidak pernah turun. Selain itu juga ada prestige bergabung dengan Leica Club. Setidaknya lebih pede saat bergaul dengan kalangan high class ;) Worthed? tergantung masing-masing orang tentunya.

Leica X Vario : Harga ($2125)

  • Badan kamera sedikit lebih tipis dan pendek dari Leica M, tapi kesan kokoh dan mewah tetap ada
  • Ukuran lensanya tidak besar, sebanding dengan badan kameranya
  • Tidak ada aperture ring di lensa, tapi di bagian atas kamera
  • Ring manual fokus lebih besar daripada ring zoom
  • Mode Autofokus ada di lensa, tinggal putar sampai mentok dan klik untuk mengubah mode ke AF, dan sebaliknya
  • Lensa ini kurang lebih ekuivalen dengan 28-70mm f/3.5-5.6 di format FF/35mm
  • Lensa tidak bisa diganti/copot
  • Ukuran bukaannya tergolong kecil tapi kualitasnya konsisten dan ukurannya kecil.
  • Hasil gambar sangat konsisten ketajamannya, setara dengan Nikon D7100 dengan lensa berkualitas tinggi.
  • Kinerja autofokus lumayan cepat, tapi masih kalau cukup jauh dari kamera mirrorless era sekarang
  • Manual fokus tidak ada focus peaking :(

Leica X Vario menurut saya cocok untuk jalan-jalan menyusuri kota dengan santai sambil memotret detail arsitektur, kesibukan kota dan untuk travel dan pemandangan juga baik. Ukurannya ringkas dan cocok untuk yang hanya ingin bawa kamera tanpa ribet dengan membawa lensa-lensa lainnya. Alternatifnya Leica T, yang desainnya lebih modern dan bisa ganti-ganti lensa. Kualitas gambarnya setara X Vario.

leica-x-vario-vs-leica-m
—–
Jadwal kursus/workshop fotografi bisa dibaca disini

Memilih kamera mirrorless dibawah 6 juta

$
0
0

Beberapa waktu terakhir, saya sering ditanya tentang apakah kualitas gambar yang dihasilkan kamera mirrorless kualitasnya sama dengan kamera DSLR? Jawabannya adalah: sebagian besar iya, sama kualitasnya. Lalu pertanyaan lanjutannya adalah kamera mirrorless apa yang terjangkau dengan harga dibawah 6 juta?

Dengan harga sekitar 6 juta di tahun 2014 ini, biasanya kita akan mendapatkan fitur seperti layar LCD lipat, resolusi LCD biasanya 460.000 titik, memang bukan yang terbaik tapi cukup baik. Biasanya LCD juga tidak touchscreen, dan kinerja autofokus dan kecepatan foto berturut-turutnya tidak secepat kamera yang lebih canggih. Berita bagusnya, kualitas gambar yang dihasilkan tidak kalah dengan kamera yang lebih mahal.

Setelah browsing-browsing dan tanya sana sini, saya mendapatkan beberapa kamera mirrorless sekitar 6 juta yaitu Sony A5000, Samsung NX3000, Panasonic GF6 dan  Olympus EPL5.

Masing-masing kamera yang saya sebutkan diatas memiliki kelebihan dan kelemahan sendiri-sendiri. Mari kita simak satu persatu.

Selfie lagi tren, makanya sebagian besar LCD kamera bisa dilipat keatas

Selfie lagi tren, makanya sebagian besar LCD kamera bisa dilipat keatas

Sony A5000 adalah kamera mirrorless yang cukup simple dan berukuran kecil. Fitur-fiturnya cukup standar, ada WiFi untuk transfer foto. LCDnya bisa dilipat 180 derajat sehingga memudahkan untuk foto selfie. Secara ekosistem, lensa Sony tidak sebanyak Panasonic dan Olympus, tapi lensa yang dipaketkan biasanya cukup untuk foto-foto biasa. Kinerja autofokus Sony A5000 tidak secepat A6000 atau NEX 6/7 karena hanya mengunakan teknologi deteksi fasa, tapi di luar ruangan yang terang, kinerjanya cukup cepat.

Kelebihan Sony A5000: Bentuk mungil dan simple, LCD bisa dilipat, ada WiFi & NFC, paket lensa sangat compact
Kelemahan Sony A5000: Autofokus bukan yang tercepat, kualitas layar LCD standar, koleksi lensa terbatas, lensa yang dipaketkan bukan lensa yang terbaik (ada distorsi). Baca review Sony NEX 6

Samsung NX3000, saudara Sony A5000 yang terpisah dari lahir?

Samsung NX3000, saudara Sony A5000 yang terpisah dari lahir?

Samsung NX3000 termasuk kamera yang relatif baru dan mirip-mirip dengan Sony A5000. Yang sedikit berbeda adalah antarmukanya lebih modern seperti antarmuka smartphone, dan fitur WiFi NFC yang lebih canggih, kita juga bisa mengendalikan kamera lewat ponsel lewat aplikasi remote control pro. Bagi yang suka sharing foto langsung ke beberapa ponsel/tablet, NX3000 pilihan yang bagus.

Kelebihan Samsung NX3000: Simple, LCD bisa dilipat, ada WiFi & NFC, desain antarmuka simple seperti ponsel, paket lensa compact
Kelemahan Samsung NX3000: Autofokus bukan yang tercepat, kualitas layar LCD standar, pemakai sistem Samsung NX tidak banyak, koleksi lensa terbatas.

panasonic-gf6

Panasonic GF6, desain minimalis industrial, mungil dan gesit

Panasonic GF6 termasuk sistem mirrorless micro four thirds yang saat ini memiliki koleksi lensa paling banyak di kelas mirrorless. GF6 punya layar touchscreen resolusi tinggi 1 juta titik dan touchscreen. Autofokusnya sangat cepat dan ukurannya sangat mungil.

Kelebihan Panasonic GF6: Desain mungil dan simple, autofokus sangat cepat, touchscreen, layar LCD paling tajam, ada self cleaning sensor, koleksi lensa banyak, paket lensa 14-42mm sangat mungil.
Kelemahan Panasonic GF6: Baterai paling cepat habis, desainnya kurang menarik, tidak ada focus peaking untuk membantu saat manual fokus

olympus-pen-5

Olympus EPL-5 termasuk sistem mirrorless micro four thirds seperti Panasonic GF6, memiliki fungsi stabilizer di badan kamera, sehingga apapun lensa yang dipasang akan mendapatkan keuntungan tambahan tersebut. EPL5 punya layar touchscreen, tapi layar LCDnya tidak setajam Panasonic GF6. Flashnya terpisah dari kamera. Baca review saya disini

Kelebihan Olympus EPL-5: stabilization di body kamera, kinerja autofokus cepat, foto berturut-turut cepat (8 foto perdetik), ada hotshoe untuk flash atau aksesoris lain
Kelemahan Olympus EPL-5:  Ukuran kamera dan lensa lebih besar dari kamera-kamera lain diatas. Flash terpisah dari kamera, mekanisme layar LCD agak sulit untuk dilipat/putar, tidak ada fitur WiFi, antarmuka menu dan tombol sedikit membingungkan.

Sampai disini, mudah-mudahan tidak tambah bingung dalam memilih. Seperti yang saya ulas diatas, tidak ada kamera yang sempurna, dan juga kesukaan setiap orang akan berbeda-beda, ada yang hanya memilih karena spesifikasinya tinggi, ada yang memilih harga termurah, ada yang karena koleksi lensanya banyak, dan juga ada yang memilih karena desainnya lebih trendy atau malah retro.

Saya pribadi tidak begitu penting soal desain kamera, dan tidak mementingkan fitur WiFi, yang saya perlukan adalah kamera dengan kualitas gambar yang baik (semua kamera diatas mampu menghasilkan kualitas gambar yang baik), fitur kedua yang saya pentingkan adalah kinerja kamera. Fotografi yang saya senangi adalah menangkap gerakan/momen secara candid dan maka itu kamera yang lebih cocok bagi saya adalah Olympus EPL-5.

Bagi pemula atau masyarakat umum yang mementingkan fitur sharing/transfer foto, dan kemudahan penggunaan, mungkin Sony A5000/Samsung NX3000 akan lebih cocok.

Memahami istilah Manual dalam fotografi

$
0
0

Berikut ini 3 jenis manual yang sering disalah artikan:

1. Mode Manual

Yang dimaksud disini adalah pemilihan eksposure (terang gelap) dari foto ditentukan oleh fotografer, mencakup pemilihan ISO (yang bisa dipilih auto juga), shutter speed dan bukaan/diafragma/aperture. Dengan manual, kita bisa menentukan foto yang diambil apakah mau terang, gelap ataupun sedang dengan mengacu pada lightmeter.

Roda mode pada kamera

Roda mode pada kamera

Lightmeter (tanda kotak merah)

Lightmeter (tanda kotak merah)

2. Manual Focus

Yang dimaksud disini adalah memutar ring pada lensa untuk mendapatkan fokus yang tajam.

Untuk memilih fokus secara manual, kita harus memutar tuas di lensa/di body kamera. Biasanya terdapat tulisan AF/MF (A/M pada Nikon). Pilih MF atau M untuk Manual Focus.

Untuk mendapatkan fokus secara manual, kita perlu memutar ring yang ada pada lensa.

Tuas AF/MF pada lensa

Tuas AF/MF pada lensa

Ring untuk mencari fokus dan ring focal length

Ring untuk mencari fokus dan ring focal length

3. Manual Selection Focus

Yang dimaksud disini adalah memilih titik fokus secara manual. Untuk Automatic selection, kamera-lah yang menentukan titik mana yang fokus. Hal ini kadang-kadang membuat foto kita fokus di tempat yang salah.

Salah fokus (fokus pada dinding)

Salah fokus (fokus pada dinding)

Fokus pada objek

Fokus pada objek

Titik autofokus otomatis dipilih oleh kamera

Titik autofokus otomatis dipilih oleh kamera

Titik fokus dipilih oleh FG

Titik fokus dipilih oleh Fotografer

Semoga membantu. :)

Lensa lebar untuk pemandangan yang murah dari Canon

$
0
0

Setelah ditunggu-tunggu akhirnya Canon merilis dua lensa lebar baru yang sudah dinanti-nantikan oleh penggemar fotografer landscape dan liputan. Lensa pertama adalah lensa lebar yang ditujukan untuk kamera DSLR full frame seperti 5D dan profesional.  Lensa EF ini bisa juga dipasang di kamera DSLR Canon bersensor APS-C seperti 1200D, 700D, 70D dan 7D, tapi bedanya sudut pandangnya tidak akan selebar jika dipasang di kamera full frame.

Canon EF 16-35mm f/4 IS USM L filter 77mm, berat 615 gram, panjang 11.8 cm, minimum fokus terdekat 28 cm

Canon EF 16-35mm f/4 IS USM L filter 77mm, berat 615 gram, panjang 11.8 cm, minimum fokus terdekat 28 cm

Dari spesifikasinya, 16-35mm f/4 IS L ini mirip dengan lensa populer Nikon 16-35mm f/4 VR yang dirilis 4 tahun yang lalu, di bulan Februari 2010. Saya sendiri sangat enjoy mengunakan lensa Nikon 16-35mm ini dan saya percaya kualitas lensa Canon 16-35mm f/4 IS ini tidak kalah atau bahkan bisa lebih bagus daripada versi Nikon. Harga lensa 16-35mm f/4 IS ini US$1199.

