Quantcast
Channel: InfoFotografi
Viewing all 1544 articles
Browse latest View live

Bahas foto: Perahu di Situ Cileunca

$
0
0

Sering foto saat sunrise dan sunset tapi kecewa karena sebagian besar foto gelap atau terlalu terang sehingga gak terlihat detail atau warnanya? Jangan kuatir karena itu biasanya bukan kesalahan kita, tapi karena sensor gambar kamera tidak bisa menangkap dynamic range yang terlalu besar (perbedaan antara terang dan gelap).

Oleh sebab itu, ada teknik yang dapat membantu, yaitu membuat beberapa foto yang exposure (terangnya berbeda-beda), dan kemudian digabungkan dengan software pengolah HDR (high dynamic range). Nama teknik ini disebut juga bracketing (BKT). Di beberapa kamera ada fitur AUTO Bracketing, tapi sebagian lain tidak ada. Untuk kamera yang tidak mendukung fitur auto bracketing (AEB/BKT), bisa digunakan dengan cara manual juga, yaitu jika di mode M, kita ganti-ganti shutter speednya, sedangkan kalau pakai mode A/Av, gunakan kompensasi eksposur untuk mengatur terang gelap foto.

Saat membuat foto, tentunya wajib mengunakan tripod yang kokoh untuk mendapatkan hasil yang maksimal sehingga gabungan dari foto-foto yang ada tidak berbayang.

Kurang lebih seperti ini sekuen fotonya:

Atas: shutter speed 1/60, 1/25, 1/13 detik. BKT secara manual dengan mengganti shutter speed.

Atas: shutter speed 1/60, 1/25, 1/13 detik. BKT secara manual dengan mengganti shutter speed.

pagi-hari-situ-cileunca

Hasil gabungan dan olahan foto diatas dengan software Photomatix dan Adobe Lightroom

Kritik diri

Foto diatas belum sempurna, setelah saya teliti, ada ranting2 disebelah perahu yang agak mengganggu. Sebenarnya saya sudah mencoba merapikan sampah-sampah dan ranting yang ada di depan perahu, hanya yang bagian sebelah kanan lolos, karena saat memotret kondisi cahaya masih agak gelap, kira-kira sekitar jam 5.45 pagi.

Lalu saat bracketing foto-fotonya masih kurang terang terutama bagian daunnya. Seharusnya saya membuat foto dengan shutter speed lebih lambat sedikit lagi, yaitu sekitar 1/4 detik, untuk mendapatkan detail di bagian bayangan yang lebih bagus dan bebas noise.

Jika ingin belajar teknik ini langkah demi langkah, praktik dan menggabungkannya lewat software, ada kelas mastering (hari ke-2).


L Bracket : Aksesoris kamera supaya stabil di tripod saat foto vertikal

$
0
0

L Bracket atau kadang disebut L-plate adalah salah satu aksesoris yang penting bagi penggemar fotografi pemandangan atau apa saja yang wajib mengunakan tripod. Saat kamera dipasang di tripod, sulit untuk memotret dengan orientasi vertikal/portrait karena bobot kamera jatuh ke salah satu sisi tripod sehingga tidak seimbang (lihat gambar dibawah).

Kamera tanpa L Bracket

Selain masalah keseimbangan, kita akan kehilangan tinggi sekitar 10 cm. Bagi yang memiliki tripod yang tidak terlalu tinggi dan kamera yang berat, tentu ini jadi masalah yang cukup besar.

L-Bracket dibuat untuk memecahkan masalah ini. Sesuai dengan namanya, bentuk dari aksesoris ini menyerupai bentuk huruf L. Dengan memasang aksesoris ini, maka kamera bisa dipasang secara vertikal ke tripod. Mengubah arah atau posisi kamera juga jauh lebih mudah dengan posisi semacam ini.

Nikon L bracket

L Bracket dipasang di kamera Nikon D700 dan tripod Benro

Nikon L Bracket

Posisi landscape juga bisa

L Plate Canon 650D

L Plate universal saat dipasang dengan kamera DSLR Canon

Masalah yang saya hadapi selanjutnya adalah L-bracket spesifik untuk kamera tertentu biasanya tidak murah, yaitu sekitar $140 atau sekitar Rp 1.7 juta (kurs 1$ = Rp 12000). Oleh sebab itu saya mencari-cari yang lebih terjangkau. Pencarian saya membawa hasil, beberapa waktu yang lalu saya menemukan L Bracket universal. Saya dapatkan dengan harga Rp 350.000 saja, dan dapat dipesan di ranafotovideo.com bagian tripod

Saya juga menemukan L Bracket khusus untuk Nikon D600 saya dengan harga Rp 1.2 juta. Bedanya dengan yang universal adalah, yang custom lebih pas dalam memeluk kameranya, sehingga lebih terasa satu jiwa. Perbedaan lain yaitu lebih mudah untuk membuka pintu port untuk menghubungkan kamera dengan USB, GPS, Wifi adapter, kabel HDMI, dll. Bagi yang sedang mencari L Bracket/Plate custom untuk kameranya, bisa menghubungi saya di 0858 1318 3069, jika tersedia, pasti akan saya kabari.

PS: L-bracket ini compatible dengan sistem ballhead Arca Swiss (sistem jepit) misalnya Benro/Mefoto V, Q, B, Sirui, dll

L Bracket Nikon D600-D6100 lebih pas di badan kamera, tapi cover layar plastik harus dilepas.

L Bracket Nikon D600-D6100 lebih pas di badan kamera, tapi cover layar plastik harus dilepas.

Keuntungan L Bracket custom adalah pintu port bisa dibuka untuk menghubungkan ke kabel/aksesoris

Keuntungan L Bracket custom adalah pintu port bisa dibuka untuk menghubungkan ke kabel/aksesoris.

Jajaran produk Samsung NX smart camera terbaru

$
0
0

Samsung NX adalah nama untuk produk kamera mirrorless buatan Samsung dan saat ini segmentasi produknya semakin beragam dan kompetitif, dengan mengusung tag line smart camera yang mengandalkan kemudahan pemakaian dan berbagi (smart auto, smart filter, WiFi, NFC). Mode smart auto sendiri juga unik karena lebih lengkap dan agak berbeda dibanding scene mode di kamera lain, seperti adanya pilihan untuk Beauty Face, Best Face, Rich Tone, Waterfall dan Light Trace. Kemudahan berbagi juga menjadi ciri dari kamera yang dibuat oleh raksasa ponsel ini, yang tentunya sudah pengalaman dalam membuat produk yang saling terhubung. Setiap kamera Samsung NX juga dibekali fitur nirkabel untuk AutoSharing, kirim foto via email, Auto Backup, Remote View finder Pro, Mobile Link, Group Share, Photo Beam dan Baby Monitor. Inilah jajaran produk terkini kamera Samsung NX beserta fitur-fiturnya.

Samsung NX30

Samsung membuat Samsung NX30 (penerus NX20) sebagai kamera seri teratas yang berdesain seperti kamera DSLR walau agak lebih kecil. Ciri utama dari NX30 adalah adanya jendela bidik elektronik (EVF) resolusi tinggi 2,4 juta titik yang unik karena bisa dilipat sehingga bisa dipakai untuk dilihat dari atas. LCD utama 3 inci AMOLED-nya juga bisa dilipat putar dengan engsel samping, juga sudah memakai layar sentuh. Salah satu fitur berguna di NX30 ini adalah sistem hybrid AF dimana terdapat 105 piksel pendeteksi fasa pada sensornya sehingga saat auto fokus bisa dikombinasikan dengan deteksi kontras untuk kecepatan dan akurasi fokus.

samsung-nx30

Fitur dan spek NX30 :

  • sensor CMOS 20 MP, ukuran APS-C, mount NX (crop 1,5x)
  • viewfinder XGA
  • built-in flash, GN 11
  • layar 3 inci AMOLED, bisa dilipat samping, touchscreen
  • hybrid AF (105 titik deteksi fasa)
  • shutter maks 1/8000 detik
  • 9 fps
  • full HD 60p

Kamera Samsung NX30 cocok untuk yang serius dalam fotografi baik hobi maupun profesi, karena selain fiturnya lengkap, NX30 juga dibekali tombol-tombol yang cukup lengkap, seperti metering, AEL, exposure compensation, menu, Fn (function), AF, WB, dan ISO. Juga terdapat tuas untuk memilih release mode, yang terdiri dari: single shooting, continuous shooting, self timer dan auto bracketing

Samsung NX300M

Sebagai versi yang lebih kompak, Samsung juga punya NX300M yang menjadi varian lain dari NX300 (tanpa kode M) yang sama-sama mengisi segmen advanced-compact, namun berbeda di layar lipatnya. Jadi Samsung NX300M adalah versi layar lipat dengan ukuran 3,3 inci AMOLED, dan tentunya juga layar sentuh. Bisa dibilang banyak kesamaan spesifikasi antara NX300M dengan NX30, kecuali bedanya NX30 ada jendela bidik dan lampu kilat built-in. Yang menarik dari NX300/NX300M adalah kamera compact yang sudah dibekali dengan fitur hybrid AF, padahal sistem hybrid AF ini biasanya ditemui di kamera yang kelas semi-pro.

sAMSUNG nx300M

Fitur dan spek NX300M :

  • sensor CMOS 20 MP, ukuran APS-C, mount NX (crop 1,5x)
  • layar 3 inci AMOLED, bisa dilipat ke atas untuk selfie, touchscreen
  • hybrid AF (105 titik deteksi fasa)
  • shutter maks 1/6000 detik
  • 8,6 fps
  • full HD 60p
  • dual band (2,4 GHz dan 5 GHz) WiFi
  • disertakan lampu kilat eksternal berukuran mungil dengan GN 8 yang bisa sync hingga 1/180 detik

Kamera Samsung NX300M cocok untuk yang mencari kamera berfitur lengkap, kinerja tinggi tapi berukuran cukup kecil seperti untuk travelling.

Samsung NX3000

Samsung NX3000 menjadi penerus NX2000 yang kini juga mengadopsi tren layar LCD lipat ke atas sehingga mendukung hobi pecinta selfie. Perubahan dari NX2000 ke NX3000 cukup banyak, seperti desain yang berubah total, kini lebih terkesan retro dengan tambahan ada roda mode kamera. Bila di NX2000 penggunaan kamera umumnya memakai layar sentuh, maka di NX3000 tidak ada lagi sistem layar sentuh tapi diberikan berbagai tombol konvensional di bagian belakang. Auto fokus juga cukup cepat walau hanya mengandalkan sistem deteksi kontras.

Samsung NX3000

Fitur dan spek NX3000 :

  • sensor CMOS 20 MP, ukuran APS-C, mount NX (crop 1,5x)
  • layar IPS LCD 3 inci yang bisa dilipat ke atas untuk selfie, resolusi layar 320×480 titik
  • 5 fps
  • full HD 60p
  • disertakan lampu kilat eksternal berukuran mungil dengan GN 8 yang bisa sync hingga 1/180 detik

Kamera NX3000 ini adalah kamera NX pertama yang dipaketkan dengan lensa kit power zoom 16-50mm f/3.5-5.6 OIS yang cukup mungil sehingga tampak sepadan dengan bodi (walau ada juga opsi yang lebih murah tapi dengan lensa kit 20-50mm). Kamera ini ditujukan untuk mereka yang mencari kamera kecil yang terjangkau, mudah dipakai, kualitas hasil foto yang baik dan punya fitur cukup lengkap (termasuk WiFi dan NFC) untuk kebutuhan fotografi sehari-hari.

 Samsung NX-mini (NXF1)

Bila anda membayangkan sebuah sistem kamera (bodi dan lensa) dibuat kecil supaya ringkas, maka Samsung NX mini adalah contoh nyatanya. Dengan ukuran 11 cm dan tinggi 6 cm serta tebal 2 cm, sulit mencari kamera lain yang semungil ini. Sebagai lensanya juga tersedia lensa mungil fix 9mm f/3.5 atau lensa zoom yang juga kecil dengan mount NX-M yaitu 9-27mm f/3.5-5.6. Lensa NX-M akan mengalami crop factor 2,7x sehingga lensa fix 9mm akan memberi bidang gambar yang setara lensa 24mm di kamera full frame, cukup lebar untuk berbagai kebutuhan.

Samsung NX mini

Fitur dan spek NX mini :

  • sensor BSI CMOS 20 MP, ukuran 1 inci, mount NX-M (crop 2,7x)
  • mode manual PASM
  • layar lipat, bisa selfie dan touchscreen
  • shutter elektronik 1/16000 detik
  • 6 fps
  • built-in flash

Walau mungil, tapi NX mini sudah dibekali dengan fitur WiFi dan NFC. Baterai yang dipakai cukup besar sehingga kamera ini bisa memotret sampai 500 foto lebih sekali charge. Untuk memasang lensa Samsung NX ke kamera NX mini, tersedia adapter khusus. Kamera NX mini cocok untuk yang mencari kamera kecil yang punya kualitas hasil foto yang lebih baik daripada kamera saku biasa, dengan peluang bisa berganti lensa untuk berbagai kebutuhan (sementara baru ada tiga lensa NX-M, tapi lensa Samsung NX lain bisa dipasang di NX mini dengan tambahan adapter).

