Quantcast
Channel: InfoFotografi
Viewing all 1544 articles
Browse latest View live

Review lampu studio wireless Rime Lite i6

$
0
0

Penggemar fotografi dan fotografi profesional yang sering berpindah-pindah tempat biasanya berkompromi dengan mengunakan external flash/speedlite karena membawa lampu studio tidak praktis terutama untuk di luar ruangan. Tapi seringkali speedlite memiliki keterbatasan di kekuatan (power) atau flash duration (kecepatan cahaya dalam membekukan subjek).

Rime Lite i6, lampu studio buatan Korea ini dirancang untuk memecahkan masalah diatas. Bentuknya memang seperti lampu studio biasa, tapi jauh lebih portabel dibandingkan lampu studio pada umumnya. Rime Lite i6 ini mengunakan baterai litium yang dipasang didalam unit lampunya dan cukup untuk dipakai sekitar 400 kali full power dan 2000 kali di minimum power. Kapasitas baterai cukup untuk syuting foto seharian. Rime Lite juga menyediakan wireless trigger khusus tanpa kabel yang praktis, yang dapat berfungsi untuk pengaturan kekuatan/ power on/off dari setiap individual yang terkoneksi dalam satu channel.

Antarmuka i4 sudah digital dan relatif mudah dipelajari. Wireless receiver terpasang di bagian belakang atas lampu tanpa kabel.

Antarmuka i6 sudah digital dan relatif mudah dipelajari. Wireless receiver terpasang di bagian belakang atas lampu tanpa kabel.

Karena mengunakan mount yang cukup universal (Fomex, Bowen, dll), bagi yang sudah memiliki berbagai softbox atau light-shaper lainnya bisa memasang di Rimelite ini tanpa masalah. Rime Lite juga menyediakan mount buat speed light, dan dudukan mounting ke stand lampu didalam paketnya juga.

Saya sempat memasang softbox ukuran 80 x 140cm dan mount-nya cukup kuat menahan beban softbox tersebut. Dari Rime Lite sendiri sebenarnya juga memiliki berbagai lightshapers, yang salah satunya adalah hexagonal yang mudah sekali untuk di setup, karena tidak perlu di rakit seperti softbox konvensional. Selain itu tersedia juga strip box, softbox, oktabox, beauty dish dan sebagainya.

Selain portabilitas yang tinggi, Rime Lite i6 juga memiliki dua senjata rahasia yaitu mode high flash duration yang dapat mencapai 1/12800 detik, t 0.5 . Hanya tentunya kalau mengejar flash duration secepat 1/12800 detik, maka kekuatan flash akan melemah. Flash duration yang cepat/singkat ini berguna untuk membekukan subjek bergerak sangat cepat seperti gerakan air, gerakan penari, atlit, dan lain-lain.

Untuk membekukan air dengan sempurna membutuhkan flash duration tinggi. Untuk foto ini saya mengunakan satu lampu dengan standard reflector dan setting t3 (flash duration 1/4000 detik).

Untuk membekukan air dengan sempurna membutuhkan flash duration tinggi. Untuk foto ini saya mengunakan satu lampu dengan standard reflector dan setting t3 (flash duration 1/4000 detik).

Foto ini mengunakan setting t1 (flash duration 1/12800 detik) yang dapat membekukan gerakan air secara sempurna. Hanya saja, di setting ini kekuatan flash sangat lemah sehingga saya harus menaikkan ISO sampai ISO 3200 untuk mendapatkan f/18. Disini, saya mengunakan satu flash dengan standard reflector.

Foto ini mengunakan setting t1 (flash duration 1/12800 detik) yang dapat membekukan gerakan air secara sempurna. Hanya saja, di setting ini kekuatan flash sangat lemah sehingga saya harus menaikkan ISO sampai ISO 3200 untuk mendapatkan f/18. Disini, saya mengunakan satu flash dengan standard reflector.

Dengan mode flash biasa (flash duration dibawah 1/500 detik), gerakan air dan lemon yang cepat tidak terekam dengan tajam.

Dengan mode flash biasa (flash duration dibawah 1/500 detik), gerakan air dan lemon yang cepat tidak terekam dengan tajam.

Fitur tambahan yaitu repeating/multi flash 5-15 foto per detik. Repeating flash biasanya digunakan untuk foto efek khusus yang mana flash akan menyala berulangkali selama shutter terbuka sehingga subjek yang bergerak akan terlihat berulang kali dalam satu frame foto. Dibandingkan flash biasa yang hanya mampu 4-5 flash per detik, i6 mampu sampai 15 flashes per detik sehingga efek gerakan subjeknya terlihat lebih kontinyu.