Canon EF-S 10-18mm f/4.5-5.6 IS STM Lensa lebar terjangkau dan ringkas. 240 gram, 7.2 cm, filter 67mm

Canon EF-S 10-18mm f/4.5-5.6 IS STM Lensa lebar terjangkau dan ringkas. 240 gram, 7.2 cm, filter 67mm

Selain lensa lebar kelas atas, untungnya Canon tidak lupa konsumen DSLR yang mendambakan lensa lebar yang lebih terjangkau. Lensa lebar biasanya cukup mahal karena banyaknya elemen lensa. Selain itu, dengan berkembangnya tren ke arah kamera yang kecil seperti mirrorless, Canon berusaha merancang lensa dengan ukuran yang kecil dan ringan. Canon EF-S 10-18mm f/4.5-5.6 IS STM adalah jawabannya. Harga lensa ini US$299, mungkin bisa dibilang lensa lebar yang paling terjangkau dan paling kecil saat ini. Lensa EF-S berdiameter lensa kecil sehingga tidak bisa dipasang di kamera DSLR full frame.

Penurunan harga berarti Canon juga harus ada sedikit pengorbanan, misalnya bukaan maksimal lensa menjadi lebih kecil daripada lensa lebar EF-S Canon lainnya. Dari 3.5-4.5 menjadi 4.5-5.6. Menurut saya sih, gak terlalu masalah, karena biasanya kalau lensa lebar untuk foto pemandangan, biasanya bukaan yang digunakan adalah bukaan kecil seperti f/8-f/16 supaya semua pemandangannya tajam.

Kompromi kedua adalah kualitas fisik lensa lebih banyak dari bahan plastik, termasuk mount-nya/dudukannya. Dengan bahan plastik, lensa lebih rawan rusak jika terbentur atau jatuh, tapi ada plus-nya, yaitu jadi lebih ringan dan pendek. Lensa ini juga motor fokusnya STM (stepper motor), yang lebih mulus saat autofokus. STM berguna untuk merekam video tapi tidak terlalu pengaruh untuk fotografi.

Jika kualitas fotonya baik dan tajam, tentunya lensa Canon EF-S ini akan saya rekomendasikan untuk yang senang travel dan pemandangan tapi ingin lensa yang ringkas dan terjangkau.

Kedua lensa dilengkapi oleh IS (image stabilization) yang sifatnya seperti mini tripod built-in, fungsinya mencegah foto blur karena getaran tangan saat mengunakan shutter speed lambat di kondisi cahaya yang gelap. Lensa-lensa lebar Canon lainnya sebelum kedua lensa diatas diluncurkan belum punya fitur IS.

Selain lensa-lensa diatas, Canon masih memiliki beberapa lensa lebar:

  • Canon EF 17-40mm f/4 L US$839
  • Canon EF 16-35mm f/2.8 L $1699
  • Canon EF-S 10-22mm f/3.5-4.5 $649

Baca juga panduan lensa DSLR Canon

Bagi pembaca yang mengunakan kamera DSLR Canon, mari belajar operasi kamera lebih mendalam di kupas tuntas kamera DSLR Canon

Pindah Folder dan Foto dalam Lightroom

$
0
0

Seperti yang kita ketahui, foto original pada Lightroom harus tetap terhubung ke catalognya. Jika kita sudah mengimpor foto-foto dan menetapkan lokasi foto original, jangan memindah-mindah atau mengganti nama dalam explorer (windows) atau finder (iOS).

Nah, bagaimana jika kita tetap ingin memindahkan file-file tersebut? Mengelompokkannya ke dalam subfolder? Atau suatu saat jika kita ingin memindahkan foto-foto tersebut ke external HDD? Tanpa memunculkan peringatan-peringatan bahwa foto original hilang/tidak terhubung?

Hal ini bisa dilakukan, namun harus dilakukan dalam lingkup Lightroomnya sendiri.

Berikut caranya:

Pastikan modul LIBRARY yang aktif. Pada subpanel Folders, kita akan melihat dimana letak file foto original kita (Bandung Iesan). Jika kita ingin mengetahui folder yang diatas folder yang aktif, maka kita bisa mengklik kanan folder tersebut dan memilih Show Parent Folder. Maka Folder diatasnya akan muncul (Pictures).

Show Parent Folder - untuk memunculkan folder induk (di atas folder yang aktif)

Show Parent Folder – untuk memunculkan folder induk (di atas folder yang aktif)

Hasil Show Parent Folder (folder induk Pictures muncul)

Hasil Show Parent Folder (folder induk Pictures muncul)

Untuk menyembunyikannya, kita bisa klik kanan lagi Parent Folder (Pictures) dan memilih Hide This Folder.
Jika ingin membuat subfolder pada folder, maka kita bisa menekan tombol + pada samping Folders [lingkaran merah] kemudian memilih Add Subfolder, kemudian isikan nama subfolder yang diinginkan (misalnya saya membuat subfolder “Kawah Putih”).

Tambahkan subfolder

Tambahkan subfolder

Membuat Folder baru yang bernama Kawah Putih

Membuat subfolder baru yang bernama Kawah Putih

Jika subfolder tidak muncul, klik tanda panah pada Foldernya [lingkaran merah]

Klik segitiga (lingkaran merah) untuk memunculkan subfolder

Klik segitiga (lingkaran merah) untuk memunculkan subfolder

Untuk memindahkan foto ke dalam subfolder Kawah Putih, pilih beberapa foto (saya memilih 6 foto) kemudian seret ke subfolder yang diinginkan.

Kemudian akan muncul kotak dialong yang menanyakan apakah kita mau memindahkan foto tersebut. Pilih Move.

Kotak Dialog yang menanyakan apakah foto mau dipindah atau tidak

Kotak Dialog yang menanyakan apakah foto mau dipindah atau tidak

 

Kemudian Subfolder Kawah Putih akan berisi foto yang dipindahkan tadi.

Jika Show Photos in Subfolders terdapat tanda centang, maka jumlah foto adalah total dari seluruh foto (dihitung juga yang terdapat di dalam Subfolders).

Foto pada subfolder diperlihatkan

Foto pada subfolder diperlihatkan

Folder Bandung 153 foto, subfoler Kawah Putih 6 foto (total foto 153 foto)

Folder Bandung 153 foto, subfoler Kawah Putih 6 foto (total foto 153 foto)

Jika Show Photos in Subfolders tidak terdapat tanda centang, maka masing-masing folder akan berisi jumlah foto yang ada di foldernya saja.

Foto pada subfolder tidak diperlihatkan

Foto pada subfolder tidak diperlihatkan

Folder Bandung 147 foto, subfolder kawah putih 6 foto            (total 153 foto)

Folder Bandung 147 foto, subfolder kawah putih 6 foto (total 153 foto)

Dan di Explorer kita otomatis sudah ada folder dan subfoldernya.

Subfolder Kawah Putih secara otomatis sudah dibuat

Subfolder Kawah Putih secara otomatis sudah dibuat

Langkah yang sama juga dapat dilakukan jika kita ingin memindahkan semua foto kita ke external HDD.

Pilih Add folder dengan klik kanan tanda panah pada subpanel Folders, pilih Add Folder, dan pilih external HDD kita.

Pilih Add Folder

Pilih Add Folder

Tentukanlah di folder mana foto-foto tersebut akan dipindahkan. Dalam contoh ini, saya akan membuat folder Bandung Pindahan di external HDD.

Create New Folder

Pilihlah External HDD dan Tekan tombol New Folder (kotak kuning pada gambar selanjutnya)

Membuat Folder baru "Bandung Pindahan" di Ext HDD

Membuat Folder baru “Bandung Pindahan” di Ext HDD

Muncul Folder Bandung Pindahan di Ext HDD pada tampilan Lightroom

Muncul Folder Bandung Pindahan di Ext HDD pada tampilan Lightroom

Kemudian dengan cara yang sama yaitu drag and drop, kita bisa memilih foto yang ingin dipindahkan ke dalam folder baru ini.

Semua foto dipindah pada folder di Ext HDD

Semua foto dipindah pada folder di Ext HDD

Jika folder sudah kosong, kita bisa mengklik kanan folder yang kosong tersebut dan Remove. Maka folder akan otomatis dihapus.

Remove

Remove

Selamat mencoba :)

Ikuti kursus editing dan manajemen foto dengan Adobe Photoshop Lightroom dan baca buku panduan Lightroom

Kamera DSLR Nikon untuk pemula : pilih D3300 atau D5300?

$
0
0

Kamera DSLR umumnya digolongkan dalam tiga kelompok, yaitu dasar, menengah dan atas. Kamera kelas dasar punya beragam nama, misalnya kamera pemula (beginner), kamera entry level dan sebagainya. Maksudnya kamera jenis ini dirancang untuk mudah dipakai bahkan oleh pemula, dengan berbagai fitur bantuan yang memudahkan. Awalnya setiap produsen kamera memang membatasi fitur di kamera jenis ini supaya tidak ‘mengganggu’ penjualan kamera yang kelasnya lebih diatas.  Tapi seiring perkembangan teknologi dan kompetisi, fitur di kamera DSLR pemula perlahan meningkat dan semakin membaik.

Di jajaran DSLR Nikon, uniknya ada dua lini kamera kelas pemula, yaitu seri D3000 (yang kini sudah sampai di generasi Nikon D3300) dan seri D5000 (yang sudah ada generasi Nikon D5300). Pembagian kelompok ini cukup membingungkan, apalagi perbedaan harga keduanya terpaut lumayan jauh. Untuk mudahnya, sebut saja D5300 adalah setara dengan D3300 namun ditambah berbagai fitur pelengkap dan diberi layar LCD lipat. Keduanya punya kesamaan seperti sensor gambar CMOS 24 MP APS-C tanpa low pass filter, dan dibuat dengan manufaktur bodi terkini bersistem monokok (lebih kokoh tapi tetap ringan).

Sebagai kamera pemula, baik D3300 maupun D5300 tetap didesain berbeda dengan kamera menengah seperti D90. D7000 dan lainnya. Misal cuma bisa memotret sampai 5 fps, hanya ada satu roda kendali untuk ganti setting, tidak ada LCD tambahan dan tidak ada motor fokus untuk lensa-lensa AF lama. Tapi D5300 masih lumayan karena punya beberapa hal yang tidak ada di D3300, seperti :

  • WiFi dan GPS
  • fitur HDR di kamera
  • fitur bracketing
  • stereo mic untuk video
  • layar LCD lipat

Adapun perbedaan D3300 dan D5300 dari angka/spesifikasi :

  • bit depth / RAW : D5300 sudah 14 bit, D3300 masih 12 bit
  • titik auto fokus : D5300 pakai 39 titik, D3300 pakai 11 titik
  • modul metering : D5300 pakai 2016 segmen, D3300 pakai 420 segmen

Pendapat saya tentang D3300 :

Dijual di kisaran 6,5 juta dengan lensa kit 18-55mm f/3.5-5.6G VR II membuat D3300 jadi DSLR Nikon generasi baru paling terjangkau. Saya suka kenyataan bahwa DSLR terendah di lineup Nikon ini sudah meninggalkan low pass filter yang membuat foto kurang tajam, jadi kini foto resolusi tinggi nan tajam bisa dihasilkan bahkan oleh kamera paling dasar sekalipun. Kamera ini cocok untuk langkah awal belajar fotografi, mudah dipahami dan ada mode GUIDE yang bisa membantu juga. Fiturnya sudah cukup baik untuk harganya, seperti 11 titik AF, burst 5 fps, full HD movie dan terutama sensor 24 MP yang dipakainya.