Lensa Samsung NX

Samsung masih terus akan menambah produk lensa-lensa NX-nya. Ciri dari lensa-lensa Samsung terbaru adalah memiliki tombol iFn (i-Function). Dengan menekan tombol i-Function, kita dapat mengakses berbagai fungsi penting dan mengubah nilainya dengan memutar ring fokus di lensa. Fungsi yang bisa diakses tergantung dari mode kamera yang aktif. Misalnya saat menggunakan mode P, maka fungsi yang bisa diakses dengan iFn adalah fungsi ISO, Exposure Compensation dan WB. Beberapa lensa Samsung sudah memakai OIS untuk meredam getaran.

Lensa Samsung

Beberapa lensa Samsung NX yang sudah tersedia :

  • lensa kit : 18-55mm OIS, 20-50mm, 16-50mm OIS power zoom
  • 10mm f/3.5 (lensa fisheye)
  • 16mm f/2.4, 20mm f/2.8, 30mm f/2.0 (lensa fix kecil/pancake)
  • 12-24mm f/4-5.6 (lensa wideangle)
  • 55-200mm f/4-5.6 OIS (lensa telefoto)
  • 18-200mm f/3.5-6.3 OIS (lensa allround/travel lens/video lens)
  • 60mm f/2.8 SSA (lensa makro)
  • 85mm f/1.4 SSA (lensa potret)
  • 16-50mm f/2-2.8 OIS (lensa pro)

dan lensa Samsung NX-M (khusus untuk kamera Samsung NX mini, crop 2,7x) :

  • lensa kit : 9mm atau 9-27mm
  • 17mm f/1.8 OIS (lensa standar dan potret, setara 45mm)

Kesimpulan

Samsung tampaknya cukup siap dalam berkompetisi dengan produsen kamera lainnya di kancah mirrorless dengan mengisi segmen bawah, menengah dan semi-pro. Sebagai merk yang matang di dunia smartphone, Samsung juga memberi ciri smart dalam produk kameranya, seperti membekali setiap produknya dengan fitur WiFi untuk kemudahan pemakainya dalam berbagi. Antar muka menu di kamera NX ini juga mudah dipahami dan tertata dengan apik, mirip seperti antarmuka di ponsel.

LCD NX

Pemilihan ukuran sensor APS-C juga tepat untuk memberi hasil terbaik tanpa mengorbankan ukuran, dan khusus untuk NX mini pemakaian sensor 1 inci juga terobosan yang baik karena hasil foto dari sensor 1 inci masih lebih baik dibanding sensor kecil seperti 2/3 inci apalagi 1/1,7 inci. Beberapa tipe kamera punya value yang menarik karena fitur spesialnya seperti hybrid AF, ditambah layar Amoled ternyata dijual di kisaran harga yang cukup terjangkau.

Hybrid AF

Samsung juga punya jajaran lensa yang cukup untuk kebutuhan dasar fotografi, seperti lensa lebar 12-24mm, lensa tele 55-200mm OIS dan lensa 18-200mm OIS. Banyak juga pilihan lensa fix baik yang kecil (pancake) maupun yang bukaan besar, bahkan ada lensa fix yang bisa mengambil gambar 3 dimensi. Samsung hanya perlu menambah koleksi lensa praktis untuk jalan-jalan seperti 18-135mm f/4 atau bahkan menambah koleksi lensa kelas pro mereka misalnya lensa tele zoom 50-150mm f/2.8 untuk melengkapi lensa pro 16-50mm f/2-2.8 OIS yang sudah ada. Samsung juga perlu menambah lensa-lensa mendatang yang pakai kode SSA (Super Sonic Actuator) yang auto fokusnya lebih cepat dan halus. Pemberian tombol i-Function di sisi kiri lensa juga menarik dan membedakan sistem kamera NX dengan kamera merk lain.

—————————————————————————————————–

Bagi pembaca yang tinggal di Bandung, yuk ikuti acara Samsung NX School goes to Bandung yang berisi sesi foto model dan workshop bersama saya, hari Minggu 22 Juni 2014 mulai jam 10.00 pagi. Tidak dipungut biaya tapi perlu mendaftar dulu untuk memastikan tempat.

Samsung Camzone

Panduan memilih tripod untuk berbagai kamera dan situasi

$
0
0

Menurut yang saya amati selama ini, banyak fotografer pemula yang mengunakan tripod yang tidak pas dengan kebutuhan atau kamera yang digunakan. Biasanya, tripod yang dipakai adalah tripod yang diberikan gratis sebagai promosi pembelian kamera dan lensa, atau tripod yang paling murah yang tersedia di toko kamera.

Keputusan untuk memakai tripod yang berkualitas rendah tersebut kurang bijak karena tripod seperti itu akan mengurangi kualitas foto, misalnya jadi kurang tajam/getar. Tripod tersebut juga ringkih, susah diatur, dan gampang rusak, penyok padahal baru beberapa kali pakai saja.

Tidak semua tripod cocok untuk segala situasi, maka itu saya coba membuat skenario-skenario sebagai berikut:

Skenario A – Family and general travel

  • Punya kamera DSLR mirrorless, pemula atau menengah (beratnya dibawah 700 gram)
  • Punya lensa kit zoom dan atau zoom menengah (sampai 135mm)
  • Lebih banyak motret di luar ruangan
  • Jalan-jalan dengan family atau teman-teman
  • Biasanya travel akhir pekan atau libur panjang
  • Kalau bisa harga yang terjangkau

mefoto-tripod-01Rekomendasi:
Benro Mefoto A0350Q0 - Ukuran panjang hanya 30 cm jadi bisa masuk ke tas dan koper dengan mudah. Beratnya hanya 1.2 kg, kapasitas 4 kg. Tersedia dalam berbagai warna. Termasuk ballhead (type arca-swiss) dan tas. Kelemahan: Tidak terlalu tinggi (maks 131 cm). Pesannya disini.

Skenario B – Travel photography enthusiasts

  • Punya kamera DSLR semi-pro
  • Punya lensa zoom profesional dan telefoto
  • Lebih banyak motret di luar ruangan
  • Pergi dengan teman sesama hobi foto/tour fotografi
  • Traveling dengan bis atau mobil dan sedikit jalan-jalan untuk masuk ke lokasi pemotretan.


Rekomendasi:
Benro Mefoto A1340Q1 – Kapasitas 8 kg, saat dilipat 43 cm, Beratnya 1.66 kg, tersedia dalam berbagai warna. Termasuk ballhead (type arca-swiss) dan tas. Cukup tinggi, maksimum 1.59 m. Kakinya bisa jadi monopod. Harga terjangkau. Kelemahan: Bukan tripod yang paling ringan. Bisa pesan disini.

benro-c1682tv1-tripodBenro C1682TV1 – Kapasitas 14 kg, saat dilipat 45 cm, beratnya 1.57 kg, bahan carbon fiber (lebih ringan dan kapasitas lebih besar dari tripod berbahan alumunium). Termasuk ballhead V1 yang kokoh (type arca-swiss) dan tas. Tinggi maksimum 1.6m. Kaki bisa jadi monopod atau tongkat. Bisa pesan disini.

Skenario D – Hiker

  • Sering jalan-jalan atau naik gunung, kurang lebih antara 4-8 jam sehari
  • Kamera DSLR atau mirrorless dengan lensa sampai dengan 135mm
  • Perlu tripod yang ringan dan ringkas

Rekomendasi:
Benro Mefoto A0350Q0 - Ukuran panjang hanya 30 cm jadi bisa masuk ke tas dan koper dengan mudah. Beratnya hanya 1.2 kg, kapasitas 4 kg. Tersedia dalam berbagai warna. Termasuk ballhead (type arca-swiss) dan tas. Kelemahan: Tidak terlalu tinggi (maks 131 cm). Pesannya disini.

Benro C01681TB00 - Kapasitas 6 kg, saat dilipat 43 cm, beratnya 1.1 kg, bahan carbon fiber. Termasuk ballhead (type arca-swiss) dan tas. Tinggi maksimum 155 cm. Bisa jadi monopod. Kelemahan: Tinggi monopodnya agak pendek (124 cm) Bisa pesan disini. Review lengkap disini.

Skenario C – Fotografer pro/studio

  • Punya kamera canggih, profesional dengan berat 1-2 kg
  • Mengunakan lensa profesional mulai dari lebar ke 300mm
  • Lebih banyak memotret di dalam studio/indoor
  • Untuk kebutuhan foto keluarga, wedding, produk, still life, dll
  • Ukuran dan berat tidak jadi masalah

Rekomendasi:
Benro 2980F - Kapasitas 10 kg, tinggi maksimum 173 cm, bahan alumunium. Termasuk tas. Kelemahan: Beratnya 2.11 kg, belum termasuk ballhead. Bisa pesan disini.

Merek tripod tidak harus Benro, yang penting spesifikasinya kurang lebih sama. Hati-hati dengan merek yang tidak jelas, yang mengklaim specnya setinggi mungkin tapi belum teruji dan yang kualitas kontrolnya rendah. Usahakan memeriksa dan mencoba tripod sebelum membeli.

Jelajahi potensi dari kamera mirrorless bersama Sony Alpha

$
0
0

Sistem kamera mirrorless dalam satu-dua tahun terakhir ini semakin lama semakin canggih bahkan beberapa diantaranya memiliki fitur dan mampu menghasilkan kualitas gambar melampaui kamera DSLR biasa.

Kamera mirrorless memiliki sifat yang agak berbeda dengan kamera DSLR, sehingga untuk memanfaatkan semua potensinya membutuhkan pemahaman tentang setting dan menu yang sesuai.

Di dalam acara ini, saya akan membahas tentang kelebihan dan kekurangan sistem kamera mirrorless, setting-setting terbaik untuk memotret di berbagai kondisi dan situasi, lalu sistem autofokus, Tips untuk menghemat baterai, fungsi dan menu kamera, dan memanfaatkan fungsi WiFi untuk sharing foto, download dan mengunakan berbagai aplikasi untuk membuat efek khusus (star trail, bracketing, ray of light dll), dan mengunakan smartphone sebagai remote control.

sony-a6000Kita beruntung karena Sony Indonesia berkenan meminjamkan sejumlah perangkat kamera mirrorless baik yang kelas atas (full frame sensor) sampai ke pemula. Bukan hanya itu, Sony juga meminjamkan beragam lensa yang nantinya bisa kita pelajari.

Acara ini terbuka untuk siapa saja, terutama yang memiliki kamera mirrorless Sony Alpha / NEX, dan juga yang ingin lebih mengetahui dan memahami sistem kamera mirrorless.

Tujuan acara ini Anda akan belajar fitur-fitur dan setting terbaik untuk kamera mirrorless (Demo dengan Sony A6000, A5000, A7, NEX 5T) dan bertemu dan sharing dengan sesama pengguna kamera mirrorless. Setelah acara sharing selesai, akan ada makan malam bersama dan doorprize. Acara ini bukan acara sales/promo/ jualan.

Karena tempat terbatas (maksimum 30 peserta), maka disarankan untuk mendaftar terlebih dahulu.

Biaya mengikuti acara ini Rp 50.000 saja per orang.

Pembicara : Enche Tjin

Hari/Tanggal: Sabtu, 5 Juli 2014.
Tempat: Jl. Moch. Mansyur (baru: Imam Mahbud) No. 8B. Sebelah bank Bumiputera, dekat persimpangan Hasyim Ashari, Jakarta Pusat. Klik disini untuk melihat Peta
Pukul 13.00 – 17.30 WIB, dilanjutkan dengan makan malam bersama.

Info dan konfirmasi pendaftaran:
0858 1318 3069 /infofotografi@gmail.com

Rek. BCA 4081218557, Mandiri 1680000667780
Atas nama Enche Tjin

Review Flash YN 560 EX

$
0
0

Flash merupakan aksesoris yang penting untuk fotografi, terutama untuk portrait, event dan interior. Tapi pilihan flash dari merek kamera biasanya agak tinggi. Untungnya banyak flash buatan pihak ketiga yang harganya lebih terjangkau dengan spesifikasi yang beragam. Banyaknya tipe flash biasanya bikin calon pembeli bingung, termasuk saya hehe.