Mengunakan mode repeating flash kecepatan rendah (5 foto per detik)

Mengunakan mode repeating flash kecepatan rendah (5 foto per detik)

Mengunakan mode repeating flash kecepatan tinggi (15 foto per detik)

Mengunakan mode repeating flash kecepatan tinggi (15 foto per detik)

Untuk kekuatan flash Rimelite i6 dalam pemakaian secara umum seperti untuk portrait, wedding, dan sebagainya cukup kuat, terutama di mode normal. Spesifikasi kekuatan Rimelite i6 ini adalah 600 Ws, GN 45. Bagi yang tidak membutuhkan kekuatan sebesar itu, tersedia Rime Lite i4 (400 Ws, GN 32). Kualitas cahaya yang dipancarkan dengan stabil dengan warna (color temperature) yang akurat.

Rime Lite i6 tidak luput dari beberapa kelemahan, yaitu konstruksi badan lampu sebagian besar terbuat dari plastik yang sepertinya untuk memperingan bobot lampu. Selain itu modeling lightnya dari lampu LED putih (5 Watt) yang relatif redup, sehingga menyulitkan untuk melihat jatuhnya cahaya terutama di outdoor. Di dalam ruangan yang gelap misalnya studio, lampu modeling LED juga cukup gelap sehingga sedikit menyulitkan untuk mengunci autofokus. Alasan untuk mengunakan lampu LED sepertinya untuk menghemat penggunaan baterai.

Kelemahan terakhir adalah saat mengunakan setting full power, recycle time (waktu yang dibutuhkan untuk flash untuk siap kembali menyala) relatif lambat yaitu (2.5-5 detik) dibandingkan lampu studio yang mengandalkan power supply yang lebih kuat (biasanya 0.5-2 detik). Meskipun demikian, kecepatan kinerja recycle time lampu ini sudah cukup untuk pemotretan portrait dan wedding yang biasanya tidak membutuhkan foto berturut-turut dengan cepat.

Terlepas dari beberapa kekurangannya, Rime Lite berhasil merancang lampu studio revolusioner yang sangat fleksibel dan berkualitas untuk untuk fotografer pro atau amatir yang sering memotret di luar ruangan atau sering berpindah-pindah ruangan. Cocok untuk berbagai jenis fotografi, terutama untuk fotografer yang memotret wedding, portrait, produk dan still life.

Kelebihan dan kekurangan Rime Lite i6

  • Portabel (mudah dipindahkan) relatif dibandingkan lampu studio lainnya
  • Repeating flash mencapai 15 kali perdetik
  • Banyak pilihan kekuatan flash secara manual yaitu 6 stop
  • Mount yang cukup umum (Fomex, Bowen, dll) Termasuk Mount buat speed light dan stand lightingnya
  • Portabel hexagonal box yang dipaketkan mudah dipasang dan dilepas
  • Kapasitas baterai cukup untuk 400 kali full power, 2000 di minimum power
  • Flash duration yang sangat cepat, mencapai 1/12800 detik
  • Handle di bagian atas lampu memudahkan untuk pindah-pindah
  • Kekuatan cukup tinggi untuk mengejar flash duration tinggi (untuk membekukan subjek bergerak)
  • Wireless trigger efektif, tanpa kabel dan pengaturan power yang simple dan cepat tanpa harus mendekati ke unit lampu untuk merubah powernya.
  • Tampilan LCD jelas dan besar, dan jenis digital yang modern
  • Desain Antarmuka cukup sederhana dan mudah dipelajari
  • Paket tas lampu studio relatif ramping, memiliki roda dan berkualitas tinggi

Kelemahan Rime Lite i6

  • Konstruksi badan lampu sebagian besar plastik
  •  Modeling light mengunakan LED 5W yang sangat redup
  • Recycling time waktu pemakaian full power relatif lambat (2.5-5 detik)
Rolling bag spesial untuk menyimpan 2 unit lampu studio Rime Lite i4, dan aksesoris.

Rolling bag spesial untuk menyimpan 2 unit lampu studio Rime Lite i4, dan aksesoris.

hexagonal box yang mudah dibongkar pasang.

hexagonal speedbox yang mudah dibongkar pasang.