Nikon-D3300-grey

Hal yang saya sayangkan dari D3300 adalah tidak adanya fitur bracketing yang terasa janggal karena fitur ini tidak sulit untuk dibuat. Pesaing setara dengan Nikon D3300 ini ada Canon 1200D, dan di kancah mirrorless ada Sony A5000 dan Panasonic GF6.

Pendapat saya tentang D5300 :

Bila Nikon D5300 dengan lensa kit 18-55mm ini mampu memenuhi semua checklist saya, saya yakin dia bisa bertahan dari gempuran pesaing seperti Canon 700D atau kamera mirrorless (khususnya Sony A6000 dan Olympus E-M10). Sayangnya beberapa checklist (atau wishlist) yang saya harapkan tidak juga terjadi. Nikon D5300 adalah kamera yang oke di satu sisi (sensor, auto fokus, fitur video, built-in WiFi dan GPS) tapi kurang di sisi yang lain. Ekspektasi saya semakin tinggi karena dengan kurs saat ini kamera Nikon D5300 dengan lensa kit 18-55mm VR harganya mencapai 9 juta.

nikon_d5300

Hal-hal yang kurang dari kamera D5300 menurut saya adalah yang berkaitan dengan pengalaman memotret, seperti roda untuk ganti setting hanya ada satu, tidak ada tombol langsung ke setting ISO, WB dsb. Hal lain yang semestinya diberikan di D5300 menurut saya adalah fitur wireless flash, sistem layar sentuh dan AF fine tune untuk kalibrasi lensa.

Baru mau beli pertama kali atau mau upgrade?

Bagi yang berencana mau beli DSLR Nikon untuk pertama kali, sesuaikan saja kebutuhan dan anggaran dengan pilihan yang ada. Baik D3300 dan D5300 sudah oke sekali untuk pemula, bahkan fotografer yang sudah berpengalaman akan menghargai sensor 24 MP yang detail dan tajam. Bagi yang punya D3000 atau D3100, lebih tepat kalau upgrade ke D5300 (daripada ke D3300). Tapi yang pakai D5000 dan D5100 akan lebih tepat upgrade ke D7100 (daripada ke D5300). Bagi yang saat ini pakai D3200 dan D5200 rasanya masih belum perlu untuk upgrade karena kameranya masih tergolong baru dan fiturnya masih up to date.

Bagi yang sudah beli, tapi masih bingung cara memakainya atau ingin belajar mengenal setting kamera yang sesuai untuk berbagai kondisi, bisa ikutan kelas Kupas Tuntas DSLR Nikon yang dipandu bersama saya dan Enche Tjin.

Buku Kamus Fotografi

$
0
0

Salah satu masalah umum yang dijumpai saat belajar fotografi adalah banyaknya istilah asing yang terkesan rumit. Berangkat dari itu, mas Erwin Mulyadi (instruktur Infofotografi.com) dan saya sepakat untuk menyusun buku kamus fotografi yang berisi pembahasan istilah-istilah yang biasanya kita jumpai fotografi digital, termasuk istilah di kamera digital yang biasa kita gunakan.

Tidak seperti buku kamus bahasa, buku kamus fotografi ini ditulis dengan bahasa sehari-hari dan dilengkapi banyak gambar/ilustrasi untuk memantapkan pemahaman. Selain itu ada tips-tips fotografi praktis yang bisa langsung dicoba / praktikkan.

buku-kamus-fotografi

Spec buku:

  • 208  halaman, Full Color
  • 100+ ilustrasi dan foto
  • Ukuran buku 15 X 23 cm
  • Buku bisa dipesan melalui saya via 0858 1318 3069 atau infofotografi@gmail.com (sertakan nama dan alamat lengkap)
  • Harga buku setelah discount: Rp 79.000,- per buku (belum termasuk ongkir) Harga normal di Toko Buku: Rp 89.800
  • Jika ingin memesan, cukup kirimkan nama dan alamat lengkap ke no-telp atau email diatas. Setelah menerima pembayaran, saya akan bungkus dan kirim melalui jasa JNE.

*Pemesanan dari Infofotografi akan mendapatkan tanda-tangan penulis: Enche & Erwin.

Buku-buku karya Infofotografi.com dapat dipesan juga melalui ranafotovideo.com

Prosedur pemesanan

  1. Hubungi saya via sms 0858-1318-3069 dengan alamat lengkap yang dituju untuk menghitung ongkos kirim. (via JNE).
  2. Transfer bank atas nama Enche Tjin:  via Bank BCA: no rek. 4081218557 via Bank Mandiri: no rek no rek. 1680000667780
  3. Konfirmasi melalui e-mail (email: enche.zein@gmail.com), sms atau telepon (0858-1318-3069) dengan menyertakan nama dan alamat lengkap

Apakah lensa f/2.8 di kamera compact sama dengan lensa f/2.8 di kamera DSLR?

$
0
0

Bagi yang sering memantau perkembangan kamera digital akhir-akhir ini, banyak juga lensa-lensa yang berbukaan besar seperti f/2.8, baik di kamera digital SLR, mirrorless ataupun compact. Tapi apakah lensa berbukaan f/2.8 itu benar-benar compact?

Contoh, Sony RX10, kamera prosumer/superzoom yang memiliki lensa zoom yang ekuivalen dengan kamera full frame yaitu 24-200mm f/2.8. Apakah lantas sama kualitasnya dengan gabungan 24-70mm f/2.8 dan 70-200mm f/2.8 ? Dan apakah kualitas gambar yang dihasilkan setara dengan kedua lensa elit tersebut? jawabannya tidak sama. Sebenarnya lensa Sony tersebut adalah 8.8–73.3mm, tapi karena sensor gambarnya lebih kecil dari kamera full frame, maka ada crop factor 2.7X. Saat dikalikan, kira-kira ekuivalennya 24-200mm.

Meskipun bukaannya sama, yaitu f/2.8, hasil foto akan berbeda dalam hal depth of field / ruang tajam atau blur dibagian belakang. Jika dibandingkan antara Sony RX10 dengan kamera DSLR Full frame, maka latar belakang foto dengan kamera DSLR akan jauh lebih blur. Jika ingin mencari ekuivalennya, kalikan saja f/2.8 dengan crop factor 2.7. Sehingga kita akan mendapatkan angka f/7.56. Jadi hasil foto Sony RX10, blur latar belakangnya lebih menyerupai hasil dari lensa 24-200mm f/8 di kamera DSLR.

Lalu soal kualitas gambar di kondisi gelap, apakah akan sama? Lagi-lagi karena sensor gambarnya lebih kecil, maka meskipun bukaan lensa besar, f/2.8. Tapi hasil foto ISO 100 di kamera Sony RX10, akan sama kualitasnya seperti ISO 730 di kamera bersensor full frame, dan ISO 400 di sensor kamera RX10  akan sama dengan ISO 2920 saat memakai kamera DSLR full frame yang segenerasi.

Cara mendapatkan perhitungannya adalah ISO crop factor kuadrat. Karena crop factor Sony RX10 yang bersensor 1″ adalah 2.7, maka jika dikuardratkan menjadi 7.3 kali.

Kiri: Nikon D610 dan lensa 24-70mm f/2.8. Olympus OMD EM1 dan lensa 12-35mm f/2.8

Kiri: Nikon D610 dan lensa 24-70mm f/2.8. Olympus OMD EM1 dan lensa 12-35mm f/2.8. Sama-sama bukaan besar, tapi hasil gambarnya berbeda, yang kiri akan menghasilkan latar belakang yang lebih blur, dan gambar yang lebih bersih dari noise dan kaya detail saat diuji dengan setting yang sama.

Panasonic 12-35mm f/2.8 atau Olympus 12-40mm f/2.8, apakah kualitasnya akan sama dengan lensa full frame 24-70mm f/2.8? Jawabannya lagi-lagi adalah tidak sama. Alasannya karena sensor four thirds lebih kecil dari kamera full frame sehingga ada crop factor 2X.

Blur di latar belakang akan sama dengan hasil foto dengan lensa kamera full frame di f/5.6 (f/2.8 x 2) dan ISO 100 di kamera four thirds Olympus dan Panasonic akan sama seperti ISO 400 di kamera full frame.

Alhasil, lensa 12-35mm dan 12-40mm itu lebih bersifat seperti lensa 24-70mm  f/5.6 relatif terhadap lensa full frame. Maka dari itu, ukurannya lebih kecil dan harganya juga lebih murah daripada lensa kamera full frame.

Pelajaran yang bisa dipetik:

  • Untuk mendapatkan hasil yang foto yang terbaik, ukuran sensor masih tetap merupakan hal yang penting untuk dipertimbangkan. Ukuran sensor semakin besar, maka otomatis semakin besar juga ukuran diameter lensa yang dibutuhkan untuk mencakupi area sensor, sehingga ukuran lensa menjadi lebih besar.
  • Meskipun sama-sama memiliki spesifikasi f/2.8, tapi karena ukuran sensor kamera kecil, maka ukuran lensa juga menjadi lebih kecil. Tapi jika mengunakan setting yang sama, kualitas foto dari kamera bersensor kecil tidak sama dengan kamera bersensor besar.
  • Untuk memperoleh hasil gambar terbaik, kamera bersensor relatif besar, seperti kamera full frame masih belum bisa tergantikan oleh kamera bersensor kecil seperti kamera compact, APS-C atau four thirds, karena lensa yang tersedia untuk kamera compact berbukaan lebih besar dari f/2.8 masih langka.
  • Jika ingin hasil yang menyerupai lensa zoom f/2.8-nya lensa full frame, maka dibutuhkan lensa bukaan besar seperti f/1.4 di kamera micro four thirds atau lensa f/1 di kamera bersensor 1″ seperti Sony RX10, Nikon 1. Jika ada lensa semacam itu, bisa dipastikan ukurannya besar atau tidak bisa zoom.
  • Jangan terkecoh dengan sales atau material marketing yang biasanya hanya menonjolkan megapixel, lensa berbukaan besar tanpa disertai dengan penjelasan bahwa sensor gambar kamera tersebut lebih kecil relatif terhadap kamera full frame dan implikasinya terhadap kualitas gambar.

Tulisan ini bukan bermaksud menjelekkan kamera compact, tapi sebagai pencerahan bagi pemula atau masyarakat awam yang bisa terkecoh karena hal ini, dan bukan berarti kamera bersensor kecil jelek kualitasnya, asalkan cahaya yang masuk ke kameranya cukup, kualitas gambarnya akan sangat baik dan juga ukurannya yang ringkas memudahkan untuk traveling.

Pameran foto tour Kamboja dan gathering Infofotografi

$
0
0

Tahun lalu, Infofotografi mengadakan tour fotografi ke Kamboja, dan saat itu saya menjanjikan kepada 30 peserta tour untuk menyumbangkan karya-karyanya untuk pameran. Tujuan saya supaya sehabis tour, foto-fotonya tidak disimpan di harddisk atau tenggelam di facebook begitu saja, tapi juga di cetak, dipajang dan dinikmati. Setelah berbulan-bulan, akhirnya foto-foto telah selesai dipilih, dicetak dan disusun.

pameran-kamboja

Selain itu, di hari yang sama, kami akan membuka diskusi dan tanya jawab  seputar dunia fotografi. Akan banyak manfaat yang diperoleh dengan menghadiri acara ini, oleh sebab itu saya mengundang semua peserta tour, alumni Infofotografi dan pembaca untuk hadir bersama-sama di acara ini.