Baru-baru ini saya menemukan flash yang lumayan berguna bagi pengguna kamera DSLR Canon atau Nikon yang memiliki fitur wireless flash commander. Yaitu fitur yang memungkinkan flash yang terpasang di kamera untuk memicu flash ini yang diletakkan di luar kamera. Beberapa tahun yang lalu, yang flash yang bisa dikendalikan dengan metode ini hanya flash yang semerek dengan kamera saja.

Kamera DSLR yang memiliki fitur ini antara lain: Nikon D90, D7xxxx, D300s, D600, D700, D800, Canon 600D, 650D, 700D, 60D, dan yang lebih canggih lagi.

Tipe flash ini adalah Yongnuo 560 EX. Saat dipasang di kamera, flash ini hanya bisa diset manual, artinya kekuatan flash diatur kita sendiri. Sedangkan saat dilepas dari kamera dan mengunakan wireless flash trigger dari built-in flash kamera, flash ini bisa berlaku manual atau TTL (auto).

yn-560-ex-01


Kekuatan kamera ini cukup besar saat digunakan dengan kekuatan penuh (full power), hanya kalah 0.3 stop cahaya dari flash canggih. Secara desain, flash ini mirip dengan speedlite Canon 580EX sehingga ukurannya agak sedikit bongsor. Saat dipasang di kamera DSLR pemula, flash ini terlihat relatif besar. Kualitas bahan flash ini relatif bagus, termasuk tombol-tombolnya. Layar LCDnya cukup besar (sekitar 2.2 inci) dan terlihat modern, berikut juga angka-angka dan huruf di dalamnya. Ada lampu LED berwarna orange yang bisa kita hidupkan saat memotret di kondisi cahaya gelap.

Ada yang sedikit tidak biasa (bagi saya) yaitu warna lampu indikator flash kalau merah berarti siap/ready, sedangkan kalau hijau berarti masih recharge. Sebaiknya jangan memaksa untuk memotret saat lampu indikator belum merah.

Saat dipakai dengan kekuatan penuh, flash membutuhkan waktu 3-5 detik untuk siap kembali. Hal ini normal-normal saja, tapi bukan yang tercepat. Selain itu yang agak sedikit mengganggu saya adalah saat menyalakan flash, kita harus menekan tombol ON/OFF dan menunggu 2-3 detik sampai flash siap. Demikian juga saat mematikan flash.

Saat memakai flash ini sebaiknya jangan memakai kekuatan penuh dan memotret secara kontinyu dengan cepat, karena flash akan cepat panas dan bisa kemungkinan ada komponen yang terbakar. Beri waktu yang cukup bagi flash untuk recycle(recharge) sekitar 5-10 detik. Flash ini bukan untuk memotret aksi olahraga atau gerakan yang cepat. Lampu studio berkecepatan tinggi lebih cocok untuk fotografi aksi.

Flash  YN 560EX II ideal untuk foto portrait, still life, terutama saat dipakai dengan flash terpisah dari kamera (biasanya disebut teknik strobist). Karena harganya terjangkau, cocok untuk penggemar fotografi atau profesional yang ingin menekan harga investasi peralatan tanpa mengkompromikan kekuatan atau fitur terlalu banyak. Karena flash ini hanya manual saat dipasang di kamera, Flash ini tidak cocok untuk digunakan penggemar fotografi/masyarakat awam yang hanya bisa mengunakan fitur otomatis.

Kelebihan dan kekurangan Yongnuo 560 EX:

+ Harga sangat terjangkau
+ Kekuatan cukup besar
+ LCD besar, huruf dan angka besar dan jelas
+ Fungsi wireless flash compatible dengan Canon/Nikon
+ Ada fitur Slave dan juga multiflash/stroboscopic
+ Kepala bisa di zoom antara 24-105mm secara manual
+ Perlengkapan lengkap: bounce card & diffuser, pouch, kaki bebek
+ Ada bunyi indikator
- Saat dipasang di kamera tidak bisa TTL/auto
- Ukuran badan flash agak besar
- Tidak ada lampu inframerah untuk membantu autofokus
- Start-up & Shutdown flash lambat (2-3 detik)

Fitur lain:

  • Dimensi: 60 x 73 x 190mm
  • Berat: 350 gram
  • Color temp: 5600K
  • 4 Baterai AAA
Mode manual saat dipasang diatas kamera. Kepala flash bisa dizoom dari 24-105mm secara manual. Pilih sesuai dengan jarak fokus lensa yang sedang digunakan.

Mode manual saat dipasang diatas kamera. Kepala flash bisa dizoom dari 24-105mm secara manual. Pilih sesuai dengan jarak fokus lensa yang sedang digunakan.

Mode wireless Canon. Tinggal pilih channel dan group

Mode wireless Canon. Tinggal pilih channel dan group

Mode wireless Nikon

Mode wireless Nikon – Kekuatan flash dapat ditentukan dari kamera DSLR Nikon yang compatible

————————————————

Merekam jejak dengan front / rear curtain flash sync

$
0
0

Bagi seorang fotografer, lampu kilat (flash eksternal) merupakan salah satu alat pendukung yang paling penting selain kamera dan lensa. Dengan lampu kilat, kita seperti mempunyai sebuah senjata rahasia yang bisa kita keluarkan setiap saat ketika kita mengalami kendala dalam pencahayaan (situasi low light).

Selain sebagai alat pembantu penerangan dalam situasi low light, lampu kilat juga bisa menghasilkan efek-efek yang menarik.
Di tangan fotografer yang kreatif, situasi low light sangat mendukung untuk menciptakan efek :

  • First Curtain Sync (istilah di canon) / Front Curtain Sync (istilah di Nikon)
  • Second Curtain Sync (istilah di canon)/ Rear Curtain Sync (istilah di Nikon)

Dengan shutter speed lambat dipadu dengan lampu kilat, kita bisa membekukan objek foto yang bergerak sekaligus merekam jejak dari pergerakannya. Hal ini akan membuat foto terlihat menarik dan lebih dinamis.

Lalu apa perbedaan dari First curtain Sync/ Front curtain Sync dengan Second Curtain Sync/ Rear Curtain sync?

First Curtain Sync/ Front Curtain Sync:

Pada mode ini, kilatan flash dilepaskan tepat setelah shutter membuka. Pada objek yang bergerak, pemotretan dengan metode ini akan membentuk jejak pergerakan di depan objek.

Second Curtain Sync/ Rear Curtain sync:

Pada mode ini, kilatan flash dilepaskan tepat sebelum shutter menutup kembali. Pada objek yang bergerak, pemotretan dengan mode ini akan membentuk jejak pergerakan di belakang objek.

Untuk lebih jelas perbedaannya, perhatikan contoh foto berikut:

foto 1

Model bergerak dari kanan ke kiri. Flash menyala saat shutter ditekan membekukan posisi awal model. Shutter masih tetap terbuka menangkap cahaya senter yang dipegang.

foto 2

Sama dengan kasus foto diatas, hanya saja selendang yang digunakan.

Foto 1 dan foto 2 diatas dibuat dengan mode First Curtain Sync/ Front Curtain Sync. Jika kita lihat, jejak pergerakan terekam didepan subjek foto.

Dua foto dibawah dibuat dengan mengunakan mode rear sync flash/2nd Curtain.

foto 3

Model bergerak dari kanan ke kiri, flash menyala sesaat sebelum shutter menutup, membekukan subjek foto diposisi akhir.

foto 4

Kasus yang sama, dengan foto diatas, perbedaannya mengunakan selendang.

Foto 3 dan foto 4 diatas dibuat dengan mode Second Curtain Sync/ Rear Curtain sync. Jika kitaperhatikan, ada bayangan jejak selendang dan pergerakan model sebelum model dibekukan dan terang di posisi akhir.

Bagaimana cara mengaktifkan mode First / Rear Curtain Sync?

Pada lampu kilat Canon 430 EX,  langsung tekan tombol 3 anak panah. Lalu masuk ke menu kamera, pilih Flash Control lalu pilih external flash function setting lalu pilih First curtain atau Second curtain.

Pada kamera Nikon bisa diaktifkan dengan menekan dan menahan tombol flash di bagian kiri badan kamera lalu akan muncul indikator seperti gambar di bawah pada LCD kamera. Putar roda kendali belakang sampai tulisan “REAR” muncul.

rear-sync-nikon

Catatan: untuk membedakan nyala flash di awal atau akhir sebelum shutter speed menutup. Gunakanlah shutter speed lambat di kondisi gelap. Pastikan lampu kilat terpasang dengan benar di atas badan kamera kita.

Dari contoh-contoh foto diatas kita bisa melihat bahwa pergerakan talent/ model dari kanan ke kiri. Dengan mempelajari dua mode flash diatas berarti kita telah bisa membekukan objek sekaligus merekam jejak pergerakannya. Selamat Mencoba!

*Trims untuk model Rizka Febrian

—————————————–
Mari ikuti workshop creative lighting dengan flash untuk mempelajari setting-setting flash, special effect dengan praktik langsung.

Review Sony A6000 – Performanya melampaui harganya!

$
0
0

Pertama kali melihat Sony A6000, saya langsung teringat Sony NEX 6 dan NEX 7 yang pernah saya pakai beberapa waktu lalu. Karena pengalaman saya itu, maka saya akan sedikit membandingkan dengan kedua kamera tersebut. Sony A6000 memang dirancang untuk menggantikan Sony NEX 6 & 7 sekaligus.

Ukurannya agak kotak bergaya rangefinder (kamera klasik) dengan jendela bidik di sebelah kiri atas kamera. Sedikit beda dari NEX 6 adalah sisi-sisi bagian atas kamera lebih berbentuk kotak daripada kurva/melengkung dan sedikit lebih tebal (sekitar 2mm). Perubahan ini memberikan kesan yang lebih maskulin. Lalu roda mode dipisah dari roda kendali utama. Sebenarnya saya lebih suka desain NEX 6 karena roda di A6000 jadi lebih kecil dan posisinya sedikit kurang nyaman. Saya lebih suka kalau roda kendalinya ada di tengah dan modenya di sebelah kanan. Meskipun demikian, dalam praktiknya ini bukan masalah besar. Setelah pemakaian agak lama, jadi terbiasa.

Sony A6000

Perbedaan yang signifikan yang saya rasakan yaitu di sistem autofokusnya. Sony A6000 memiliki 179 titik phase detection sampai ke ujung gambar (lihat ilustrasi) sedangkan yang NEX 6 atau 5T hanya mencakupi daerah tengahnya saja. Hasil penerapan ini membuat A6000 sangat cepat untuk mengikuti subjek bergerak di kondisi cahaya terang (outdoor). Hanya kamera DSLR paling top yang bisa menandinginya. Di kondisi cahaya yang agak gelap, misalnya interior atau malam hari, sistem autofokus berubah ke sistem deteksi kontras yang lebih lambat. Masih baik untuk subjek gak bergerak tapi lemah untuk mengikuti subjek yang bergerak.

Cakupan titik-titik fokus phase detection (kotak hijau) sangat luas, memudahkan untuk tracking subjek bergerak.

Cakupan titik-titik fokus phase detection (kotak hijau) sangat luas, hampir 100% dari frame, memudahkan untuk tracking subjek bergerak.

Kehebatan sistem AF ini disertai dengan kecepatan foto berturut-turut yang sangat cepat yaitu 11 foto per detik dengan autofokus continuous. Kehebatan ini hanya bisa disamai oleh kamera yang tingkatnya paling atas di jajaran kamera DSLR seperti Canon 1DX.

Salah satu fitur yang masih saya kuatirkan adalah tentang resolusi jendela bidik EVF yang diturunkan dari 2.4 juta titik di Sony NEX 6,7 menjadi hanya 1.44 juta titik. Di lapangan, saat cahaya matahari bersinar terik, 1.44 juta titik sudah sangat baik dengan respon yang sangat cepat. Di kondisi cahaya yang gelap, kejernihan dan kecepatan (refresh rate) dari jendela bidik menurun dan mulai terlihat banyak noise/bintik-bintik. Untungnya, secara umum masih terlihat jelas dan cukup terang. Saya kira keputusan mendowngrade resolusi jendela bidik ini bertujuan untuk menghemat baterai.

Saya melihat kualitas gambar dari Sony A6000 juga ada sedikit peningkatan dari NEX 7 yang sama-sama 24 MP. Sepertinya prosesor BIONZ baru ini cukup baik untuk membuat foto sedikit lebih tajam. Dynamic range untuk menangkap detail daerah gelap dan terang juga lebih baik relatif dengan kamera dengan sensor APS-C lainnya.

Kualitas gambar di ISO 100-400 sangat baik. Noise baru muncul sedikit di ISO 800. Gambar dengan setting ISO 1600 dan 3200 mulai banyak noise, tapi menurut saya gambar masih oke sampai ISO 3200. Noisenya masih halus dan detail masih banyak. Mudah dimuluskan di software Lightroom. Meski di kamera ini menyediakan ISO sampai dengan 25600, tapi kualitasnya sudah sangat kurang. Saat di zoom definisi foto sudah kurang tajam untuk cetak ukuran besar, tapi untuk tampilan web atau layar smartphone, dengan ukuran kecil masih bisa dinikmati.