Foto oleh Enche Tjin & Adi Setyo
Model Rizka Febrian dan Lemon

Harga paket: Rp 26.400.000,- yang termasuk
2 Lampu Rimelite i6
1 synchro
2 charger
2 Swing Receiver
1 Swing transmitter
2 Speedbox 75 cm
1 Adapter speedlite
1 Adapter lamp
1 Travel bag (rolling)


Mengenal dua jenis distorsi lensa dan solusinya

$
0
0

Distorsi artinya adalah penyimpangan bentuk. Distorsi biasanya terjadi saat mengunakan lensa dengan jarak fokus sangat lebar atau telefoto. Ada dua jenis distorsi yang populer, yaitu barrel dan pincushion.

Disebut barrel karena penyimpangan bentuknya seperti gentong atau cembung keluar. Biasanya terjadi saat mengunakan lensa dengan jarak fokus lebar, antara 10-16mm.

Contoh distorsi Barrel (seperti gentong)

Contoh distorsi Barrel (seperti gentong)

Atas: distorsi barrel. Bawah: Setelah dibetulkan

Atas: distorsi barrel. Bawah: Setelah dibetulkan. Lagi diskusi dengan mahasiswa/i UI

Kiri: Contoh distorsi barrel sebelum dibetulkan. Kanan: Setelah dibetulkan dengan software

Kiri: Contoh distorsi barrel sebelum dibetulkan. Kanan: Setelah dibetulkan dengan software

Distorsi yang paling parah biasanya terjadi saat mengunakan lensa lebar zoom yang berukuran relatif kecil. Distorsi barrel kadang-kadang saya biarkan saja apa-adanya saat memotret alam/nature, karena tidak terlalu ketara dan kadang malah bagus karena memberikan kesan tiga dimensi. Tapi kalau untuk arsitektur / interior atau kalau ada pola-pola garis, distorsi akan sangat mengganggu, karena garis-garis yang tegak lurus jadi melengkung.

Distorsi pincushion (cekung ke dalam) Sering terjadi saat mengunakan lensa tele.

Distorsi pincushion (cekung ke dalam) Sering terjadi saat mengunakan lensa tele.

Cara mengatasi yang paling mudah yaitu dengan mengaktifkan auto correction lens di kamera jika ada. Hasil gambarnya nanti akan bebas distorsi. Tapi keterbatasannya yaitu gak bisa motret dengan file RAW. Jika memotret dengan kualitas RAW, maka kita perlu membetulkannya sendiri.

Di software Adobe Lightroom, ada panel lens correction dan profile lensa berbagai merek yang cukup banyak. Mengaktifkan “enable profile correction” akan mengkoreksi distorsi secara otomatis.

Panel lens profil di Lightroom

Panel lens profil di Lightroom

Banyak profile lensa yang ada di Lightroom versi 5.4 ini. Lensa jadul biasanya gak ada

Banyak profile lensa yang ada di Lightroom versi 5.4 ini. Lensa yang terlalu  jadul misalnya keluaran tahun 70-an biasanya gak ada

Mungkin Anda akan bertanya-tanya, mengapa produsen kamera & lensa tega membuat lensa yang berefek distorsi seperti diatas. Jawabannya mungkin agak rumit. Untuk membuat lensa yang bebas distorsi (terutama lensa zoom yang lebar sekali atau rentang zoomnya jauh) akan sangat sulit dan berakibat ukuran lensa menjadi sangat besar dan berat. Selain itu harga sudah pasti akan tinggi.

Sebagai komprominya, koreksi distorsi lensa akan dilakukan secara software baik di kamera maupun di Lightroom. Sehingga sama-sama senang. Jika memang kita tau bahwa lensa punya kita distorsi, jangan lupa saat komposisi foto jangan terlalu ketat, sisakan sedikit ruang sehingga saat membetulkan distorsi di software, bagian penting difoto tidak terpotong.

—–

Belajar Adobe Lightroom kini bisa melalui workshop 1 hari atau melalui buku Adobe Lightroom yang ditulis khusus oleh Enche & Iesan.

Mencari foto yang tidak terhubung di Lightroom

$
0
0

Kalimat “The Folder could not be found” merupakan momok bagi pengguna Lightroom.

Ini artinya file foto yang orisinilnya sudah dipindahkan di luar lingkungan kerja Lightroom. File tidak akan bisa diedit lagi ataupun diekspor. Untuk menghubungkan kembali foto tersebut, kita harus tahu di mana file orisinilnya berada.