Hari/Tanggal : Hari Kamis, tgl 29 Mei 2014 Pukul 13.00 – 17.00WIB
Alamat: Jl. Moch. Mansyur No. 8B2 Jakarta Pusat 10140 – Lihat Peta

Tiket: acara ini bebas biaya/gratis, tapi mendaftar terdahulu via 0858 1318 3069 atau infofotografi@gmail.com

Sampai jumpa nanti,

Enche Tjin

Bahas lensa Sony NEX dan Alpha dan adaptor-nya

$
0
0

Sejak Sony menghilangkan nama “NEX” dari jajaran sistem kamera mirrorless-nya, dan memunculkan kamera bersensor full frame dengan mount (dudukan baru) yang dinamakan lensa FE, pengguna sistem kamera digital Sony mungkin jadi agak kebingungan, apa yang terjadi dengan Sony NEX, dan apakah lensa-lensaku akan compatible ke depannya?

Sony A6000 sebenarnya adalah penerus dari NEX 6 & 7. Lensa E-mount NEX bisa dipasangkan tanpa efek samping

Sony A6000 sebenarnya adalah penerus dari NEX 6 & 7. Lensa E-mount NEX bisa dipasangkan tanpa efek samping

Sebenarnya penghilangan nama “NEX” itu hanya nama saja, lensa-lensa NEX yang namanya E-mount itu tetap akan bisa digunakan di kamera-kamera Sony kedepannya jadi jangan kuatir. Nama “NEX” itu dihilangkan dan diganti dengan Alpha saja seperti: Sony A6000, A5000, A3000. Pada dasarnya semua kamera yang saya sebutkan adalah generasi baru Sony NEX yang mengunakan E-mount.

Lalu, sekarang Sony juga memiliki lensa FE mount. F mungkin singkatan dari full frame, yang diperuntukkan untuk Sony A7, A7R, A7S. Untungnya, lensa FE juga bisa dipasang ke kamera Sony NEX atau penerusnya tanpa harus mengunakan adapter tambahan dan tanpa efek samping ke kualitas foto. Efeknya cuma ke kantong karena lensa FE lebih mahal, dan juga lebih berat.

Sebaliknya, jika kita memasang lensa E-mount bekas Sony NEX ke kamera full frame Sony A7 dkk, sisi-sisi foto akan hitam (vinyet) karena lingkaran lensa E-mount tidak bisa menutupi sebagian besar full frame. Masih bisa dipasang dan digunakan, tapi bagian yang bisa digunakan hanya bagian tengah. Resolusi gambar (Megapixel) akan berkurang.

Sony SLT Alpha

Lalu bagaimana dengan sistem kamera Sony DSLR/SLT Sony Alpha? (contoh A58, A65, A77, A99 dll). Lensa Sony Alpha, bahkan Konica Minolta masih bisa dipasang di kamera mirrorless Sony, tapi harus melalui adapter. Ada dua jenis adapter Sony, yang pertama adalah LA-EA3, yang ini tidak memiliki motor fokus jadi tidak bisa autofokus, tapi bisa menghitung exposure/terang gelap, jadi masih bisa pakai mode exposure otomatis/semi-otomatis.

Yang kedua lebih canggih yaitu LA-EA4 yang memiliki cermin translucent seperti kamera Sony SLT, dan bisa autofokus. Kekurangannya, 1/3 stop cahaya akan hilang.

Tengah: Adaptor LA-EA4 dapat menghubungkan lensa Sony Alpha untuk DSLR/SLT ke sistem mirrorless Sony

Tengah: Adaptor LA-EA4 dapat menghubungkan lensa Sony Alpha untuk DSLR/SLT ke sistem mirrorless Sony

Sebaliknya, lensa Sony NEX/E-mount tidak bisa dipasang di kamera DSLR/SLT Sony Alpha. Semoga gak bingung lagi dengan perubahan istilah dan dudukan lensa Sony, terutama untuk sistem mirrorlessnnya.

Ikutilah kursus dan tour Infofotografi. Kelas privat juga tersedia.

Review Panasonic GF3

$
0
0

Panasonic Lumix GF3 adalah kamera yang dirilis tahun 2011 dengan konsep kamera mirrorless yang bisa ganti-ganti lensa dan sensor gambar berukuran four thirds yang cukup besar (hampir setara kamera DSLR pada umumnya) tapi ukuran sekecil mungkin. Saya mereview kamera ini karena kebetulan di tokocamzone beberapa hari lalu ada obral/clearance sale sehingga harganya menurut saya jadi sangat terjangkau. Boleh sering-sering sale nih hehe..

Body & Design

Kalau lihat di foto, kamera ini terlihat seperti mainan plastik yang rapuh, tapi setelah melihat dari dekat dan menyentuhnya, ternyata bahan body kamera tersebut dibuat dari metal yang berkualitas tinggi, lebih baik daripada sebagian besar kamera DSLR pemula. Saat dipegang padat tapi tidak terlalu berat. Kamera ini ternyata masih made in Japan, yang biasanya cukup jarang untuk kamera untuk pemula. Ada sedikit lekukan untuk pegangan yang sangat memantapkan pegangan saat memotret. Saat dipasang dengan lensa pancake/tipis, kamera dapat dimasukkan ke kantong celana kargo atau jaket, tapi tidak bisa masuk ke celana biasa/jeans.

LCD kamera ini sudah touchscreen, tapi bukan tipe yang sensitif seperti ponsel jaman sekarang. Touchscreen digunakan untuk mengganti mode kamera, dan memilih setting dan tampilan display kamera. Perlu menekan cukup kuat mengunakan ujung jari/kuku, tapi kalau sudah terbiasa gak terlalu masalah bagi saya. Fitur touchscreen ini merupakan fitur yang bagus karena tombol-tombol kamera ini sedikit. Kamera mirrorless era 2013-2014 banyak yang belum memiliki layar touchscreen. Layar tidak bisa diputar kesamping atau keatas, resolusinya termasuk standar yaitu 460 juta titik. Sedikit dibawah standar 2014 yang resolusinya 900ribu sampai 1 juta. Di layar LCD, gambar terlihat cukup jelas hanya kalau zoom in gak bisa mendapatkan detail sepenuhnya.

Ukurannya sedikit lebih besar dari kamera compact biasa

Ukurannya sedikit lebih besar dari kamera compact biasa

Karena ukuran body yang kecil, Panasonic GF3 ini cocoknya digunakan dengan lensa yang compact antara lain:

  • Panasonic 14mm f/2.8
  • Panasonic 20mm f/1.7
  • Olympus 45mm f/1.8
  • Olympus 75mm f/1.8
  • Panasonic 12-32mm f/3.5-5.6 OIS
  • Panasonic 14-42mm f/3.5-5.6 OIS PZ
  • Panasonic 14-42mm f/3.5-5.6 MEGA OIS HD

Supaya bisa seringkas mungkin, kamera ini tidak memiliki hotshoe untuk memasang flash/aksesoris dan tidak memiliki jendela bidik. Tapi masih memiliki pop-up flash yang bisa dibounce (diarahkan ke atas). Secara umum desain kamera ini simple, modern, agak dingin, tapi cukup enak digenggam.

panasonic-gf3-flash

Antarmuka dan kendali

Untuk kamera se-compact ini, Panasonic GF3 tidak banyak memiliki tombol. Beberapa tombol yang tersedia yaitu tombol jepret (shutter), tombol iA (intelligent Auto), tombol video, tombol playback, tombol quick menu/fn, roda kendali untuk mengubah setting yang keempat arahnya bisa ditekan. Ditengah-tengah ada tombol menu. Tombol-tombol di roda kendali antara lain untuk setting: drive mode, WB, exposure compensation, dan seleksi Autofocus.

Bagi saya, tombol-tombol akses langsung dan touchscreennya cukup mudah dan cepat untuk mengganti-ganti setting penting, apalagi tombol Q-menu bisa dikustomisasi menjadi tombol akses cepat seperti ISO. Layar LCD juga bisa dikustomisasi seperti penempatan live histogram, menampilkan grid/garis-garis bantu. Mengganti mode kamera dilakukan melalui menekan touchscreen atau dari menu.

Salah satu fitur yang saya suka adalah saat saya mengunakan area AF, saya bisa sentuh layar LCD untuk menentukan area mana yang ingin difokuskan. Hal ini menjadikan mengubah area fokus jauh lebih cepat dibandingkan dengan kamera mirrorless lainnya yang tidak touchscreen, dan lebih fleksibel dari kamera DSLR karena kita dapat memilih area dengan bebas bahkan ke ujung frame.

Mode kamera diubah dari menu

Mode kamera diubah dari menu

Kategori menu kamera

Kategori menu kamera

Isi Quick menu Panasonic GF3 : ISO, image quality, autofocus mode, aspect ratio dan movie

Isi Quick menu Panasonic GF3 : ISO, image quality, autofocus mode, aspect ratio dan movie

Isi custom setting di menu

Isi custom setting di menu

Kualitas gambar

Panasonic GF3 memiliki sensor four thirds dengan resolusi 12 MP. Teknologi sensor ini sudah beredar cukup lama, dari era 2009-2010-an, cuma hasil gambarnya cukup bagus, tidak kalah jauh dari kamera yang berukuran lebih besar era saat ini. Kurang lebih 1 generasi lebih lampau dibandingkan dengan kamera micro four thirds terbaru. Sebagai perbandingan, kualitas fotonya mirip dengan seri Nikon 1, tapi lebih mudah membuat latar belakang blur. Kualitas gambar Panasonic GF3 kalah 1 generasi dari Olympus EPL5 yang pernah saya review.

ISO range yang bisa dipilih mulai dari ISO 160 sampai ISO 6400. Tidak ada masalah untuk memotret di kondisi gelap, tapi kalau memotret air terjun atau siang hari yang sangat terik, ISO terendah sedikit tinggi (160), harapan saya ada ISO 100 atau bahkan dibawah 100 sehingga shutter speed bisa lebih lambat.

ISO 160, 1/80 detik, f/4 dengan lensa 14mm

ISO 160, 1/80 detik, f/4 dengan lensa 14mm

ISO 160, f/22, 1/3 detik, dengan lensa 14mm

ISO 160, f/22, 1/3 detik, dengan lensa 14mm

ISO 160, f/4, 1/125 detik

ISO 160, f/4, 1/125 detik

Kinerja / Performance

Kecepatan kamera secara umum cepat, saya tidak perlu menunggu saat membuka tutup kamera, atau mengganti setting. Saat memotret file format RAW atau foto berturut-turut, saya sarankan mengunakan memory card dengan kecepatan tinggi, minimal class 10 supaya tidak perlu menunggu saat kamera menuliskan data ke memory card. Kecepatan foto berturut-turut mencapai 4 foto perdetik.

Autofokus juga cepat, terutama untuk foto subjek gak bergerak. Kecepatan autofokus dibawah 0.5 detik sehingga terasa seperti instan. Rasanya sedikit lebih cepat daripada kamera DSLR dengan lensa kit zoom. Untuk continuous focus subjek yang bergerak cepat, autofokus agak sedikit kewalahan untuk mendapatkan fokus, karena sistem autofokus kamera ini bukan hybrid-phase detection seperti kamera mirrorless canggih seperti Sony NEX A6000.