ISO 100, f/6.3, 1/500 detik, 14mm (lensa Sony 10-18mm f/4 OSS)

ISO 100, f/6.3, 1/500 detik, 14mm (lensa Sony 10-18mm f/4 OSS)

ISO 2000, f/6.3, 1/320 detik, 210mm (lensa Sony 55-210mm)

ISO 2000, f/6.3, 1/320 detik, 210mm (lensa Sony 55-210mm)

ISO 25600, f/5.6, 1/40 detik, 16mm (Sony 16-70mm f/4 OSS)

ISO 25600, f/5.6, 1/40 detik, 16mm (Sony 16-70mm f/4 OSS)

ISO 1250, f/1.8, 1/40 detik (Sony Zeiss 24mm f/1.4)

ISO 1250, f/1.8, 1/40 detik (Sony Zeiss 24mm f/1.4)

Hal yang unik yang saya temukan di kamera ini adalah aplikasi tambahan yang bisa di download via Sony Playmemories. Setiap aplikasi memberikan cara mudah untuk membuat efek khusus atau memungkinkan otomisasi terhadap beberapa teknik foto seperti focus bracketing, multiple exposure, timelapse dan lain-lain. Sebagian aplikasi gratis, sebagian lainnya harus bayar antara 60rb sampai 120rb-an.

Kedepannya Sony akan mengembangkan dan merilis apps-apps baru. Menurut saya ini sangat baik karena di masa depan, fitur-fitur kamera akan bertambah dengan apps. Harapan saya Sony menyediakan apps gratis semua, sehingga pengguna senang. Tapi dilain pihak kalau semuanya gratis nanti Software engineer Sony makan apa? Jadi menurut saya sudah cukup realistis kalau sebagian apps yang rumit bebayar.

Multiple Exposure App : Menggabungkan gambar siluet wajah dengan pemandangan kota

Multiple Exposure App : Menggabungkan gambar siluet wajah dengan pemandangan kota – Sony 50mm f/1.8 OSS

Sistem menu dari Sony A6000 juga dirombak total dari NEX. Sistem menu lebih menyerupai gaya Sony Alpha, mengikuti perubahan namanya. Sistem menu kamera ini terkesan lebih teratur dengan sistem kategori dan menu per-halaman dibandingkan dengan sistem menu NEX yang menggulung tanpa akhir. Meski demikian, menurut saya sistem menu belum sempurna. Ada istilah-istilah baru yang agak aneh seperti Audio Signals sebenarnya adalah Sound/Beep. Penempatan fungsi yang sering saya gunakan seperti Format card berada di kategori 5 dan halaman 5. Lebih baik jika Sony memberikan satu halaman khusus supaya pengguna dapat merekam menu item yang sering digunakan di halaman tersebut seperti di kamera DSLR pada umumnya (My Menu).

Susunan Menu Sony A6000: Item dibagi perkategori dan per halaman

Susunan Menu Sony A6000: Item dibagi perkategori dan per halaman

Hal yang masih perlu ditingkatkan yaitu kecepatan saat menyalakan kamera. Diperlukan sekitar 2 detik untuk menunggu kamera siap motret setelah dinyalakan. Dan juga kecepatan proses untuk aplikasi (apps) tambahan seperti multiple exposure, dll.

Dari kesan-kesan diatas, menurut saya Sony A6000 sudah cukup mumpuni sebagai kamera serba-bisa, dari motret outdoor yang terang sampai yang gelap, dari pemandangan yang statik sampai subjek bergerak cepat. Ukurannya juga relatif kecil dan ringan. Bagi pengguna Sony NEX sebelumnya seperti NEX 3 dan 5, kamera A6000 ini merupakan peningkatan yang signifikan. Sedangkan dari NEX 6 dan NEX 7 Anda akan mendapatkan kualitas autofokus untuk subjek bergerak yang lebih baik dan sistem menu yang lebih tertata dan lebih banyak pilihan peluang untuk mengkustomisasi tombol-tombol kameranya.

Sony A6000 paling cocok untuk penggemar fotografi yang mendambakan kamera yang tidak memberatkan saat jalan-jalan, street photography, fotografi aksi/olahraga dan dokumentasi acara-acara keluarga.

Kelebihan kekurangan Sony A6000

+ Relatif kecil, ringan
+ Sistem autofokus yang sangat cepat
+ Material body camera sebagian besar dari logam
+ Kualitas gambar tergolong teratas di kelas APS-C di tahun 2014
+ Apps di Playmemories memudahkan untuk membuat efek khusus
+ Kecepatan foto berturut-turut sangat cepat (maksimum 11 fps)
+ Perbandingan harga dan kualitas sangat baik (worth to buy)
+ Ada built-in flash bisa dibounce keatas.
+ Sistem menu lebih baik dari NEX namun bisa di perbagus lagi
+ Ada Wifi & NFC untuk transfer file/remote
o Baterai cukup baik untuk kelas mirrorless
o Ada App smart remote bisa untuk setting exposure (tapi bebayar)
- Tidak ada touchscreen
- Mengubah daerah fokus membutuhkan waktu dan banyak “klik”
- Kualitas dari jendela bidik di kondisi gelap berbintik-bintik
- Startup time relatif lama (2 detik)
- Charger external tidak include. Charge via kabel USB.
- Kecepatan proses beberapa Apps agak lambat
- Kecepatan AF untuk subjek bergerak di kondisi gelap agak lambat

Spesifikasi Sony A6000

  • Sensor CMOS 24 MP
  • Max ISO: 256000
  • EVF 1.44 (SVGA OLED)
  • LCD 3 inci, 921.000 titik
  • Shutter speed 30″ sampai 1/4000 detik
  • Video: 1080 (Full hd) 60/30p
  • Berat: 285 gram
  • Autofokus 179 phase detect, 25 area contrast detect

Rekomendasi lensa untuk Sony A6000

  • Sony E 16-70mm f/4 OSS Untuk jalan-jalan dan serba guna
  • Sony E 10-18mm f/4.5-5.6 OSS Lensa superlebar untuk pemandangan, interior
  • Sony E 50mm f/1.8 OSS Untuk portrait, details
  • Sony E 24mm f/1.8 Untuk street photography, low light
  • Sony FE 70-200mm f/4 OSS Untuk satwa liar, olahraga

Mari ikuti acara “Jelajahi potensi kamera mirrorless bersama Sony Alpha” Hari Sabtu, 5 Juli 2014 pukul 13.00 sampai selesai @Jakarta Pusat. Mendaftar via: 0858 1318 3069


Mengulas Nikon D810 : Apa saja yang baru?

$
0
0

Bagi pembaca yang mengikuti berita rilis kemarin, baru kemarin (27 Juni 2014), Nikon merilis Nikon D810 yang merupakan pembaharuan dari Nikon D800 dan 800E sekaligus. Tidak berniat mengulang yang dibahas banyak situs lain, saya mencoba mencatat beberapa peningkatan penting dan juga opini pribadi tentang kamera ini.

D810_24_70_front34l.low

  1. Prosesor generasi terbaru EXPEED 4 – Prosesor baru memungkinkan kinerja /proses kamera lebih cepat.
  2. Sensor gambar tetap 36 MP tanpa low-pass filter, sedikit berbeda dari D800E. Feeling saya sensor baru ini lebih bisa menekan moire, sehingga Nikon pede (percaya diri) untuk merilis satu jenis kamera saja, bukan dua versi seperti masa Nikon D800/E
  3. Kecepatan foto berturut-turut meningkat dari 4 fps menjadi 5 fps (36 MP), 7 fps (saat memakai DX (crop) mode, resolusi 15 MP).
  4. Electronic first curtain shutter (Mengurangi getaran yang ditimbulkan shutter saat memotret dengan live view (dengan monitor LCD). Bukan teknologi baru karena banyak kamera Canon atau mirrorless juga sudah ada, tapi ini merupakan kamera pertama Nikon yang menerapkan desain ini.
  5. ISO bisa di ekspansi dari 32-51200. Nativenya 64-12800. ISO yang sangat rendah bisa dipilih oke buat membatasi cahaya saat bermain teknik slow speed (untuk memuluskan aliran air atau merekam gerak cahaya). Nikon juga cukup pede menyertakan ISO tinggi  sampai dengan 12800 – 51200. Sepertinya memotret di kondisi cahaya yang gelap bukan masalah yang berarti lagi.
  6. Berat: 880 gram = 20 gram lebih ringan dari Nikon D800. Hanya sedikit lebih ringan dari D800 agak mengecewakan karena saat ini banyak kamera bersensor full frame yang lebih ringan. Nikon D600 hanya 760 gram, Canon 6D beratnya 680 gram. Sony A7 lebih ringan lagi yaitu 474 gram. Cuma 880 gram cukup lumayan dibandingkan dengan Nikon D700 itu 995 gram, dan D4 yang 1180 gram
  7. Pilihan Image size S-RAW, 11-bit, 9 MP. File RAW berukuran kecil ini untuk merespon Canon yang menyediakan beberapa pilihan ukuran foto dengan format RAW. File RAW memberikan fleksibilitas lebih dalam mengolah foto, tapi sepertinya tidak begitu banyak dipakai, karena sudah banyak pilihan ukuran gambar (L,M,S) dalam format JPG yang lebih ringkas. Fotografer yang ingin kualitas dan detail terbaik biasanya motret dengan format RAW saja.
  8. Group AF: Bisa memilih sekelompok titik untuk tracking subjek bergerak. Ini juga respon untuk kamera DSLR Canon, terutama 7D, 70D, 1DX. Karena titik-titik autofokusnya banyak (51 titik AF) akan cukup lama untuk fotografer memindah-mindahkan titik fokus, dengan group AF, memindahkan titik AF bisa lebih dekat dan mengikuti subjek bergerak juga lebih mudah, akan lebih jarang kehilangan jejak. Modul autofokus ini setara dengan kamera DSLR top Nikon D4s
  9. Video mendapatkan beberapa peningkatan penting yaitu 50/60p sehingga bisa dibuat slow-motion. Bukan teknologi baru, tapi lumayan menarik untuk rekam video aksi.
  10. Mekanisme shutternya ada peredam baru sehingga bunyinya lebih senyap dan stabil.
  11. Resolusi layar LCD ditingkatkan menjadi 1.229 juta dari 920 ribu titik. Efeknya lebih jelas saat review foto. Layar tidak touchscreen, tidak bisa diputar :(
  12. Kapasitas baterai lebih tinggi karena prosesornya lebih hemat daya. Menjadi 1200 foto per charge. Mantap!
  13. Highlight priority metering = Pengukuran cahaya yang berusaha menyelamatkan bagian yang terang (highlight) supaya tidak kehilangan detail. Fungsi metering yang bagus dan cukup praktis untuk foto pemandangan (mempertahankan detail di langit), dan kondisi pencahayaan yang kontras seperti artist yang disorot oleh lampu spotlight di konser dsb.

Dari catatan diatas, terlihat bahwa banyak juga yang ditingkatkan, tapi sifatnya incremental atau sedikit demi sedikit. Beberapa fitur ditingkatkan untuk menyamai saingannya seperti electronic first curtain, video 50/60p, S-RAW. Untuk kualitas gambarnya sepertinya tidak akan banyak berubah dari Nikon D800E yang sudah bagus dan tajam.

Kamera DSLR ini bisa dibilang paling bagus untuk yang ingin mencetak ukuran besar dan berkualitas tinggi, tapi untuk traveler atau casual, 12-24 MP biasanya sudah cukup memenuhi kebutuhan sebagian besar penggemar fotografi. Oleh sebab itu saya merasa kamera ini hanya dirancang untuk sebagian kecil fotografer, terlebih karena harganya cukup tinggi $3300.

Beberapa saat lalu, Sony Indonesia meminjamkan beberapa kameranya termasuk Sony A7 yang sudah bersensor full frame. Dimensi dan berat Sony A7 hanya setengahnya dari Nikon D810 yaitu 430 gram. Mengapa Nikon tidak membuat hal yang serupa? Mungkin tidak perlu sampai seringan Sony A7, sekitar 600 gram saja sebenarnya sudah bagus. Kalau terlalu ringan kameranya nanti sulit imbangin dengan bobot lensa.

Di beberapa situs, banyak yang berkomentar juga tentang mengapa tidak bisa merekam video 4K? Memang tahun ini lagi demam 4K, bahkan kamera yang prosumer seperti Panasonic FZ1000 juga sudah bisa merekam video 4K, termasuk Panasonic GH4 dan Sony A7S. Saya gak terlalu ke dalam video, tapi saya rasa 4K belum terlalu penting kecuali yang benar-benar profesional dibidangnya. Karena monitor yang dapat menampilkan 4K secara optimal masih jarang. Mungkin 2-4 tahun lagi baru lebih berkembang.

