Kemarin, saya dan mas Erwin Mulyadi di undang ke peluncuran Sony A7S di Kare Design store, lantai 6 di Senayan City Mall, Jakarta. Di dalam acara ini, saya mendapatkan lebih banyak wawasan tentang produk ini. Secara keseluruhan, saya merasa kamera Sony A7s sebuah kamera full frame yang cukup special. Beberapa poin yang saya dapatkan di peluncuran tersebut saya rangkum dibawah ini:
![Oom Benny Kadarhariarto dan Hafiz (tim Sony) sedang mendemokan kamera Sony A7S]()
Oom Benny Kadarhariarto dan Hafiz (tim Sony) sedang mendemokan kamera Sony A7S – foto oleh Erwin Mulyadi
FOTOGRAFI
Untuk fotografi, keunggulan utamanya terletak di low noise di ISO tinggi. Biasanya di kamera digital SLR/mirrorless bersensor full frame, ISO 1600 sudah banyak noise/kualitas gambar menurun ketajamannya. Tapi di A7S, noise masih terkendali di ISO 10.000. Cocok untuk foto-foto di kondisi sangat gelap misalnya indoor, konser, gua dll.
Untuk mendapatkan hasil yang bagus di ISO tinggi, strategi Sony adalah membatasi jumlah megapixel yang ada di kamera. Dibandingkan dengan A7R yang resolusinya 36 MP (7360 X 4912), A7 resolusinya 24 MP (6000 X 4000), A7S resolusinya 12.2 MP (4240 X 2832). Keputusan yang cukup kontroversial ini membuat penggemar fotografi menggeleng-gelengkan kepalanya. Mengapa yang jamannya kamera digital sudah mencapai 36 MP tapi kok mundur lagi ke 12 MP?
Alasan utamanya adalahnya megapixel yang banyak bukan selalu berarti kualitasnya baik, tapi kualitas gambar juga tergantung dari sensitivitas sensor di kondisi cahaya gelap. Jika kita punya kamera yang megapixelnya besar, seperti 24-36 MP, tapi di kondisi cahaya yang gelap sekali, kualitas gambar akan lebih jelek daripada sensor 12 MP. Sebagai informasi. 12 MP sudah cukup baik untuk mencetak kualitas foto yang sangat baik dan tajam sampai dengan kertas A3 (30×40 cm). Tentunya bisa dicetak lebih besar lagi, hanya saja kalau dilihat dari jarak yang sangat dekat berkurang ketajamannya.
Megapixel tinggi menuntut lensa yang sangat berkualitas. Lensa-lensa lama (legacy lenses) yang dibuat di era film (70-90-an) akan keteteran untuk me-resolve detail sehingga hasilnya kurang tajam. Meskipun kita pakai 24MP dan 36 MP tapi jika lensa yang digunakan lensa jadul (jaman dulu) maka, kita kemungkinan tidak akan mendapatkan detail tambahan.
Keunggulan lain di fotografi adalah silent shutter. Berbeda dengan Sony A7 dan A7R, ada pilihan full electronic shutter di Sony A7S, sehingga pengambilan gambar bisa benar-benar tidak bersuara sama sekali seperti di sebagian besar kamera saku dan ponsel. Teknologi ini memang sudah ada di kamera mirrorless seperti Panasonic GX7. Tapi kalau untuk yang full frame, Sony A7S yang pertama. Fitur ini, dikombinasikan dengan kemampuan low light yang bagus membuat kamera ini ideal untuk memotret candid seperti street photography, war photography dan wedding photography, terutama saat bunyi-bunyian kamera bisa mengganggu kekhusyukan acara pernikahan.
Saya sempat menjajal A7S dengan lensa jadul Nikkor AI 50mm f/1.4 dan adaptor. Jika berhasil fokus dengan tepat (lensanya manual fokus) ketajamannya sangat tinggi di sensor 12 MP ini.
![Gambar utuh]()
Gambar utuh
![Full crop dari foto diatas]()
Full crop 1:1 dari foto diatas tanpa editing. foto diambil dengan f/2.8 dan ISO 8.000. Noisenya ada, namun sangat halus dan mudah sekali dimuluskan di Lightroom.
VIDEOGRAFI
Highlight utama Sony A7S sebenarnya ke videografi, karena lebih banyak fitur video profesional yang diberikan di Sony A7s. Maka itu dalam peluncuran ini, Sony mengundang Oom Benny K. praktisi sinematografi Indonesia untuk sharing pengalamannya dalam mengunakan A7s.