Kesimpulan

Panasonic GF3 adalah kamera mirrorless yang ringkas, dengan handling dan interface yang mudah dan praktis. Cocok untuk dipasangkan dengan lensa-lensa fix atau zoom pendek. Beberapa jenis fotografi yang cocok untuk kamera ini adalah street photography, travel photography dan untuk sehari-hari. Meski termasuk kamera 1-2 generasi yang lampau, tapi  kinerjanya cukup cepat dan bukan merupakan kendala untuk membuat foto yang bagus.

Kelebihan Panasonic GF3

  • Ukuran ringkas dan berat hanya 265 gram (sudah dengar baterai dan kartu memory, belum termasuk lensa)
  • Kinerja kamera dan AF cepat
  • Area AF bisa dengan mudah dipilih dengan touchscreen
  • Tombol akses langsung cukup untuk kamera seringkas ini
  • Pop-up flash bisa dipantulkan keatas
  • Bahan badan kamera dari logam
  • Lekukan kamera membuat saat memegang kamera mantap
  • Harga terjangkau

Kelemahan Panasonic GF3

  • Kualitas gambar cukup bagus tapi bukan generasi terbaru
  • Autofokus untuk subjek bergerak kadang “miss”
  • Tidak ada hotshoe untuk flash eksternal
  • Tidak ada WiFi/NFC/GPS
  • Touchscreen tidak begitu sensitif
  • Resolusi LCD 460.000 titik (generasi sekarang 900.000-1 juta titik)
  • Tidak ada fungsi multiple exposure
  • Fungsi auto bracketing terbatas ke -2/3 stop
  • Auto ISO hanya sampai ISO 1600

Spesifikasi kamera Panasonic GF3

  • 12 MP Live MOS M43 sensor
  • ISO 160-6400
  • Kecepatan foto berturut-turut 4 fps
  • LCD touchscreen 460ribu titik
  • Berat 265 gram
  • Ukuran 108 x 67 x 33 mm

—-
Kamera Panasonic GF3 saja (body only) saya jual dengan harga Rp 1.600.000,- Kondisi sangat baik pemakaian dibawah 1000 foto. Masih garansi tokocamzone Jakarta sampai Mei 2015. Bila berminat, hubungi 0858 1318 3069

Tips foto rooftop & night photography

$
0
0

Salah satu jenis fotografi yang populer adalah foto rooftop. Beberapa tips ini mungkin akan membantu bagi yang baru ingin mengikuti aktifitas fotografi rooftop atau night photography.

ISO 100, f/8, 15 detik. 16mm, kamera diatas tripod

ISO 100, f/8, 15 detik. 16mm, kamera diatas tripod. Foto diambil saat bulan Purnama sehingga langit tampak lebih terang dari biasanya. Editing di Lightroom untuk menerangkan bagian langit dan memperjelas bentuk awan.

1. Lensa apa yang dibutuhkan untuk rooftop?

Lensa lebar, menengah dan telefoto semuanya dibutuhkan. Setiap lensa akan menghasilkan sudut pandang yang berbeda. Lensa lebar bisa digunakan untuk menangkap daerah yang luas, termasuk langit. Jika langit cerah, terang dan menarik, misalnya saat bulan purnama, lensa lebar akan mampu menangkapnya. Lensa telefoto (100mm atau lebih) bisa digunakan untuk memotret detail bangunan atau objek yang jauh.

2. Tripod untuk night photography

Tripod wajib hukumnya untuk fotografi rooftop/malam, karena kondisi cahaya gelap, maka kalau kamera digenggam saja dengan tangan, akibatnya ISO harus tinggi (3200+), bukaan harus relatif besar supaya foto tidak gelap dan tidak blur karena kamera goyang/getar. Intinya, tanpa tripod kualitas gambar akan jauh lebih buruk, apapun kamera dan lensa yang digunakan.

Di atas atap gedung yang tinggi, angin biasanya bertiup jauh lebih kencang, maka itu tripod yang  kokoh dibutuhkan. Menurut pengamatan saya, pemula banyak yang tidak mengenal tripodnya dengan baik, sehingga di lapangan agak kesulitan memasangkan kamera ke tripod dan membuat tripod stabil. Jangan remehkan latihan bongkar pasang tripod dan pemasangan kamera. Pada umumnya, semakin berat tripod, semakin kokoh, tapi jika ingin yang ringan, pilihlah tripod berbahan carbon fiber. Beberapa jajaran tripod yang saya rekomendasikan untuk berbagai kebutuhan bisa dilihat di ranafotovideo.com

Tinggi tripod juga penting, karena di atas gedung atau helipad, biasanya ada jaring pengaman atau tembok, jika tripodnya pendek, maka sudut pandang akan terhalang. Saran saya minimal pilih tripod yang bisa ditinggikan sampai selevel mata Anda.

3. Setting kamera untuk rooftop

Biasanya, saat kamera telah aman terpasang di tripod, saya akan mengunakan mode M/manual dan menggunakan ISO rendah, seperti ISO 100, bukaan yang relatif kecil seperti f/8  supaya seluruh pemandangan tajam. Sesuaikan shutter speed sampai terang-gelap foto yang diinginkan tercapai. Biasanya shutter speed sekitar 15-20 detik di malam hari. Saat langit masih terang misalnya saat matahari terbenam, shutter speed lebih cepat, kurang lebih 2-4 detik. Intinya jangan ragu mencoba berbagai shutter speed.

Selamat mencoba!

Untuk mendalami dan meningkatkan seni dan teknik fotografi, ikuti workshop mastering the art and photography techniques.

Nikon D3200 vs Canon 600D

$
0
0

Nikon D3200 dan Canon 600D adalah dua kamera entry-level / pemula yang rancangannya relatif ringan dan harganya terjangkau bagi fotografer pemula. Nikon D3200 kualitas gambarnya sedikit lebih baik di ISO tinggi maupun detail yang tertangkap. Generasi image sensor D3200 memang setingkat diatas sensor 18 MP Canon 600D. Selain itu, kapasitas baterai D3200 lebih tahan lama yaitu 540 foto dibanding 400 foto saja. Tapi kalau untuk hunting dari pagi sampai malam tentunya keduanya perlu baterai tambahan, apalagi kalau digunakan sebagai video.

nikon-d3200-vs-canon-600d

Soal kinerja/kecepatan, D3200 sedikit lebih cepat saat kamera dihidupkan (startup time) tapi Canon 600D foto berturut-turut dan buffernya lebih lapang karena ukuran file 600D lebih kecil.

Kalau soal fitur, Canon 600D lebih lengkap daripada D3200. 600D punya layar LCD lipat dan resolusinya lebih tajam, ada auto bracketing untuk mempercepat saat memotret foto dengan terang-gelap yang berbeda. Biasanya auto bracketing (AEB) digunakan saat ingin mengolah foto dengan teknik HDR. Saat live view, kita bisa memunculkan histogram live view. Untuk penggemar fotografi flash, ada fitur wireless flash yang dapat mengendalikan flash diluar kamera.

Dan yang mungkin terpenting bagi sebagian orang adalah Canon 600D compatible dengan semua lensa Canon EOS, sedangkan sebagian lensa Nikon generasi lama (AF-D) tidak bisa autofokus saat dipasang di kamera Nikon D3200.

Karena selisih harga kedua kamera tidak berbeda jauh, saya mendapati lebih banyak kelebihan di Canon 600D sehingga pilihan saya jatuh ke 600D.

Kelebihan Nikon D3200

  • Kualitas gambar sedikit lebih baik
  • Kapasitas baterai lebih baik
  • Startup time jauh lebih cepat (0.4 banding 1.5 detik)

Kelebihan Canon 600D

  • Lebih banyak tombol akses langsung
  • Layar LCD lipat
  • Layar LCD lebih tajam
  • Wireless flash
  • Live view histogram
  • Auto Exposure Bracketing
  • Compatible dengan semua lensa Canon EOS

—-

Belajar fungsi menu, pengaturan kamera DSLR Canon atau Nikon, periksa jadwalnya di halaman ini.

Pengalaman dengan lensa manual jadul Nikon 35-105mm f/3.5-5.6 AIS

$
0
0

Dalam tour fotografi Pangalengan baru-baru ini, saya mendapat kesempatan untuk mencoba lensa Nikon 35-105mm f/3.5-5.6 AIS. Sebenarnya lensa ini punya peserta tour yaitu pak Paul Yahya yang memang antusias dengan lensa-lensa jadul manual fokus.

Lensa ini dirilis pertama kalinya tahun 1983 dan merupakan lensa zoom lebar ke medium telefoto yang cukup populer saat itu. Lensa ini juga cukup baik untuk close-up photography/macro. Saat digunakan di focal length 35mm, lensa bisa fokus sekitar 27 cm dari objek dan perbesarannya 1:4.

Ukuran lensa terlihat relatif kecil saat dipasang di Nikon D600

Ukuran lensa terlihat relatif kecil saat dipasang di Nikon D600

Diameter lensa ini tidak “gemuk” seperti lensa-lensa zoom baru jaman sekarang. Filter diameter yang digunakan yaitu 52mm, diameter lensa 6.3 cm, panjang lensa 8.65 cm dan saat di zoom ke 105mm berubah menjadi 9.5 cm. Beratnya 510 gram. Meskipun terlihat relatif kecil dan kurus, lensa ini padat dan terasa relatif berat karena sebagian besar materialnya terbuat dari logam.

Sebagian besar lensa jaman sekarang ukurannya besar karena adanya motor fokus, chip elektronik dan stabilizer. Supaya tidak terlalu berat, lensa jaman sekarang dibuat dari plastik yang tidak sekokoh bahan logam.

Karena tidak bisa autofokus (AF) maka penggunanya harus memutar barrel lensa untuk fokus secara manual. Untuk membantu akurasi fokus, di dalam jendela bidik biasanya ada tanda bulatan hijau dan panah kiri dan kanan untuk memberi petunjuk kearah mana harus memutar. Tidak terlalu sulit, tapi lebih memakan waktu dan tenaga mata. Karena itu juga lensa ini  tidak cocok untuk foto subjek bergerak.

Bukaan maksimum lensa termasuk sedang, yaitu f/3.5-4.5 di 105mm. Tidak ada autofokus ataupun stabilizer/vibration reduction (VR). Saat dipasang di Nikon D600, metering tetap jalan (bisa menghitung cahaya, lightmeter tetap aktif). Hanya saja, kamera tidak merekam nilai bukaan (f) dan focal length ke dalam data EXIF/metadata foto. Untuk kamera DSLR yang lebih pemula seperti seri Nikon D3xxx atau D5xxx sepertinya metering tidak jalan.

Dibandingkan lensa zoom modern, lensa ini agak unik karena untuk zoom, kita mendorong dan menarik bagian lensa. Istilahnya push-pull. Saat zoom ke 105mm, badan lensa menjadi lebih panjang.

Saat di zoom ke 105mm

Saat di zoom ke 105mm

Kualitas gambar yang dihasilkan lensa ini lumayan baik. Ketajamannya kurang lebih sedikit diatas lensa 18-55mm, kurang lebih setara dengan lensa 18-105mm VR. Harganya juga tidak mahal. Saat ini sudah tidak diproduksi dan harga lensa bekasnya sekitar Rp 800 ribu.