Secara umum, merupakan hal yang bagus kalau Nikon terus memperbaharui kamera digitalnya, tapi sepertinya belum cukup sampai dijajaran paling atas saja. Beberapa tahun terakhir tidak ada inovasi yang menonjol dari Nikon sedangkan banyak perkembangan yang berarti yang mampu dicapai sistem lainnya seperti Sony, Fujifilm, Olympus dan Panasonic.

Pertanyaan “ultimate“nya adalah apakah saya akan beli Nikon D810 ini atau tidak? Kemungkinan besar tidak. Sejak mengunakan Nikon D600, dan Sony A7, saya lebih nyaman dengan kamera yang berat dan dimensinya lebih kecil. Saya akan tunggu edisi full frame yang lebih mungil dari Nikon. Saya juga mengharapkan Nikon mengembangkan kamera yang  layarnya bisa touchscreen dan autofokus bisa cepat dan mulus saat memotret atau merekam video/ Lebih baik telat daripada tidak kunjung datang.

Lebih baik lensa Zeiss atau Sony G ?

$
0
0

Lensa-lensa Sony Alpha dan E-mount agak unik karena ada dua merek lensa resmi yang diakui (resmi) dalam satu sistem. Sedangkan sebagian besar perusahaan lain seperti Canon, Nikon biasanya hanya membuat lensa dengan satu merek saja. Awalnya kerjasama Sony dan Zeiss ini digunakan untuk meyakinkan ke calon pembeli terutama penggemar fotografi serius dan profesional  bahwa Sony serius dalam membuat sistem kamera berkualitas. Zeiss, perusahaan Jerman memang sudah memiliki reputasi yang tinggi dan sejarahnya sudah lebih dari 150 tahun. Kerjasama antara Sony dan Zeiss ini mirip dengan kerjasama Panasonic dan Leica.

Pentingnya kerjasama dengan Zeiss dikarenakan masuknya Sony ke bisnis kamera digital yang bisa ganti lensa (Interchangeable Lens Camera/ILC) termasuk baru, yaitu tahun 2006. Tahun itu Sony membeli divisi fotografi Konica Minolta. Meskipun Konica dan Minolta adalah nama yang sudah terkenal di jajaran fotografi, tapi Sony terpaksa tidak mengunakan nama Konica Minolta, karena Sony hanya membeli divisi fotografinya, bukan seluruh perusahaannya. Saat ini perusahaan Konica Minolta tetap beroperasi tapi tidak di bidang kamera digital. Beda dengan Ricoh yang membeli divisi kamera digital dan sekaligus merek “Pentax.” Ricoh bisa mengunakan merek Pentax karena perusahaan induknya Pentax sebelumnya bernama HOYA.

Sony Zeiss 24mm f/1.4. Lensa Zeiss biasanya terkenal dengan lensa-lensa fixnya yang tajam dan kontras.

Sony Zeiss 24mm f/1.4. Lensa Zeiss biasanya terkenal dengan lensa-lensa fixnya yang tajam dan kontras.

Beda kualitas lensa Zeiss dan lensa Sony G

Kehadiran Zeiss di Sony sedikit banyak meningkatkan kredibilitas Sony Alpha dalam waktu singkat (2006-2014) dan hal ini merupakan hal yang positif, tapi di sisi lain dapat membuat pembeli menjadi agak sedikit bingung. Biasanya pertanyaannya adalah: Apa bedanya lensa Sony G dengan Zeiss? diikuti dengan: Sebaiknya memilih lensa Zeiss atau Sony G?

Ada dua kelas di jajaran lensa Sony Alpha, yang biasa, dan yang berlabel G. Lensa G ditujukan untuk fotografer yang ingin mendapatkan hasil foto yang lebih tajam dan detail. Kualitas lensa G sebenarnya bisa disetarakan dengan lensa Zeiss. Apa yang beda? lensa Zeiss dirancang oleh Zeiss, dan produksinya di Jepang untuk menghemat ongkos produksi. Coatingnya (lapisan depan lensa) memakai standar Zeiss T* anti pantul sehingga hasil gambar bisa lebih kontras. Secara umum dari jaman film, lensa Zeiss dikabarkan mampu membuat hasil foto yang seperti tiga dimensi dan memiliki mikro-kontras yang tinggi sehingga membuat detail dan tekstur terlihat lebih jelas dan tajam. Coating ini yang membedakan kualitas dengan lensa Sony G, tapi belakangan perkembangan coating Sony G juga bisa dibilang tidak kalah lagi terutama era Nano coating yang ditemui di beberapa lensa Sony G seperti Sony 70-200mm f/2.8 G dan 70-400mm f/4-5.6 G. Nano coating bisa mencegah flare saat berhadapan dengan sumber cahaya (misalnya matahari).

Lensa Zeiss untuk Sony merupakan barisan lensa Zeiss yang bisa autofokus (kode: ZA) karena dibuat di Jepang. Lensa-lensa Zeiss lainnya seperti Zeiss Touit (saat ini dirancang untuk sistem mirrorless/compact system camera Sony dan Fuji) tidak memiliki autofokus. Demikian juga dengan lensa-lensa Leica yang dibuat di Jerman juga tidak memiliki kemampuan autofokus. Hal ini sepertinya karena masalah paten dan license yang dipegang perusahaan-perusahaan Jepang sehingga produsen lensa negara lain tidak boleh / tidak bisa membuat lensa autofokus. Perusahaan Jepang biasanya tidak mau terbuka tentang teknologi AF di kamera kepada pihak asing. Karena lensa Zeiss ZA dimanufaktur oleh Sony sendiri, maka wajar Lensa ZA satu-satunya lensa Zeiss yang bisa autofokus saat dipasang di sistem Alpha. Pengecualian untuk Lensa-lensa Zeiss Touit untuk E-mount/Fuji X yang diproduksi oleh Zeiss sendiri bisa autofokus karena kerjasama dengan Sony dan Fuji.

Focal length lensa Zeiss dan Sony G tidak tumpang tindih, artinya tidak ada lensa yang spesifikasinya sama tapi labelnya beda. Hal ini merupakan hal yang bijak. Contohnya karena ada lensa Zeiss 24-70mm f/2.8 untuk Sony Alpha, maka Sony tidak akan lagi membuat lensa yang serupa dengan label Sony G. Demikian juga sebaliknya, Zeiss tidak akan membuat lensa yang serupa dengan Sony 70-200mm f/2.8. Jadinya calon pembeli tidak akan bingung dalam memilih lensa. Biasanya lensa zoom pendek (sampai 70mm) dan lensa fix berkualitas bermerk Zeiss, dan lensa telefoto dan zoom panjang bermerek Sony G.

Lensa telefoto berkualitas biasanya bermerek Sony G

Sony 70-400mm f/4-5.6 OSS G  - Lensa telefoto berkualitas biasanya bermerek Sony G

Kesimpulannya Zeiss atau Sony G sama-sama bagusnya. Tidak perlu menunggu sampai Zeiss mengeluarkan lensa telefoto zoom atau menunggu Sony mengeluarkan lensa fix tandingan lensa Zeiss.

Rekomendasi Kamera digital SLR dan Mirrorless dibawah 10 juta

$
0
0

Liburan Lebaran hampir tiba, dan bagi yang berencana jalan-jalan tentunya sudah mulai melirik kamera digital berkualitas untuk mendokumentasikan perjalanan dan kegiatannya. Berikut saya rekomendasikan kamera digital baik SLR maupun Mirrorless dibawah 10 juta. Dengan budget 10 juta, kita sudah bisa mendapatkan kamera dan lensa yang cukup praktis untuk jalan-jalan.

Kamera DSLR

canon-700-d18-135mm

Canon 700D 18-135mm IS (Harga: 9.4 juta)
Kamera Canon 700D sebenarnya dirancang untuk pemula, tapi karena sudah ditingkatkan berulang kali, Canon 700D sudah cukup mumpuni untuk memotret di berbagai kondisi. Saran saya pilih paket dengan lensa 18-135mm IS karena lebih enak dan praktis zoomnya. Keunggulan kamera ini adalah adanya touchscreen, layar putar, tombol-tombol cukup lengkap untuk akses cepat dan fitur yang cukup canggih yaitu wireless flash. Lalu koleksi lensa dan pemakainya juga banyak, memudahkan untuk jual kembali atau mencari lensa dan aksesoris bekas.

Kelemahannya yaitu sensor gambarnya generasinya sudah agak ketinggalan dengan Nikon atau yang lainnya, jadi kualitas gambarnya tidak setajam dan sedetail kamera keluaran tahun 2013-2014. Selain itu, meskipun berat dan ukuran fisik kamera sebenarnya relatif ringkas untuk jenis kamera DSLR, tapi mungkin terasa agak memberatkan untuk yang jalan-jalan jauh/hiking. Berat kombinasi kamera dan lensanya adalah 935 gram. Review kamera ini bisa dibaca disini.

nikon_d5200_18105_vr_kit

Nikon D5200 18-105mm VR (Harga: 10 juta)
Hampir sama konsepnya dengan Canon 700D, Nikon D5200 juga merupakan kamera yang relatif kecil, dan juga punya LCD putar, bedanya Nikon memiliki sensor gambar yang lebih baru sehingga kualitas gambarnya sedikit lebih tajam, selain itu modul autofokusnya juga lebih canggih yaitu 39 titik fokus. Kelemahan D5200 terletak pada minimnya tombol akses cepat, sehingga mengubah sebagian besar setting harus melalui menu, dan tidak ada fitur wireless flash. Karena kamera Nikon D5200 tidak punya motor fokus seperti kamera DSLR pemula Nikon pada umumnya, hanya lensa Nikon AF-S yang bisa autofokus. Lensa Nikon yang sudah agak lama (AF/AF-D) hanya bisa manual fokus saat dipasang di kamera ini. Berat total kamera dan lensa : 925 gram.

pentax-k50

Pentax K-50 18-135mm WR (Harga: 10 juta)
Mungkin agak sedikit jarang mendengar merek kamera DSLR Pentax saat ini, tapi kamera K50 ini memiliki keunggulan khusus dibandingkan dengan penawaran Canon/Nikon. K50 memiliki fitur weathershield termasuk waterproof. Artinya kamera dan lensa tahan air, baik hujan rintik-rintik ataupun deras. Fasilitas ini biasanya hanya diberikan di kamera digital canggih. Bagi yang senang jalan-jalan di lokasi yang ekstrim, kamera ini lebih bisa diandalkan. Kualitas gambar dan jendela bidiknya juga sangat baik setara dengan Nikon D5200, dan ada fitur shake reduction yang membuat setiap lensa yang dipasang bisa distabilkan untuk mencegah blur karena getaran tangan. Kelemahan Pentax K50 yaitu pengguna dan koleksi lensanya lebih sedikit. Berat kamera dan lensa ini 1.1 kg. Lebih berat sedikit dari kamera-kamera diatas karena waterproof.

Kamera Mirrorless / Compact system camera

sony-a6000

Sony A6000 dengan lensa 16-50mm f/3.5-5.6 PZ (Harga 9 juta)
Keunggulan A6000 adalah ukuran kamera mirrorless Sony ini relatif kecil dan relatif ringan (460 gram sudah termasuk lensa kit). Kualitas gambarnya sangat baik setara dengan kamera DSLR diatas, kecepatan foto berturut-turut dan autofokus sangat cepat terutama di kondisi cahaya yang terang (outdoor). Kelemahan utamanya adalah sistem lensanya power zoom sehingga saat zoom tidak instan, dan kualitas lensa dan zoomnya bukan yang terbaik. Seperti masalah kamera mirrorless pada umumnya, baterainya lebih cepat habis. Cocok bagi yang ingin membawa kamera yang ringkas tapi mendapatkan kualitas gambar setara kamera DSLR. Jika ada budget lebih, saran saya pasangkan dengan lensa Zeiss 16-70mm f/4 OSS (12.1 juta). Review lengkapnya bisa dibaca disini.

panasonic-gm1

Panasonic GM1 dan 12-23mm f/3.5-5.6 Mega OIS (Harga 8.8 juta)
Ingin kamera berkualitas tapi masih bisa dikantongi? Rekomendasi saya jatuh ke Panasonic GM1, fisik dan lensa kamera ini sangat kecil dan ringan (350 gram sudah sama lensanya). Tergabung dengan sistem micro four thirds, banyak lensa Olympus dan Panasonic yang bisa dipasangkan. Soal ukuran memang GM1 jagoannya, tapi banyak juga hal-hal yang dikurangi untuk membuat kamera ini kecil, misalnya tidak ada jendela bidik, hotshoe (untuk flash/aksesoris lain), dan sensor gambarnya four thirds (sedikit lebih kecil dari kamera DSLR pada umumnya).