Fitur unggulan videonya yaitu S-Log Gamma2 yang ditonjolkan di iklan-iklan. Sony mengklaim teknologi ini meningkatkan dynamic range sampai 1300%. Akibatnya memotret di kondisi cahaya yang kontras seperti di siang hari, atau di interior (tapi ada exteriornya juga misalnya cahaya yang masuk dari jendela) menjadi lebih bagus dan lengkap detailnya.
Dalam sharingnya, Oom Benny memaparkan bahwa jika S Log-Gamma2 diaktifkan, maka ISO paling rendah adalah ISO 3200. Hal ini cukup menggagetkan Oom Benny sendiri. Bukan karena takut kualitas video menurun, karena ISO 3200 masih mulus di A7S. Tapi karena saya kuatir dengan ISO setinggi itu, saat syuting di kondisi cahaya terang akan menemui kendala terlalu terang. Solusinya adalah perlu filter ND yang cukup kuat untuk mengkompensasikannya. Mungkin perlu sampai ND 6 stop.
Keputusan ini agak unik, tapi menurut saya tujuannya adalah supaya bagian shadownya tidak muncul noise. Jika S Log Gamma2 aktif di ISO 100, kemungkinan besar jika daerah shadow yang gelap dinaikkan, akan muncul noise yang lebih parah. Tapi ini perkiraan saya aja loh, bukan resmi dari Sony-nya.
Satu lagi yang penting untuk videografi adalah video yang terekam akan memanfaatkan luasnya sensor gambar secara utuh, tidak terkrop atau terpotong. Keunggulan ini ditambah dengan resolusi 12mp menekan timbulnya moire. Soal rolling shutter A7s yang merupakan sensor jenis CMOS masih menjadi masalah jika menggerakkan kamera ke kiri dan ke kanan dengan cepat.
Beberapa fitur lain yang mungkin dicari videografer profesional adalah kemampuan merekam video 4K yang sangat detail. Sayangnya tidak bisa direkam langsung ke memory card, tapi harus melalui recorder terpisah yang cukup lumayan tinggi harganya contohnya Atomos Shogun yang harganya US $1995.
Selain itu, ada fitur pendukung seperti Zebra pattern untuk melihat daerah yang terlalu terang, Profile video yang tidak kontras untuk memudahkan pengolahan video, dan format baru XAVC-S yang filenya berukuran lebih kecil sehingga bisa merekam video dalam jangka waktu yang lebih lama (29 menit) dibandingkan XAVCHD (20 menit).
Tentunya videografer akan terbantu dengan kemampuan ISO tingginya A7S. Sesuai dengan sharing Oom Benny, ISO 10.000 juga masih bagus (acceptable) untuk video, sebanding dengan ISO 800 di kamera digital SLR pada umumnya.
Ada juga yang menanyakan tentang baterai saat merekam video. Jawaban dari Oom Benny adalah satu baterai bisa digunakan sekitar 3-4 jam syuting video. Dan jika habis, untungnya bisa di charge langsung dengan powerbank dengan kabel.
![Yang ini ISO 3200, Bukaannya lupa, f/1.4 atau f/2.8.]()
Yang ini ISO 3200, Bukaannya lupa, f/1.4 atau f/2.8. Data EXIF tidak terekam karena saya mengunakan lensa jadul.
KESIMPULAN
Setelah mencoba-coba Sony A7s yang disediakan panitia, kamera ini bisa dibilang kamera yang solid dan berkemampuan tinggi. Apakah kamera ini cocok untuk semua orang? Tergantung keperluan masing-masing. Highlight dari kamera ini tentunya adalah kemampuan menangkap gambar/video yang jernih di ISO tinggi. Sampai-sampai slogan Sony untuk A7s adalah “See what your eyes cannot see (Lihat apa yang tidak bisa dilihat oleh mata Anda).” Slogan ini agak berbahaya jika ditafsirkan orang Indonesia karena nanti banyak yang mengira kamera ini bisa melihat yang aneh-aneh he he he..
Kalau tipe fotografinya banyak di kondisi low light dan video, Anda akan enjoy mengunakannya. Untuk pemandangan dan cetak besar (lebih dari 50cm), cocoknya Sony A7R, untuk foto jalan-jalan dan sesekali subjek bergerak sangat cepat, A7 lebih handal autofokusnya karena sudah ada hybrid phase detection. Bagusnya Sony memberikan beberapa pilihan, sehingga kita-kita bisa memutuskan sendiri kamera mirrorless full frame mana yang ideal sesuai kebutuhan.
Trims untuk Sony untuk undangannya ke acara ini dan juga makanannya
![Bincang-bincang setelah acara dengan Oom Benny, Indra (dari TeknoUp) dan Hafiz (Tim Sony)]()
Bincang-bincang setelah acara dengan Oom Benny, Indra (dari TeknoUp) dan Hafiz (Tim Sony) – foto oleh Erwin Mulyadi