Pangalengan Malabar

Krop 100% dari kamera D600 (resolusi 24MP)

Krop 100% dari kamera D600 (resolusi 24MP)

Rumah Bosscha

Krop 100% dari foto diatas

Krop 100% dari foto diatas


Tetap kreatif dalam fotografi di kondisi yang sulit

$
0
0

Sebagai penggemar fotografi, kita mungkin pernah berhadapan dengan situasi seperti ini:

  1. Pingin hunting motret tapi isi kantong tidak mendukung.
  2. Pingin hunting motret tapi waktu dan kesibukan kerja yang tidak bisa ditinggalkan.
  3. Pingin hunting motret tetapi cuaca kurang mendukung.
  4. Pingin hunting motret tetapi teman-teman hunting bareng sedang ada acara lain, hingga tidak ada satupun orang yang luang waktunya.

Hal-hal diatas tentu tidak menjadi masalah jika kita bisa menunda dan sedikit bertoleransi dengan ego / keinginan kita yang sudah tidak sabar untuk segera memotret. Tundalah dan atur waktu yang tepat hingga kita bisa melakukan kegiatan tersebut. (he…he..) itu tips yang paling ampuh.

Tetapi bila hasrat serta keinginan kita untuk memotret sudah tidak bisa kita bendung dan tahan lagi. Apa yang harus kita lakukan?

Tips saya hanya satu untuk memuaskan ego kita sebagai fotografer, yaitu: Memotretlah! (he..he..)

Lalu timbul pertanyaan:

  1. Apa yang harus dipotret?
  2. Bagaimana caranya?

Jawaban untuk pertanyaan nomer 1 adalah: temukanlah objek yang ada di sekitar anda untuk dijadikan objek fotografi. Bisa suami/ isteri anda, pacar anda, anak2 anda, atau mungkin binatang peliharaan anda. Semua contoh tersebut adalah makhluk hidup yang bisa anda jadikan objek ketika berfotografi.

Tetapi bagaimana jika objek-objek hidup tersebut enggan/ tidak mau kita foto? Tips saya adalah cari objek lain! Jangan paksa mereka! Karena segala sesuatu yang dipaksakan pasti tidak akan baik hasilnya.

Apa saja objek lain tersebut? Kita bisa mencari benda-benda yang ada di sekitar kita. Di sekitar meja kerja kita, atau mungkin isi kulkas yang ada di rumah kita. Memotret benda diam jarang menimbulkan masalah, karena mereka tidak bergantung pada mood. Andafoto mereka dalam waktu 2 hari 2 malampun mereka tidak akan mengomel dan marah-marah kepada anda.

Yang perlu kita lakukan ketika kita memotret sebuah benda adalah:
Menjadikan mereka tampak hidup, menarik dan menjadi sesuatu yang indah ketika kita potret.

Lalu bagaimana dengan sumber cahayanya? Pertanyaan ini sering muncul ketika ketika keinginankita memotret muncul pada malam hari ketika sedang berada di rumah. (tidak ada cahaya matahari atau lampu2 kota yang manarik)

Jawabannya adalah temukan sumber cahaya yang ada di rumah anda. Apapun itu! Bisa eksternal flash kamera. Bisa lampu meja/ kerja. Bisa juga lampu senter. Dengan memanfaatkan dan mengatur sumber-sumber cahaya tersebut sebaik mungkin, tentu bukan hal yang sulit bagi kita untuk menghasilkan foto yang manarik.

Berikut contoh foto-foto yang saya buat dengan teknik pencahayaan sederhana, mulai dari lampu senter, lampu meja hingga flash eksternal.

Foto 1

Foto 1

Foto 2

Foto 2

Foto 1 dan 2 : foto ini saya buat dengan teknik slow speed dan mengandalkan pencahayaan lampu senter. Dengan teknik light brush, lampu senter saya gerak-gerakkan ke kanan dan kiri/ atas bawah untuk mengarsir objek foto. Intensitas seberapa lama dan seberapa cepat atau lambat anda mengarisir akan berpengaruh ke gelap dan terang objek foto. Masing2 dari foto 1 dan 2 menggunakan 2X teknik arsir yang berbeda intensitas kecepatan dan waktu arsirnya. Sehingga pada masing-masing foto terdapat dimensi highlight dan shadownya.

Foto 3

Foto 3

Foto 3 : Foto ini saya buat dengan teknik pencahayaan lampu meja. Dengan memposisikan light meter kamera pada under exposure, maka akan didapat karakter low key pada teknik pencahayaan.

Foto 4

Foto 4

Foto 4 : Foto ini saya buat dengan 2 flash eksternal (strobist) Dengan memanfaatkan kaca di bawah objek maka akan menimbulkan efek berbayang pada objek yang difoto.

Foto 5

Foto 5

Foto 5 : Foto ini saya buat dengan menggabungkan sumber cahaya yang berupa lampu senter + mika kuning dan ekternal flash. Lampu senter + mika kuning untuk menerangi kopi dalam gelas. (efek coklat kekuningan di atas adonan kopi) sementara flash eksternal saya gunakan untuk menembak background (belakang cangkir)

So bukan sesuatu yang sulitkan? Tidak ada matahari, gunakan lampu studio! Tidak ada lampu studio, gunakan flash eksternal! Tidak ada flash eksternal, gunakan lampu meja! Tidak ada lampu meja, gunakan lampu senter! (Tentunya semuanya disesuaikan dengan objek foto anda)

Kita tetap bisa berfotografi di situasi dan cuaca apapun. Selamat Mencoba! Sukses Selalu!

Penulis Adi Setyo adalah instruktur kelas Creative lighting dengan flash.

Nikon D700 vs Nikon D610 / D600

$
0
0

Beberapa hari yang lalu ada teman yang menanyakan lebih baik kamera Nikon D700 atau D610? Pertanyaan ini tidak mudah untuk dijawab secara langsung karena masing-masing ada kelebihan kelemahannya. Kebetulan saya masih memakai kedua kamera ini (D700 dan D600) maka saya bisa menambahkan sedikit pengalaman pribadi.

nikon-d610-vs-nikon-d700

Nikon D700 pertama kali diumumkan bulan Juli 2008, sedangkan Nikon D600/610 diumumkan tahun 2012 dan 2013. Karena lebih baru 4-5 tahun, D600 dan D610 berisi teknologi dan fitur yang lebih baru, misalnya image sensornya 24 MP dibandingkan 12 MP, lalu bisa merekam video sedangkan D700 tidak bisa. Dan banyak juga fitur-fitur tambahan yang gak begitu penting lainnya di dalam menu.

Dirancang untuk hobbyist dan traveller, D600 (760 gram) bentuknya lebih kecil dan lebih ringan daripada D700 (995 gram). Sekilas tidak terlihat dari fisiknya bahwa kamera D600/610 adalah kamera full frame. Kurang lebih bentuk dan desainnya menyerupai kamera Nikon D90/D7000/D7100.

Saya biasanya membawa Nikon D600 untuk traveling dan pemandangan. Ukurannya yang lebih kecil dan resolusi fotonya yang lebih besar membuatnya lebih cocok untuk kegiatan foto seperti ini. Dengan resolusi 24 MP, detail terekam dengan baik. Kualitas gambar di ISO tinggi juga sedikit lebih baik dari D700. Demikian juga dynamic range juga sudah ditingkatkan, yang memungkinkan saya untuk menerangkan bagian yang gelap tanpa menurunkan kualitas gambar.

Lalu, kapan saya mengunakan Nikon D700? Biasanya untuk portrait, liputan, produk, dokumentasi, D700 masih merupakan pilihan utama saya. Ya intinya kuda pekerja saya lah hehee.. Karena kinerja dan modul autofokus 51 titiknya lebih fleksibel dan sedikit lebih baik, lalu 12 MP sudah cukup untuk mencetak high quality print sampai dengan ukuran kertas A3 (30x40cm). Sebenarnya untuk billboard juga bisa (asal jangan dilihat dari dekat hehe). Selain itu saya menyukai ukuran tombol-tombol dan tuasnya yang besar sehingga mudah mengoperasikan dan mengganti setting. Jendela bidiknya juga sedikit lebih terang dan besar, meskipun cakupannya hanya 95% (yang D600/D610 100%).

Menurut saya, bagi yang hobi fotografi, dan sekaligus hobi jalan-jalan, D610 pilihan yang lebih cocok. Sedangkan fotografer liputan, dokumentasi, perang, akan menyukai kekokohan dan responsifnya Nikon D700. Hindari D600 karena ada masalah partikel oli dan debu.

Rangkuman:

Kelebihan Nikon D700

  • Fisik lebih kokoh (magnesium alloy), weathersealed
  • Kinerja modul autofokus lebih baik
  • Kinerja kecepatan foto berturut-turut lebih cepat (dengan Battery Grip)
  • Tombol dan tuas lebih besar dan lengkap
  • Kecepatan memotret lebih instant (shutter lag singkat)
  • Max. shutter speed 1/8000 detik

Kelebihan Nikon D600/D610

  • Kualitas gambar dan resolusi lebih tinggi
  • Fisik lebih ringan dan ringkas
  • Bisa merekam video
  • Ada dua slot untuk SD card yang lebih ringkas dan murah
  • Fitur timelapse
  • Pengaturan Auto ISO di min. shutternya ada AUTO-nya

Jika ingin belajar pengoperasian, fungsi setting dan menu kamera DSLR Nikon, silahkan hubungi 0858 1318 3069 atau periksa jadwalnya disini.

Dynamic range, bit-depth dan color depth dalam sensor kamera digital

$
0
0

Apakah selama ini yang anda tahu tentang sensor kamera itu hanya sekedar megapiksel? Tahukah anda dibalik sekeping chip yang bertugas menangkap cahaya (dan warna) supaya menjadi file gambar digital itu ada banyak hal yang bisa dipelajari seperti dynamic range, bit depth hingga color depth? Siapkan secangkir kopi, kita akan bahas sesuatu hal yang sifatnya teoritis yaitu membongkar misteri sensor di kamera digital. Siap? Ayo lanjut membaca..

sensor-size

Beda dengan era film, sensor di kamera digital dibuat beragam ukuran dari yang kecil (seperti sensor di ponsel) hingga yang besar (di kamera DSLR). Walau ada yang besar dan ada yang kecil, cara kerja sensor sama saja yaitu merubah cahaya yang mengenai setiap piksel di sensor (piksel  = photodetector) menjadi data. Makin banyak piksel maka foto yang dihasilkan makin detail, bisa dicetak lebih besar dan memudahkan sales dalam menjual kamera tersebut.

Resolusi sensor, atau megapiksel

Banyaknya piksel disebut dengan resolusi, atau untuk gampangnya kerap disebut dengan megapiksel, oke anda tentu sudah tahu hal ini. Anggap saat ini standar rata-rata megapiksel di kamera yang umum adalah 16 MP. Kita tahu kalau sensor kecil atau sensor besar bisa didesain untuk punya resolusi 16 MP. Misal kamera saku ada yang 16 MP, pun juga kamera DSLR ada yang 16 MP. Lalu apa bedanya? Bayangkan untuk bisa membawa 16 orang sekaligus diperlukan sebuah bus, lalu apakah bisa apabila sebuah mobil kecil juga ingin mengangkut 16 orang? Jawabannya bisa, tapi yang diangkut adalah anak-anak balita yang masih kecil. Sama seperti piksel di kamera, bila sensor kecil ingin punya resolusi 16 MP maka bisa juga dibuat, tapi setiap pikselnya akan berukuran kecil, disebutnya small pixel size atau pixel density. Kalau di layar monitor atau ponsel, piksel yang rapat itu bagus untuk memberi ketajaman dan detail, tapi di sensor kamera, piksel yang terlalu kecil dan rapat bisa membawa kerugian.

signal_noise

Apa kerugian piksel yang kecil? Bayangkan setiap piksel adalah gelas yang tugasnya menampung air. Gelas yang kecil baru diisi sedikit air sudah langsung penuh, sedangkan gelas besar masih bisa diisi lebih banyak lagi. Jadi gelas yang besar lebih bisa menangani jumlah air yang banyak. Analogi ini sebenarnya adalah pengantar kita untuk membahas tentang dynamic range sensor, dimana dari pengalaman kita sudah terbukti dengan kamera bersensor kecil (yang tentunya pikselnya kecil) terlalu mudah mengalami highlight clipping, yaitu area terang (misal langit) jadi tampak putih total dalam hasil fotonya.