Catatan: Harga bisa berubah-ubah dan tergantung lokasi

Memperbaiki distorsi gedung dengan Lightroom

$
0
0

Saat motret bangunan yang tinggi, posisi kita jauh lebih rendah rendah sehingga distorsi jarang bisa dihindari, apalagi kalau lensa yang digunakan termasuk lensa lebar. Cara mahalnya adalah dengan mengunakan lensa tilt-shift/perspective correction, tapi itu termasuk mahal. Ada cara lain yang cukup praktis untuk meluruskan gedung yaitu mengedit distorsi di Lightroom. Berikut cara mudahnya:

Foto awal, meski kelihatannya normal, tapi ada distorsi sedikit

Foto awal, meski kelihatannya normal, tapi ada distorsi sedikit

Di Lightroom, modul Develop cari panel Lens Correction di sebelah kanan, setelah ketemu, klik “Manual” dan atur slider Vertikal sampai garis-garis vertikal terlihat lurus.

distorsi-panel-01

Sebagian dari gambar akan menjadi putih dan nantinya akan dikrop, maka itu saat memotret berikan ruang yang cukup lega supaya bagian bangunan tidak ada yang terpotong.

distorsi-2

Centang kotak kecil disebelah tulisan “Constraint Crop” untuk secara otomatis mengkrop bagian yang putih.

distorsi-panel-2

Hasil akhirnya seperti dibawah ini:
hasil-akhir

Banyak hal yang bisa kita lakukan di Adobe Lightroom. Untuk belajar software ini lebih lanjut, mari ikuti kursus editing dan manajemen foto Lightroom 1 hari, atau belajar dengan buku panduan yang dapat dipesan disini.

Peluncuran Sony A7s di Senayan City Jakarta – kesan dan review singkat

$
0
0

Kemarin, saya dan mas Erwin Mulyadi di undang ke peluncuran Sony A7S di Kare Design store, lantai 6 di Senayan City Mall, Jakarta. Di dalam acara ini, saya mendapatkan lebih banyak wawasan tentang produk ini. Secara keseluruhan, saya merasa kamera Sony A7s sebuah kamera full frame yang cukup special. Beberapa poin yang saya dapatkan di peluncuran tersebut saya rangkum dibawah ini:

Oom Benny Kadarhariarto dan Hafiz (tim Sony) sedang mendemokan kamera Sony A7S

Oom Benny Kadarhariarto dan Hafiz (tim Sony) sedang mendemokan kamera Sony A7S – foto oleh Erwin Mulyadi

FOTOGRAFI

Untuk fotografi, keunggulan utamanya terletak di low noise di ISO tinggi. Biasanya di kamera digital SLR/mirrorless bersensor full frame, ISO 1600 sudah banyak noise/kualitas gambar menurun ketajamannya. Tapi di A7S, noise masih terkendali di ISO 10.000. Cocok untuk foto-foto di kondisi sangat gelap misalnya indoor, konser, gua dll.

Untuk mendapatkan hasil yang bagus di ISO tinggi, strategi Sony adalah membatasi jumlah megapixel yang ada di kamera. Dibandingkan dengan A7R yang resolusinya 36 MP (7360 X 4912), A7 resolusinya 24 MP (6000 X 4000), A7S resolusinya  12.2 MP (4240 X 2832). Keputusan yang cukup kontroversial ini membuat penggemar fotografi menggeleng-gelengkan kepalanya. Mengapa yang jamannya kamera digital sudah mencapai 36 MP tapi kok mundur lagi ke 12 MP?

Alasan utamanya adalahnya megapixel yang banyak bukan selalu berarti kualitasnya baik, tapi kualitas gambar juga tergantung dari sensitivitas sensor di kondisi cahaya gelap. Jika kita punya kamera yang megapixelnya besar, seperti 24-36 MP, tapi di kondisi cahaya yang gelap sekali, kualitas gambar akan lebih jelek daripada sensor 12 MP. Sebagai informasi. 12 MP sudah cukup baik untuk mencetak kualitas foto yang sangat baik dan tajam sampai dengan kertas A3 (30×40 cm). Tentunya bisa dicetak lebih besar lagi, hanya saja kalau dilihat dari jarak yang sangat dekat berkurang ketajamannya.

Megapixel tinggi menuntut lensa yang sangat berkualitas. Lensa-lensa lama (legacy lenses) yang dibuat di era film (70-90-an) akan keteteran untuk me-resolve detail sehingga hasilnya kurang tajam. Meskipun kita pakai 24MP dan 36 MP tapi jika lensa yang digunakan lensa jadul (jaman dulu) maka, kita kemungkinan tidak akan mendapatkan detail tambahan.

Keunggulan lain di fotografi adalah silent shutter. Berbeda dengan Sony A7 dan A7R, ada pilihan full electronic shutter di Sony A7S, sehingga pengambilan gambar bisa benar-benar tidak bersuara sama sekali seperti di sebagian besar kamera saku dan ponsel. Teknologi ini memang sudah ada di kamera mirrorless seperti Panasonic GX7. Tapi kalau untuk yang full frame, Sony A7S yang pertama. Fitur ini, dikombinasikan dengan kemampuan low light yang bagus membuat kamera ini ideal untuk memotret candid seperti street photography, war photography dan wedding photography, terutama saat bunyi-bunyian kamera bisa mengganggu kekhusyukan acara pernikahan.

Saya sempat menjajal A7S dengan lensa jadul Nikkor AI 50mm f/1.4 dan adaptor. Jika berhasil fokus dengan tepat (lensanya manual fokus) ketajamannya sangat tinggi di sensor 12 MP ini.

Gambar utuh

Gambar utuh

Full crop dari foto diatas

Full crop 1:1 dari foto diatas tanpa editing. foto diambil dengan f/2.8 dan ISO 8.000. Noisenya ada, namun sangat halus dan mudah sekali dimuluskan di Lightroom.

VIDEOGRAFI

Highlight utama Sony A7S sebenarnya ke videografi, karena lebih banyak fitur video profesional yang diberikan di Sony A7s. Maka itu dalam peluncuran ini, Sony mengundang Oom Benny K. praktisi sinematografi Indonesia untuk sharing pengalamannya dalam mengunakan A7s.

Fitur unggulan videonya yaitu S-Log Gamma2 yang ditonjolkan di iklan-iklan. Sony mengklaim teknologi ini meningkatkan dynamic range sampai 1300%. Akibatnya memotret di kondisi cahaya yang kontras seperti di siang hari, atau di interior (tapi ada exteriornya juga misalnya cahaya yang masuk dari jendela) menjadi lebih bagus dan lengkap detailnya.

Dalam sharingnya, Oom Benny memaparkan bahwa jika S Log-Gamma2 diaktifkan, maka ISO paling rendah adalah ISO 3200. Hal ini cukup menggagetkan Oom Benny sendiri. Bukan karena takut kualitas video menurun, karena ISO 3200 masih mulus di A7S. Tapi karena saya kuatir dengan ISO setinggi itu, saat syuting di kondisi cahaya terang akan menemui kendala terlalu terang. Solusinya adalah perlu filter ND yang cukup kuat untuk mengkompensasikannya. Mungkin perlu sampai ND 6 stop.

Keputusan ini agak unik, tapi menurut saya tujuannya adalah supaya bagian shadownya tidak muncul noise. Jika S Log Gamma2 aktif di ISO 100, kemungkinan besar jika daerah shadow yang gelap dinaikkan, akan muncul noise yang lebih parah. Tapi ini perkiraan saya aja loh, bukan resmi dari Sony-nya.

Satu lagi yang penting untuk videografi adalah video yang terekam akan memanfaatkan luasnya sensor gambar secara utuh, tidak terkrop atau terpotong. Keunggulan ini ditambah dengan resolusi 12mp menekan timbulnya moire. Soal rolling shutter A7s yang merupakan sensor jenis CMOS masih menjadi masalah jika menggerakkan kamera ke kiri dan ke kanan dengan cepat.

Beberapa fitur lain yang mungkin dicari videografer profesional adalah kemampuan merekam video 4K yang sangat detail. Sayangnya tidak bisa direkam langsung ke memory card, tapi harus melalui recorder terpisah yang cukup lumayan tinggi harganya contohnya Atomos Shogun yang harganya US $1995.

Selain itu, ada fitur pendukung seperti Zebra pattern untuk melihat daerah yang terlalu terang, Profile video yang tidak kontras untuk memudahkan pengolahan video, dan format baru XAVC-S yang filenya berukuran lebih kecil sehingga bisa merekam video dalam jangka waktu yang lebih lama (29 menit) dibandingkan XAVCHD (20 menit).

Tentunya videografer akan terbantu dengan kemampuan ISO tingginya A7S. Sesuai dengan sharing Oom Benny, ISO 10.000 juga masih bagus (acceptable) untuk video, sebanding dengan ISO 800 di kamera digital SLR pada umumnya.

Ada juga yang menanyakan tentang baterai saat merekam video. Jawaban dari Oom Benny adalah satu baterai bisa digunakan sekitar 3-4 jam syuting video. Dan jika habis, untungnya bisa di charge langsung dengan powerbank dengan kabel.

Yang ini ISO 3200, Bukaannya lupa, f/1.4 atau f/2.8.

Yang ini ISO 3200, Bukaannya lupa, f/1.4 atau f/2.8. Data EXIF tidak terekam karena saya mengunakan lensa jadul.

KESIMPULAN

Setelah mencoba-coba Sony A7s yang disediakan panitia, kamera ini bisa dibilang kamera yang solid dan berkemampuan tinggi. Apakah kamera ini cocok untuk semua orang? Tergantung keperluan masing-masing. Highlight dari kamera ini tentunya adalah kemampuan menangkap gambar/video yang jernih di ISO tinggi. Sampai-sampai slogan Sony untuk A7s adalah “See what your eyes cannot see (Lihat apa yang tidak bisa dilihat oleh mata Anda).” Slogan ini agak berbahaya jika ditafsirkan orang Indonesia karena nanti banyak yang mengira kamera ini bisa melihat yang aneh-aneh  he he he..

Kalau tipe fotografinya banyak di kondisi low light dan video, Anda akan enjoy mengunakannya. Untuk pemandangan dan cetak besar (lebih dari 50cm), cocoknya Sony A7R, untuk foto jalan-jalan dan sesekali subjek bergerak sangat cepat, A7 lebih handal autofokusnya karena sudah ada hybrid phase detection. Bagusnya Sony memberikan beberapa pilihan, sehingga kita-kita bisa memutuskan sendiri kamera mirrorless full frame mana yang ideal sesuai kebutuhan.

Trims untuk Sony untuk undangannya ke acara ini dan juga makanannya :)

Bincang-bincang setelah acara dengan Oom Benny, Indra (dari TeknoUp) dan Hafiz (Tim Sony)

Bincang-bincang setelah acara dengan Oom Benny, Indra (dari TeknoUp) dan Hafiz (Tim Sony) – foto oleh Erwin Mulyadi

Rekomendasi lensa Sony Alpha E-mount mirrorless

$
0
0

Lensa Sony untuk E-mount (NEX dan mirrorless lainnya)  terbagi atas dua jenis: Lensa E, dan FE. Lensa E adalah lensa yang image circlenya relatif kecil dibanding FE, cocok untuk kamera berukuran sensor APS-C seperti NEX 6, 7, A5000, A6000 dst. Sedangkan lensa FE image circlenya pas untuk sensor full frame seperti untuk kamera Sony A7 dan variannya.

Lensa FE ini bisa digunakan juga ke kamera bersensor APS-C tapi karena ukuran lensa FE biasanya lebih besar jadi terlihat timpang, selain itu, sensor APS-C tidak memanfaatkan lingkaran gambar secara penuh sehingga seakan-akan lebih tele jika dibandingkan dengan lensa dipasang di kamera full frame Sony.

Sony-E-mount-lenses

Kesan saya terhadap lensa Sony

Kebanyakan lensa Sony E-mount desainnya sangat minimalis, tidak ada tuas autofokus/stabilizer, keterangan depth of field atau jarak fokus dan lain lain. Yang ada hanya ring untuk manual fokus dan zoom (jika lensanya bisa zoom). Sebagian besar lensa Sony manual focusnya secara elektronik (fly by wire) kadang ada sedikit penundaan (lag) dan tidak ada infinity stop. Ada beberapa lensa yang mekanisme zoomnya dengan power zoom, biasanya lebih cocok untuk video, misalnya 16-50mm f/3.5-5.6 PZ OSS dan 18-105mm f/4 PZ OSS. Konstruksi lensa biasanya luarnya dari logam (alumunium) dan dalamnya plastik. Ring zoom dan bukaan bukan dari karet, jadi masalah “karet melar atau copot” di lensa DSLR tidak akan didapatkan disini. Cuma perlu hati-hati juga untuk handlingnya, karena permukaan lensa dan ring focus tidak anti baret. Autofokus dan stabilizer biasanya mulus dan tidak berisik.