Bit depth sensor dan dynamic range

Setiap piksel, akan diukur outputnya dan dikodekan dalam data digital dengan bit tertentu, istilahnya quantization (kuantisasi). Contoh yang ekstrim adalah 1 bit, dimana setiap piksel hanya bisa memberi hasil hitam atau putih saja. Lalu untuk 2 bit artinya ada 4 variasi terang gelap, yaitu hitam, abu-abu gelap, abu-abu muda dan putih. Bit-depth 8 bit mampu memberi variasi terang gelap sebanyak 256 tingkat seperti ilustrasi berikut ini :

1-bit-8-bit

Ilustrasi perbedaan gambar 1 bit, 2 bit, 5 bit dan 8 bit

Jadi berapa bit yang dianggap cukup?

imagingintrofigure4

Saat ini teknologi sensor minimal adalah 8 bit, yaitu setiap pikselnya akan mampu membedakan terang gelap (tonal) dalam gradasi 2 pangkat 8 atau 256 tingkat, dari yang hitam total sampai putih terang. Hasil dari sensor 8 bit sudah dianggap mencukupi untuk kebutuhan dasar fotografi digital. Sensor 12 bit lebih mantap lagi karena mampu membedakan 4096 tingkat tonal dan sensor 14 bit bahkan bisa merekam 16.384 tingkat tonal terang gelap. Saat kita membahas sensor 8 bit, 12 bit dan 14 bit itu pada dasarnya kita baru membahas bit-depth saja, yang menentukan seberapa halus transisi terang hingga gelap dari cahaya yang ditangkap setiap pikselnya seperti ilustrasi di atas. Tapi bit-depth tidak secara langsung berhubungan dengan dynamic range sensor. Mengapa?

DRDynamic range (DR) artinya rasio dari tingkat terang maksimum yang bisa ditangkap sensor, dibanding dengan tingkat minimumnya (gelap). Untuk melihat dynamic range sensor aktual, tinjaulah histogram dari foto yang sudah diambil. Histogram adalah grafik sebaran terang gelap dari setiap piksel dalam rentang paling gelap (di sebelah kiri) dan paling terang (sebelah kanan). Lihatlah apakah kurva histogram begitu mudah ‘menabrak’ batas kanan (daerah terang) walaupun mata kita melihat obyek itu tidak terlalu terang? Bila iya maka besar kemungkinan sensor kita punya dynamic range yang rendah. Tapi untuk tahu dynamic range sensor dalam ukuran lab biasanya kita mencari info dari pengujian pihak lain seperti DxO mark. Satuan DR adalah stop, sensor kecil biasanya bisa membedakan terang gelap sekitar 5 stop. Kamera DSLR punya sensor yang DR-nya sekitar 11 stop.

DR eye

Mata manusia? Luar biasa, bisa 24 stop. Jadi walau ada sensor kecil yang umpama dibuat punya bit-depth 14 bit sekalipun, dynamic range-nya tetap akan di kisaran 5 stop karena pikselnya yang terlalu kecil sangat mudah menjadi penuh/jenuh saat kena cahaya. Bila kita pakai kamera DSLR atau yang sensornya besar, maka bit-depth nya sudah bisa 12 bit atau bahkan 14 bit, maka kita bisa maksimalkan hasil foto di tempat kontras dengan memilih file RAW saat memotret. Dengan file RAW, data yang direkam masih utuh dengan bit-depth yang banyak, sehingga lebih leluasa saat diedit, tidak seperti JPG yang memang dibatasi 8 bit saja.

hist_examplehist

Bila dianalogikan, dynamic range adalah seperti penggaris. Makin tinggi DR sensor maka ibarat penggaris yang panjang. Bit-depth adalah angka yang tertulis di penggaris itu. 8 bit artinya angka yang disebelah paling kiri penggaris adalah 0, di ujung kanan adalah 255. Kalau 12 bit artinya penggaris itu diberi angka  dari 0 sampai 4096. Mudah-mudahan jadi lebih kebayang ya..

Color depth

Clipboard-1Jangan dipusingkan lagi dengan kedalaman / kekayaan warna yang juga dinyatakan dalam bit. Warna adalah bahasan lain yang tak kalah rumit, dalam fotografi tugas kamera adalah menangkap warna dan menyimpan data yang seakurat aslinya. Tugas monitor adalah menampilkan warna dengan sebaik-baiknya dan tugas printer adalah mencetak foto berwarna semaksimal mungkin dengan jumlah tinta yang ada. Pencampuran warna dasar RGB bisa membuat kombinasi warna beragam saat ditampilkan di monitor, sedangkan warna dasar CMY juga menghasilkan kombinasi beragam warna di percetakan. Di kamera yang membuat sensor bisa melihat warna adalah color filter yang terletak di depan sensor, setiap piksel kebagian jatah satu filter entah itu R, G atau B. Secara teori, walau satu piksel hanya merekam satu warna, tapi berdasarkan teknik interpolasi (ditemukan oleh Bruce Bayer dari Kodak) maka setiap piksel semestinya bisa merekam warna yang seasli mungkin. Teknik ini masih ada kelemahan, tapi kita tidak sedang membahas soal ini, singkatnya selain Bayer ada juga cara lain di sensor lain seperti Foveon di kamera Sigma dan X-Trans di kamera Fuji.

24bits

Kita akan bahas bahwa untuk mendapatkan satu warna, apapun, kita cukup bermodal 3 informasi yaitu merah-hijau-biru. Kok bisa? Saat warna merah dibuat gradasi 8 bit (256 tingkat warna merah) dan demikian juga warna hijau dan biru, kita akan memiliki kekayaan warna sebanyak 16.777.216 warna (gampangnya disebut 16 juta warna) didapat dari 256x256x256.  Jadi dengan modal 3 warna dasar RGB yang punya gradasi 8 bit, kita punya menghasilkan kekayaan warna sebanyak 24 bit, atau (8 bit x 3 warna). Inilah bit depth, dan bukan cuma dibahas di sensor tapi juga di teknologi display atau layar termasuk ponsel. Dulu, ponsel warna hanya punya gradasi 4 bit per warna, atau 12 bit total warna (atau 4.096 variasi warna). Lalu meningkat jadi 6 bit per warna, atau 18 bit total warna (atau 262.144 variasi warna). Ponsel kini sudah umum punya kekayaan warna sebanyak 16 juta warna.

_4357468_orig

Bagaimana dengan 16 bit? Anda bercanda? 16 bit itu artinya 65.536 gradasi warna untuk merah, 65.536 gradasi warna untuk hijau dan 65.536 gradasi warna untuk biru. Total kekayaan warna yang dihasilkan adalah… awas kalkulator anda bisa hang :) Ya kira-kira adalah 281 miliar warna, dapatkah mata kita membedakannya? Memakai resolusi warna 16 bit hanya akan menambah berat proses kerja alat dan tidak berdampak pada perbedaan yang terlihat di mata. Tapi lingkup kerja 16 bit warna juga tetap dilakukan oleh mereka yang sehari-hari adalah praktisi imaging, grafis dan editing foto yang memberi keleluasaan saat melakukan proses manipulasi warna. Tentunya mereka bekerja dengan komputer yang bertenaga tinggi ya..

Jadi apa kesimpulan tulisan saya ini? Mungkin tidak ada dampak apapun terhadap gaya fotografi anda selama ini, dan malah membuat anda tambah pusing. Tapi setidaknya saya hendak memberi wawasan bahwa :

  • megapiksel makin tinggi, ukuran piksel makin kecil, dan dampaknya adalah kemampuan piksel dalam menangkap cahaya menurun
  • dynamic range (DR) sensor terbatas, apalagi sensor kecil, tak peduli berapa tinggi bit-depth sensornya sensor kecil akan selalu kesulitan menangkap detail yang lengkap di area kontras
  • sensor dengan DR lebih tinggi (misal 12 stop) lebih mempu menangkap detail area gelap dan area terang dalam kondisi foto kontras tinggi
  • bit-depth sensor berhubungan dengan kuantisasi (pengukuran sinyal keluaran sensor), tidak secara langsung berhubungan dengan dynamic range sensor
  • sensor saat ini umumnya 12 bit atau 14 bit, dianggap sudah cukup untuk mengatasi kontras tanpa membuat prosesor kamera macet karena terlalu banyak data yang diproses
  • warna dihasilkan dari kombinasi 3 warna dasar, dalam setiap piksel foto dihasilkan dari teknik interpolasi 3 warna dasar RGB, yang masing-masing punya kedalaman 8 bit, sehingga total kekayaan warna untuk setiap piksel adalah 24 bit (16 juta warna)
  • JPG adalah kompresi file gambar, khususnya dia mengkompres warna sehingga untuk keleluasaan editing foto disarankan memilih file RAW di kamera saat memotret

 

Pilar sukses: Bagaimana menjadi fotografer yang sukses?

$
0
0

Menjadi fotografer yang sukses sebenarnya resepnya sama dengan bagaimana menjadi sukses di profesi lainnya. Saat menimba ilmu di Bucknell University, Pennsylvania, PA, salah satu profesor saya Bill Gruver mengatakan supaya sukses ada tiga pilar penting yang harus kita kendalikan dan ada faktor eksternal yang harus kita waspadai. Pilar-pilar itu adalah: Kualitas, ketrampilan berpolitik, kepercayaan dan keberuntungan.

Sebelumnya tentu kita harus mendefinisikan sukses. Sukses bagi orang beda-beda, tapi pada umumnya adalah memiliki kehidupan yang bahagia dan sejahtera tanpa kekurangan apa-apa, dan bisa mengaktualisasikan diri, dalam arti memaksimalkan potensi dalam diri dan mengerjakan apa yang kita kita sukai dalam hidup kita.

Pilar I: Kualitas

Sulit membayangkan seseorang bisa sukses dengan kualitas produk yang jelek. Maka itu, seni dan teknik harus kita pelajari dan asah, baik teknik fotografi maupun editing. Terkadang, kita telah berusaha maksimal dan merasa produk/foto kita sangat bagus, tapi laku tidaknya semua tergantung dari persepsi pemirsa. Maka itu review dari photo editor, fotografer yang berpengalaman dan klien/calon pembeli sangat penting.

Semakin banyak orang yang masuk ke dalam dunia fotografi karena mudah dan terjangkaunya alat-alat fotografi dan banyaknya jalur untuk belajar fotografi, maka setiap tahun jumlah fotografer yang memasuki ranah profesional akan meningkat secara berlipat. Jika tidak ada kualitas yang unik dari karya-karya Anda, tentunya akan makin sulit mendapatkan pekerjaan baru atau sekedar mempertahankan yang ada, karena realitasnya, kalau kualitas Anda beda-beda tipis dengan yang lain, klien akan memilih harga yang termurah yang bisa diperoleh.

Kualitas teknik yang sempurna seperti membuat foto yang tajam, warna yang cerah dan sebagainya tentunya tidak cukup dan kadang tidak relevan. Kualitas teknik harus dipadukan dengan kualitas seni, dan memang paling sulit membahas tentang kualitas seni, karena seni sendiri sesuatu yang tidak terlepas dari pro dan kontra. Sebagian orang akan suka karya Anda, tapi sebagian besar yang lain tidak akan suka. Triknya adalah mencari klien/pembeli yang menyukai gaya Anda, ntah itu teknik fotografi-nya dan/atau olah digitalnya.

Pilar II: Ketrampilan berpolitik

Mendengar kata Politik kadang membuat  seram, karena reputasi dunia politik yang penuh dengan trik dan keculasan. Tidak sering kita dengar istilah dunia politik itu kotor. Tapi maksud saya dengan politik adalah kualitas hubungan antar manusia. Kebanyakan job fotografi yang akan Anda terima adalah karena rekomendasi dari orang-orang yang Anda kenal. Jika Anda adalah orang yang tidak menyenangkan tentunya sulit bagi orang lain untuk merekomendasikan Anda.

Pilar ini juga mempertimbangkan tentang seberapa pintar Anda dalam berinteraksi dengan orang lain, apakah Anda seorang extrovert? Jika iya, Anda mendapat nilai plus. Orang yang extrovert nyaman berinteraksi dengan orang lain, nyaman berada di dalam kondisi yang ramai. Lebih lagi, lebih mudah bekerjasama dengan tim dan orang banyak.

Jika memiliki ketrampilan berinteraksi yang baik dengan orang lain, Anda akan bisa mendapatkan job-job yang unik dan/atau menghasilkan keuntungan yang lebih besar.

Pilar III: Kepercayaan

Calon klien akan bertanya dalam hati “Apakah fotografer ini bisa diandalkan?” Jika jawabanya iya, berarti Anda lulus pilar yang ini. Kepercayaan adalah faktor yang tidak kalah penting dari dua pilar diatas. Menumbuhkan kepercayaan itu mudah sebenarnya tapi perlu bekerja keras. Kunci dari mendapatkan kepercayaan adalah konsistensi, memenuhi harapan dan janji, dan otentisitas.

Yang saya maksud dengan konsistensi adalah seberapa sering dan rutin Anda berkarya. Contohnya saya menulis blog ini rata-rata dua tulisan seminggu, dan setiap hari saya memeriksa dan membalas pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan melalui kotak komentar. Kegiatan itu sudah menjadi rutinitas dan kebiasaan saya, hanya kalau saya sakit, sedang tour foto atau keluar kota untuk mengajar, saya tidak sempat memeriksa komentar dan menulis. Tidak sulit bagi saya untuk menulis, tapi yang sulit adalah duduk dan memulai mengetik.

Dalam konteks fotografi, berapa sering Anda motret? baik dibayar atau tidak. Dengan memiliki waktu yang konsisten dalam memotret, intuisi akan meningkat dan alhasil karya foto juga akan lebih baik dari sebelumnya.

Kebanyakan orang menebarkan janji-janji yang kadang muluk-muluk kepada klien, dan sebenarnya janji itu mudah dan menarik. Tapi janji juga sebuah hutang, dengan menebarkan janji tapi tidak melaksanakannya ya sama saja bohong, dan itu akan berakibat ke karir Anda dikemudian harinya.

Kebanyakan klien tidak akan peduli dengan prestasi, penghargaan atau jumlah sertifikat yang Anda peroleh, tapi lebih peduli “Apa yang bisa saya dapatkan darinya” Tidak dapat dipungkiri, sebagian besar manusia peduli dengan diri sendiri dan kebutuhannya. Mereka akan bertanya-tanya, apakah fotografer ini bisa melakukan tugas dengan baik dan memenuhi harapan saya? Jika jawabannya tidak, maka meskipun Anda adalah seorang yang sangat supel dan menarik, tapi tidak akan mendapatkan pekerjaan tersebut.

Satu hal lagi yang menurut saya tidak rumit, tapi kebanyakan orang menghindarinya adalah menjadi pribadi yang otentik. Sederhananya orang yang otentik menyadari dirinya tidak sempurna, dan tidak segan-segan untuk terbuka kepada orang lain. Lawan kata otentik mungkin yang mendekati adalah munafik. Orang yang otentik tidak kuatir harus jaga muka, yang selalu mementingkan bagian luar terlihat bagus, dalamnya bobrok gak apa-apa.

Menurut saya seniman yang berpeluang untuk sukses adalah seniman yang otentik, mereka berani jujur dengan orang lain kelebihan dan kelemahan mereka, tidak takut dikritik atau mendapatkan like sedikit di facebook. Karya-karya foto mereka sangat kreatif dan sangat berbeda dengan aturan-aturan yang baku yang disukai oleh sebagian besar masyarakat. Secara umum, orang-orang akan lebih percaya ke kita jika kita otentik karena kita ngomong apa adanya secara jujur dan terbuka. Beban  kita juga lebih ringan, karena bebas membuat karya yang kita sukai.

Pasar terapung ini sebenarnya hanya buka di hari-hari tertentu, dan saya beruntung saat berkunjung kesini, pasar terapung tradisional ini buka, padahal awalnya saya pikir pasar ini buka setiap hari.

Pasar terapung ini sebenarnya hanya buka di hari-hari tertentu, dan saya beruntung saat berkunjung kesini, pasar terapung tradisional ini buka, padahal awalnya saya pikir pasar ini buka setiap hari.

Faktor “Luck”

Faktor yang eksternal yang menentukan kesuksesan seseorang adalah keberuntungan. Seringkali orang yang percaya diri dan pintar merasa sukses itu karena kualitas dirinya sendiri, tapi realitasnya, faktor keberuntungan ini cukup besar porsinya yang dapat melejitkan kesuksesan maupun menghancurkan. Sebagian besar orang menjadi sombong karena mengganggap kesuksesannya karena kepintaran diri sendiri padahal sebagian besar karena faktor “luck.” Kontrasnya, sewaktu gagal, sebagian besar orang mengatributkan kegagalan karena faktor keberuntungan, bukan karena kualitas diri yang masih kurang baik.

Tidak usah jauh-jauh, misalnya saat jalan-jalan untuk hunting landscape, meskipun kita pergi di musim kemarau, tapi bisa jadi yang didapatkan adalah hari yang mendung seharian, dan matahari tidak terlihat baik sunrise maupun sunset. Tapi kadangkala juga kita beruntung karena ketika pergi ke lokasi, kondisi cuaca sesuai dengan apa yang kita harapkan.

Dalam fotografi candid/dokumentasi juga demikian, ada istilah decisive moment, dimana ada momen dimana aksi dalam posisi puncak. Hal ini kadang tergantung keberuntungan fotografer. Jika dia berada pada posisi yang pas dan membawa kamera dan lensa yang cocok detik itu, dia akan bisa menangkap momen itu dengan baik.

Untuk menjinakkan faktor Luck ini, yang penting menurut saya adalah kita harus siap mental dan mencoba melakukan yang terbaik yang kita bisa. Jika ada kesempatan yang baik, cobalah ambil kesempatan tersebut sebaik-baiknya.

Kesimpulan

Saat profesor saya membabarkan tentang hal ini, ada murid yang bertanya, kalau kita lemah di satu atau dua pilar, apakah masih ada kemungkinan kita bisa sukses? Profesor Gruver menjawab, “Bisa saja, asalkan pilar yang kuat sangat menonjol.”Jadi syukurlah, meskipun kita lemah di satu pilar, kita bisa menguatkan pilar-pilar yang lain supaya bisa sukses! Sekedar mengingatkan, kalau hal-hal diatas adalah sebuah teori dan pemikiran, jika merasa ada manfaatnya, silahkan dipelajari dan dipraktikkan. Semoga sukses di dalam karir, usaha maupun fotografi.

Mengedit beberapa foto sekaligus di Adobe Lightroom dengan Sync.

$
0
0

Minggu lalu, saya mencoba membuat video stop motion, yaitu sebuah animasi sederhana yang diperoleh dengan menggabungkan foto-foto dimana setiap foto tersebut memiliki sedikit pergerakan pada objeknya. Dengan demikian, ketika diurutkan foto-foto tersebut kelihatan bergerak (animated).

Untuk membuat foto tersebut, saya meletakkan objek pada latar putih dan kamera diletakkan pada tripod. Dengan lighting dan posisi yang sama, untuk mempermudah, saya pun menggunakan mode Av dengan lightmeter berada di 0. Ternyata, kamera menganggap daerah yang putih terlalu terang, sehingga kamera berusaha menetralkan area yang putih tersebut menjadi abu-abu.  Hasilnya, seluruh foto saya menjadi agak gelap (nuansa abu-abu) pada latarnya.

Foto asli

Foto asli

Sebenarnya, jika hal ini diperhatikan pada awalnya maka dengan mode Av, kita bisa mengkompensasi ekposur dengan menggesernya ke arah positif (misal +1 atau +2 sesuai dengan terang yang dikehendaki).

Namun apa harus dikata, seluruh foto-fotoku (sekitar 200 foto) semuanya bernuansa gelap.

Untuk menyelamatkannya dan menghemat waktu, saya mengimpor seluruh foto tersebut ke dalam Lightroom, mengedit satu foto dengan menaikkan eksposur ke +1.5.

foto yang sudah dinaikkan exposurnya - naikkan exp 1

foto yang sudah dinaikkan exposurnya – naikkan exp-nya 1.5

Karena semua foto (yang ratusan jumlahnya) ingin saya naikkan eksposurnya,  cara termudah adalah mensinkron editan di foto pertama dengan seluruh foto lainnya yang belum diedit.

Caranya adalah klik terlebih dahulu foto yang sudah diedit, kemudian tahan tombol SHIFT dan klik pada foto terakhir (foto akan terseleksi seluruhnya). Jika foto yang ingin disinkron hanya beberapa dan tidak berurutan, maka bisa dengan menekan tombol CTRL.

Kemudian setelah terpilih, lepas tombol SHIFT (ataupun CTRL), maka tombol Sync akan muncul.

shift sync

Dengan menekan tombol itu, muncul kotak dialog sinkronisasi.

Dialog box Sync

Dialog box Sync

Disini kita bisa melihat bahwa yang diedit di foto pertama hanya eksposurnya, sehingga hanya pilihan itu yang dapat dipilih untuk sinkronisasi. Jika kita melakukan beberapa macam perubahan, maka kita bisa mencentang kotak-kotak yang ingin disinkronisasi.

Maka dalam sekejap, seluruh foto sudah diedit sesuai foto yang pertama.

Sinkronisasi ini sangat berguna jika dalam pemotretan kita berada dalam posisi/lighting/tata letak yang sama dalam setiap foto-foto kita, misalnya, dalam foto produk, foto fashion di mana ada sedikit kesalahan setting / setting kurang akurat (misalnya eksposur, WB).

Ini contoh hasil video stop motion


———
Untuk belajar Adobe Lightroom bisa melalui kursus sehari atau dengan buku editing dan manajemen foto dengan Lightroom.

Viewing all 1544 articles
Browse latest View live