Desain lensa Sony berbeda dengan prinsip desain lensa analog, yang  memiliki ring aperture/bukaan dan jarak fokus hyperfocal seperti lensa film jaman dahulu. Karena di sebagian lensa tidak ada tuas/switch, semua pengaturan aperture, setting stabilizer dan lain lain diatur lewat kamera Sony. Desain lensa Sony ini tidak bisa dibilang bagus atau jelek, tergantung yang motret, sebagian akan suka mungkin karena ringkas dan simplenya, tapi sebagian lain mungkin tidak suka. Ini lebih tergantung pribadi dan kebiasaan masing-masing.

Pengguna Sony atau pengamat biasanya cukup sering mengeluhkan tentang sistem lensa Sony yang tidak bagus. Sebenarnya bukan tidak bagus, tapi memang belum selengkap sistem kamera lainnya. Kalau harga sih sesuatu yang relatif, harus dibandingkan kualitas gambar yang dihasilkan dan kualitas fisiknya. Ada lensa Sony yang menurut saya harganya ketinggian, tapi ada juga yang menurut saya sangat pantas. Tapi kalau mencari lensa Sony E-mount yang murah (dibawah 2 juta) memang tidak ada. Kalau mau cari murahnya yaitu pakai lensa SLR jadul lalu pakai adapter.

Rekomendasi lensa untuk kamera Sony bersensor APS-C (NEX, A5000, A6000)

  • Sony E 10-18mm f/4 OSS: Biasanya untuk pemandangan dan interior. Uniknya saat dipasang di kamera full frame, di 13-15mm vinyetnya  hampir tidak terlihat.
  • Sony E 16-70mm f/4 OSS : Lebar ke telefoto pendek untuk serba guna misalnya traveling
  •  Sony FE 70-200mm f/4 G OSS : Telefoto zoom, biasanya untuk candid, portrait, wildlife, olahraga. Sony tidak membuat lensa telefoto zoom berkualitas tinggi untuk APS-C, jadi lensa telefoto zoom yang saya rekomendasikan saat ini adalah lensa FE.

Rekomendasi lensa fix. Lensa fix tidak bisa zoom, biasanya ringan, kualitasnya bagus dan bukaannya besar.

  • Sony Zeiss E 24mm f/1.8 Biasanya untuk street photography
  • Sony E 35mm f/1.8 OSS Untuk street photography, human interest
  • Sony E 50mm f/1.8 OSS Lensa yang cukup terjangkau harganya dan kualitasnya bagus untuk portrait.

Rekomendasi untuk sensor full frame Sony A7

  • Sony Zeiss FE 24-70mm f/4 OSS Tergolong lensa serbaguna, cocok untuk berbagai aplikasi seperti dokumentasi, portrait, traveling
  • Sony FE 70-200mm f/4 G OSS Telefoto zoom, biasanya untuk candid, portrait, wildlife, olahraga

Rekomendasi lensa fix

  • Sony Zeiss FE 55mm f/1.8 Lensa fix untuk human interest, portrait
  • Sony Zeiss FE 35mm f/2.8 Lensa fix berukuran kecil untuk street photography, human interest

Upcoming (Dalam tahap perencanaan)

  • Sony FE 16-35mm f/4 OSS Lensa sangat lebar yang biasanya untuk landscape atau fotojurnalistik (akhir 2014)
  • Sony FE 100mm f/2.8 Macro (akhir 2014)
  • Sony FE 85mm f/1.4 OSS untuk portrait (2015)
  • Sony FE 35mm f/2 G OSS untuk low light street photography (2015)

Kualitas lensa Sony dan Zeiss sangat baik, masing-masing punya ciri sendiri. (baca lensa Zeiss vs Sony G). Tapi memang belum selengkap sistem kamera yang lain.

Saran saya untuk Sony untuk melengkapi barisan lensa mirrorlessnya (selain roadmap FE yang telah dijanjikan Sony untuk tahun ini dan tahun depan)

  • Lensa telefoto zoom berbukaan besar untuk APS-C: Sony E 50-135mm f/2.8 OSS
  • Lensa zoom menengah berbukaan besar untuk APS-C: Sony Zeiss E 16-50mm f/2.8 OSS
  • Lensa macro untuk APS-C Sony E 85mm f/4 OSS
  • Lensa multipurpose untuk APS-C: Sony E 18-135mm f/3.5-5.6 OSS
  • Lensa telefoto zoom berbukaan sedang tapi berukuran relatif ringan untuk full frame: Sony FE 70-300mm f/4.5-5.6 OSS
  • Lensa fisheye FE 8mm f/2.8

Memanfaatkan tombol * untuk Flash Exposure Lock di DSLR Canon

$
0
0

Di kamera DSLR Canon ada sebuah tombol di bagian belakang dengan simbol * (bintang) yang kurang jelas maksud fungsinya. Sebetulnya tombol bintang ini adalah tombol multifungsi, yang berhubungan dengan penguncian (lock). Secara default tombol ini sama seperti tombol AE-L/AF-L di kamera lain yaitu bila ditekan akan mengunci eksposur dan juga fokus. Melalui menu bisa juga tombol ini difungsikan utuk hanya mengunci eksposur saja, atau mengunci fokus saja. Tapi ada satu fungsi lain dari tombol bintang ini yang berguna untuk mengunci eksposur saat memakai flash, istilahnya FEL (Flash Exposure Lock).

Tentang FE Lock

Star buttonPertama mari tinjau lagi cara kerja lampu kilat di kamera di mode TTL. Setiap flash menyala, kamera sudah menghitung berapa kekuatan flash yang pas, dengan memperhitungkan jarak subyek, bukaan lensa, ISO dan pengukuran cahaya lingkungan. Dengan TTL ini maka hasil foto yang didapat semestinya sudah seimbang antara cahaya lingkungan dengan subyek utamanya. Namun terkadang hasilnya masih belum sesuai keinginan kita, khususnya di tempat yang cahayanya terang kadang hasil foto dengan flash (fill flash) terlihat kurang natural.

Untuk itu di kamera Canon ada tombol * yang bisa difungsikan sebagai Focus Exposure Lock. Ceritanya dengan memakai fitur ini, kamera akan menembakkan flash saat tombol * ditekan. Cahaya flash yang mengenai subyek akan diukur oleh kamera sehingga kamera tahu berapa persisnya kekuatan flash yang perlu dikeluarkan. Dengan begitu maka hasil foto akan lebih terlihat pas tanpa perlu kompensasi flash lagi.

Contoh 

Untuk menerangi wajah model digunakan built-in flash dengan mode TTL. Foto pertama tanpa memakai FE Lock :

IMG_5326a

Foto diatas tampak sudah oke, dengan latar belakang terang (cahaya dari luar) dan model diterangi oleh flash (fill flash). Tapi untuk melihat bedanya, saya ambil lagi foto kedua, kali ini dengan teknik FE lock yang pengukurannya dilakukan ke wajah model.

IMG_5327a

Hasilnya subyek utama tampak lebih natural dan tidak terlalu terlihat seperti diterangi flash. Sedangkan foto pertama masih agak terlalu terang di subyeknya, dan hasilnya terkesan flat dan agak memantul. Jadi kesimpulannya dengan FEL maka kamera tahu berapa kekuatan flash yang diperlukan untuk membuat subyek ini terangnya pas.

Contoh lain :

Foto tanpa FE lock :

IMG_5322a

Foto dengan FE lock, pengukuran dilakukan ke bunga yang ungu :

IMG_5323a

Langkah-langkah

  • Pertama pastikan flash di mode TTL, bukan manual.
  • Tekan tombol flash, built-in flash akan terangkat.
  • Arahkan kamera ke subyek, pastikan lingkaran/titik tengah jendela bidik mengenai subyek utama yang mau kita ukur.
  • Tekan tombol shutter setengah, kamera akan mengukur apakah jarak subyek berada dalam jangkauan flash.
  • Tekan tombol * dan flash akan menyala untuk menerangi subyek untuk bahan kamera mengukur cahaya.
  • Di jendela bidik akan terlihat tulisan FEL, tanda kamera sudah dapat info berapa kekuatan flash yang harus dipancarkan.
  • Kita punya waktu 16 detik untuk mulai memotret (bila lewat 16 detik maka hasil pengukuran tadi di reset).

Mudah kan? Pastikan subyek memang berada di jangkauan flash (jangan terlalu jauh), dan juga kita tidak bisa memakai mode ini saat sedang live-view

 

Yuk ikuti kelas Kupas Tuntas DSLR Canon, kita akan membahas lengkap fungsi dari tombol, fitur dan cara memaksimalkan kamera DSLR Canon supaya hasil foto anda lebih baik. Sabtu, 12 Juli 2014 mulai jam 13.00 WIB bersama saya dan Enche Tjin.


Nikkor 135mm f/2.8 AIS Review

$
0
0

Setelah mencoba lensa jadul Nikkor 35-105mm f/3.5-4.5, saya mencoba mencari lensa lama Nikkor lagi. Sebagai info, lensa Nikkor adalah donor universal (golongan darah O), karena kebanyakan bisa dipasangkan ke banyak kamera lain. Kebetulan ada Sony A7s yang dipinjamkan ke saya oleh Sony Indonesia, maka saya coba lensa ini di studio.

Dari kualitas fisiknya, lensa ini termasuk sangat bagus jika dibandingkan dengan lensa jaman sekarang yang kebanyakan casingnya plastik. Ukurannya juga termasuk ringan. Panjangnya sekitar 8-9 cm saja, tergantung jarak fokusnya. Diameternya juga relatif kecil untuk lensa telefoto berbukaan f/2.8 yaitu 6.4 cm. Filter yang digunakan 52mm, relatif kecil dan terjangkau harganya.

Yang cukup unik bagi saya adalah lens hoodnya sudah built-in, jadi tidak perlu repot untuk memasang dan melepas lens hood saat ingin memotret atau menyimpan kamera. Konstruksi lens hood sayangnya dari plastik dan relatif mudah ke gores, tapi tidak apa supaya tidak terlalu berat.

Lensa ini termasuk ringan untuk lensa telefoto fix yaitu 435 gram, bandingkan dengan Nikkor AF 135mm f/2 DC yang beratnya 817 gram, atau Canon 135mm f/2 beratnya 708 gram. Lensa Nikkor 135mm f/2.8 ini ukurannya bisa kecil karena tidak ada motor autofokus, image stabilization dan bukaannya tidak terlalu besar (f/2.8).

Untuk ketajaman foto, di studio dengan flash, ketajaman lensa ini sangat tinggi dan sensor gambar yang tidak terlalu besar (12 MP) terutama saat menggunakan bukaan sedang seperti f/5.6.

Hasil foto portrait dengan A7s dan Nikkor 135mm f/2.8

Hasil foto portrait dengan A7s dan Nikkor 135mm f/2.8 – Talent: Marla Yunita

crop-100-135mm-f28

Crop 100% dari foto diatas. Tanpa retouch/edit

Saat menguji dengan kamera bersensor 24MP seperti Nikon D600 atau Sony A6000 di outdoor, ketajaman lensa ini agak berkurang, terutama saat cahayanya kurang mendukung misalnya backlight atau mendung.

Karena tidak ada stabilizer, penggunaan lensa 135mm agak sulit di kondisi cahaya gelap, karena membutuhkan shutter speed yang cukup cepat supaya ketajaman foto optimal. Saran saya mengunakan shutter speed 1/200 detik atau lebih cepat lagi.

Biasanya, lensa 135mm digunakan untuk foto portrait close-up atau candid. Karena jarak fokus yang tele dan bukaan maksimum yang lumayan besar, maka  mudah sekali membuat latar belakang blur (bokeh).

Lensa ini berhenti diproduksi tahun 2002, jadi kalau berminat, bisa mencari lensa bekasnya. Harga lensa sekitar 1.75 – 2.5 juta. Harga tergantung kondisi lensanya.

Saran saya untuk mengoptimalkan hasil gambar dengan lensa ini atau lensa jadul lainnya yaitu gunakan kamera yang sensor gambarnya tidak terlalu tinggi (12-16 MP) misalnya, lalu gunakan bukaan yang sedang, sekitar 2-3 stop dari bukaan maksimumnya, misalnya f/5.6-f/8.

Lensa ini bisa digunakan di kamera DSLR Nikon modern dari yang pemula sampai canggih. Bedanya dengan lensa Nikon modern adalah:

  • Tidak bisa autofokus. Untuk memfokuskan subjek foto, di dalam jendela bidik biasanya ada tanda bulatan hijau dan panah kiri dan kanan untuk memberi petunjuk kearah mana harus memutar. Tidak terlalu sulit, tapi lebih memakan waktu dan tenaga mata. Karena itu juga lensa ini tidak cocok untuk foto subjek bergerak.
  • Tidak ada data bukaan. Karena bukaan diatur di badan lensa (dengan memutar ring bukaan), dan tidak ada komunikasi antara lens dan kamera, maka data bukaan/aperture/diafragma tidak terekam dalam data gambar.
Nikon 135mm f/2.8 dipasang ke Sony A7 dengan adapter

Nikon 135mm f/2.8 dipasang ke Sony A7 dengan adapter Sony NEX/E-mount ke Nikon AI (bisa dibeli disini)

Spesifikasi:

  • Berat: 435 gram
  • Filter: 52mm
  • Panjang maksimum 9.15 cm, minimum 8.35 cm
  • Aperture max/min: f/2.8-32
  • Lensa FX (mencakupi full frame/APS-C)
Sony A7 dan Nikon 135mm dengan adapter dilihat dari atas

Sony A7 dan Nikon 135mm dengan adapter dilihat dari atas

Dalam pemotretan dibawah saya mengunakan Sony A7s dan lensa ini saya pasang dengan adapter. Dengan kamera mirrorless dibandingkan DSLR, operasi autofokus lebih mudah, karena ada fitur focus peaking yang sangat membantu dalam memastikan akurasi fokus.

focus-peaking-s

Focus peaking: Bagian yang merah berarti dalam fokus.

Oke, ringkasan kelemahan dan kelebihan lensa Nikkor 135mm f/2.8 AIs:

+ Konstruksi solid, sebagian besar dari logam
+ Ring fokus mantap dan panjang memudahkan untuk manual fokus yang akurat
+ Ukuran tidak terlalu besar dan relatif ringan untuk lensa fix 135mm
+ Kualitas foto sangat tajam di bukaan sedang (f/5.6)
+ Harga relatif murah dibandingkan dengan lensa baru/modern
+ Lens hood sudah built-in dan ukurannya kecil
- Nilai bukaan/aperture tidak terekam dalam data foto
- Tidak bisa autofokus
- Tidak optimal di kamera yang megapixelnya banyak (24 MP ke atas)
- Lens hood dari plastik, mudah kegores

Bahas foto – Urban Chaos

$
0
0

Saat jalan-jalan ke suatu kota, yang saya suka biasanya jalan ke tempat yang agak padat penduduknya dengan arsitektur jadul. Kalau di Jakarta, contohnya kawasan kota tua. Di kawasan semacam ini saya senang menemukan banyak bangunan yang berantakan, kacau dan tidak tertata dengan rapi. Karakter kota dan penghuninya sangat menonjol. Beda dengan bangunan yang ultra-modern, yang biasanya sangat rapi, simetris dan tertata rapi.

Karena kekacauan (chaos) / berantakannya itulah saya biasanya lebih tertantang untuk mengkomposisikannya supaya keliatannya rapi dan menarik.

Selain di Jakarta, banyak kota yang menarik untuk fotografi karena karakternya yang kuat, contohnya kawasan Old Quarter di Hanoi, Vietnam, jalan Joo Chiat (dekat Geylang) di Singapore, Hutong di Beijing, jalan Alor di Kuala lumpur (kalau yang ini sih makanannya banyak terutama di malam hari haha) dan sebagainya. Jangan lewatkan kawasan kota tua jika berkunjung ke negara lain.

Sampai saat ini, kawasan Old Quarter di Vietnam adalah personal favourite saya, karena bangunan-bangunannya banyak yang dicat warna kuning yang merupakan warna favorit saya. Selain itu sifat orang-orang Vietnam relatif terbuka, jendela dan pintunya biasanya terbuka lebar sehingga kita dapat melihat isi rumah dan aktivitas penghuninya.

Tidak semua orang akan menyukai lokasi-lokasi tua dan berantakan seperti ini, tapi untuk latihan komposisi foto, saya rasa tidak ada tempat yang lebih baik untuk memulai.

Salah satu sisi kota tua Jakarta

Salah satu sisi kota tua Jakarta

Rumah disisi sungai Chao Praya, Bangkok, Thailand

Rumah disisi sungai Chao Praya, Bangkok, Thailand

Bangunan tua dengan kabel listrik yang banyak sekali di Old Quarter, Hanoi, Vietnam

Bangunan tua dengan kabel listrik yang banyak sekali di Old Quarter, Hanoi, Vietnam

Sebuah warung di Old Quarter, Hanoi, Vietnam

Sebuah warung di Old Quarter, Hanoi, Vietnam

Suasana di Old Quarter, Hanoi, Vietnam

Suasana di Old Quarter, Hanoi, Vietnam

Pagi hari di jalan Alor, Kuala Lumpur

Pagi hari di jalan Alor, Kuala Lumpur

Sebuah kedai Vietnam di Jalan Joo Chiat, Singapore

Sebuah kedai Vietnam di Jalan Joo Chiat, Singapore

Canon 600D vs Canon 700D

$
0
0

Memutuskan untuk membeli kamera DSLR pertama kalinya memang sulit, karena kita belum berpengalaman sehingga tidak mengetahui mana fitur yang penting mana yang tidak. Kamera yang lebih baru seperti 700D tentunya lebih baik dari 600D. Tapi apakah peningkatan fiturnya pantas? Canon 700D dijual dengan 1 juta lebih tinggi.

Dengan memilih 700D, maka kita akan mendapatkan fasilitas touchscreen. Menurut pengalaman saya, fitur ini sangat membantu saat kita ingin mengubah setting kamera dan menentukan daerah yang fokus saat mengunakan live view (LCD monitor) untuk foto atau video.

Selain itu, kecepatan foto berturut-turut sedikit lebih cepat dari 3.7 menjadi 5 per detik. Kualitas modul autofokus juga diperkuat dengan 9 jenis cross-type yang lebih akurat dan cepat dalam memotret subjek bergerak atau di kondisi gelap.

Peningkatan lain yaitu lensa yang dipaketkan ke 700D lebih bagus daripada lensa yang dipaketkan ke 600D. Lensa baru ini memiliki motor fokus STM yang lebih mulus dan tidak bersuara. Konstruksinya juga sedikit lebih baik. Meski ketajamanan lensa kit tidak setajam lensa L yang jauh lebih tinggi harganya, gambar yang dihasilkan lensa baru ini lebih merata ketajamannya di bagian tengah sampai tepi foto.

Kiri: lensa kit lama, Kanan: Lensa kit STM baru

Kiri: lensa kit lama, Kanan: Lensa kit STM baru

Simplenya, saya lebih merekomendasikan Canon 700D daripada 600D, menurut saya perbedaan harga 1 juta sangat pantas karena peningkatan dibidang fitur dan juga lensa.

Canon 700D mirip sekali dengan 650D, jadi bisa dibaca reviewnya disini. Perbedaan 650D dan 700D bisa dibaca disini.

Pilih mana? Nikon D3200 vs Nikon D5200

$
0
0

Kedua kamera DSLR pemula Nikon ini memiliki sensor gambar dengan resolusi yang sama yaitu 24 MP, tapi yang D3200 sekitar 3 juta lebih murah. Apa beda antara keduanya?

nikon-d5200-vs-nikon-d3200

  • Nikon D5200 punya layar LCD yang bisa diputar, fitur ini akan membantu saat memotret di sudut yang sulit atau saat merekam video.
  • Nikon D5200 memiliki Effects mode dan fungsi-fungsinya lebih bisa dikustomisasi daripada Nikon D3200
  • Autofokus D5200 lebih canggih yaitu 39 titik, sama dengan D7000 dan D600/610. D3200 hanya punya 11 titik. Sistem autofokus yang baik bagus untuk fotografi aksi/subjek bergerak.
  • Di sisi video, D5200 dapat merekam efek slow motion di ukuran full HD yaitu 60/50i, sedangkan D3200 hanya 30p.
  • Microphone D5200 stereo, D3200 mono, tapi keduanya bisa dipasang dengan mic external yang lebih bagus.
  • Kualitas file RAW dari D5200 14 bit, D3200 12 bit, sehingga saat mengolah/edit foto, kualitas gambar D5200 akan lebih baik.
  • Yang terakhir, kecepatan foto berturut-turut D5200 lebih cepat (4 fps vs 3 fps)

Kelebihan-kelebihan diataslah yang membuat perbedaan harga yang cukup signifikan antara keduanya. Jika Anda seorang pemula yang tidak berencana untuk menggali / mempelajari fotografi lebih dalam, D3200 sudah cukup. Tapi jika ingin menjelajahi lebih dalam baik fotografi maupun video, saya usulkan Nikon D5200.

Sony A7 yang mana yang sebaiknya dibeli?

$
0
0

Sony menyiapkan tiga kamera bersensor full frame dengan body yang relatif ringan dan ringkas, tapi yang mana yang paling cocok ya?

Belakangan, pertanyaan ini sering ditanyakan, biasanya oleh pengguna kamera DSLR full frame yang sudah merasakan “beratnya” membawa kamera DSLR full frame dengan lensa-lensanya saat jalan-jalan. Atau kelompok kedua adalah yang kecewa dengan kualitas gambar kamera mirrorless yang bersensor lebih kecil.

Ada tiga varian Sony A7, dan setiap varian memiliki kelebihan kekurangan yang berbeda. Maka itu tidak ada kamera yang paling bagus, tapi yang paling cocok untuk kebutuhan.

Silahkan dipilih

Silahkan dipilih

Sony A7 adalah kamera yang paling fleksibel dan serba guna, harganya paling terjangkau (saat ini sekitar Rp 15-16 juta), resolusinya cukup tinggi yaitu 24 MP. Kelebihan lain dibandingkan varian lainnya adalah adanya hybrid phase detection autofocus yang mempercepat autofokus saat memotret subjek bergerak di kondisi cahaya terang seperti di luar ruangan. Menurut saya, A7 cocok untuk foto liputan acara keluarga, memotret anak-anak bermain, portrait, bahkan pemandangan. 24 MP cukup besar untuk cetak ukuran panjang 1 meter.

Sony A7R kamera yang dirancang khusus untuk profesional terutama untuk foto pemandangan/landscape, fashion, periklanan, produk dll. Sebabnya karena A7R memiliki resolusi gambar sangat besar yaitu 36 MP dan tanpa low pass filter sehingga hasil foto lebih tajam dan kaya dengan detail daripada varian A7 yang lain. Profesional menyukai A7R karena hasil gambar yang masih tajam meskipun di cetak dalam ukuran panjang lebih dari 1 meter.

Ada selisih harga yang cukup banyak antara A7 dan A7R yaitu sekitar 10 jutaan. Kelemahan lainnya yaitu suara shutter yang sedikit panjang dan berisik saat ditekan. Selain itu kinerja foto berturut-turutnya juga lebih lambat dari A7, membuatnya sulit untuk mengikuti subjek yang bergerak cepat. Resolusi 36 MP juga menuntut disiplin teknik fotografi yang bagus dan lensa yang berkualitas tinggi untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Sony A7s adalah kamera yang dioptimalkan kualitas gambarnya di kondisi cahaya yang sangat gelap. ISO yang mencapai 400.000 membuat kamera ini paling mantap untuk memotret atau merekam video di kondisi yang gelap tanpa flash. Cocok untuk dipakai di pesta, konser, indoor, night photography. Baca kesan dan review singkat A7s disini.

Banyak fitur A7s yang cocok untuk video, seperti S Log Gamma, mampu merekam video 4K (meski dengan external storage), zebra pattern, dan flat profile. Videografer yang sering merekam acara di tempat yang gelap tentunya akan senang mengunakan kamera ini.

Ada pilihan silent shutter yang membuatnya ideal untuk candid photography (memotret dengan diam-diam), foto bayi, foto acara-acara keagamaan, liputan wedding, dan sebagainya. Kelemahannya terletak di kecepatan foto berturut-turut yang lumayan pelan (2.5 foto perdetik) dan harganya juga relatif tinggi, sedikit lebih tinggi dari Sony A7R. Selain itu, resolusi fotonya hanya 12 MP. Meskipun demikian, 12 MP cukup untuk mencetak sampai ukuran 50 cm.

KESIMPULAN

Untuk yang menggemari banyak jenis fotografi, saran saya Sony A7, karena lebih fleksibel dan serba guna. Sedangkan untuk landscaper, fashion, still life dll, saya usulkan A7R, dan terakhir, Sony A7s saya rekomendasikan bagi yang senang merekam video atau sering motret candid di kondisi cahaya gelap.

Saya sendiri jika diminta memilih, jika cuma boleh satu, saya akan memilih Sony A7, tapi kalau boleh pilih dua, saya akan memilih A7R dan A7s. Sekarang giliran Anda hehe :)

Viewing all 1544 articles
Browse latest View live