Seringkali, saya mendapat pertanyaan, bagaimana me-link kembali file tersebut? Maka saya akan mengaju pada buku Lightroom halaman 29 bagian “Jika foto asli tidak terhubung” ataupun jika mengikuti workshop Lightroom, penjelasan ini akan ada pada handout halaman 3 bagian “Jika foto hilang”.

Cara ini akan berhasil jika kita tahu/ingat dimana letak file foto orisinil tersebut.

Masalahnya, banyak yang sudah memindahkan filenya tanpa tahu ke mana foto tersebut sudah dipindah.

Kalau sudah begitu, mungkin cara di bawah ini bisa membantu.

Perhatikan nama file dari foto yang tidak terhubung tersebut, contohnya DSC00317.JPG [kotak merah]

Nama file ditunjukkan pada kotak merah

Maka, kita membuka Windows Explorer (Finder di iOS) kemudian di bagian Search, ketiklah nama file tersebut.

Tampilan Windows Explorer

Biasanya, file akan dicari terlebih dahulu di bagian Libraries. Jika file yang diketik tidak muncul lagi, cobalah untuk mengubah lingkup pencarian di bagian keseluruhan komputer [kotak merah].

no match1

Jika foto ditemukan, maka pilihlah foto tersebut kemudian klik kanan foto tersebut dan pilih Properties.

File ditemukan

Klik kanan file foto dan kemudian pilih Properties

Di bagian Location, kita dapat melihat dimana file tersebut berada.

location1

Setelah kita mengetahui letak file tersebut, maka kita kembali ke LR dan mengklik tanda seru di foto yang tidak terhubung tersebut [kotak merah]. Kemudian, muncul kotak dialog bahwa foto tidak terhubung dan menanyakan apakah kita mau menunjukkan lokasi barunya. Klik Locate [kotak hijau].

Klik Locate untuk mencari lokasi foto

Carilah foto sesuai lokasi yang kita dapatkan tadi, kemudian pilih foto yang dimaksud. Sebelum mengklik tanda Select, pastikan kotak Find Nearby missing photos dicentang [kotak merah]. Dengan demikian, LR akan secara otomatis menghubungkan file-file lainnya (jika ada) yang tidak terhubung menjadi terhubung kembali.

Menemukan file foto sekitar foto yang tidak terhubung

Setelah itu, kita perhatikan di bagian folder, karena foldernya sudah berada di tempat yang baru (di HDD external), folder lama tidak berisi foto lagi dan masih terdapat tanda tanya (karena kita hanya menghubungkan kembali filenya dan bukan foldernya). Jika sudah tidak berisi foto lagi, kita bisa klik kanan folder tersebut, kemudian memilih remove. Maka folder yang kosong tersebut akan dihilangkan dari LR.

remove1

Jika folder tersebut masih berisi foto, maka lakukanlah kembali langkah di atas untuk mencari file tersebut.

Masalahnya, langkah-langkah di atas tersebut hanya membantu kalau nama filenya tidak berubah. Nama file yant tidak unique (nama file berulang dan double), akan merepotkan pencarian, karena akan muncul beberapa foto yang sama dan kita tidak tahu mana foto yang dimaksud. Oleh karena itu, disarankan pada saat mengambil foto, nomor file foto dibuat berlanjut (tidak direset dari awal) dan jika ingin mengubah nama file, disarankan diubah sebelum file diimpor ke dalam ruang kerja LR.

Semoga membantu.

—–

Belajar Adobe Lightroom kini bisa melalui workshop 1 hari atau melalui buku Adobe Lightroom yang ditulis khusus oleh Enche & Iesan.

Rekomendasi lensa untuk Samsung NX

$
0
0

Lensa-lensa tambahan untuk sistem kamera Samsung NX saat ini belum begitu banyak, tapi untuk lensa basic sebenarnya sudah cukup lengkap. Setelah memiliki kamera Samsung NX (bisa dilihat panduannya disini), tentunya langkah berikutnya adalah mencari lensa tambahan untuk membuat foto yang sudut pandang atau efek yang berbeda.

lensa-samsung-nx

Beberapa lensa yang saya rekomendasikan antara lain:

  • Samsung 12-24mm f/4-5.6 ED : Lensa sangat lebar untuk pemandangan yang dramatis seperti langit di pantai. Lensa ini relatif ringan dan cocok digunakan outdoor atau indoor. Jika digunakan di kondisi cahaya yang gelap seperti indoor/sunset, saya anjurkan mengunakan tripod karena lensa ini tidak ada fitur stabilizernya. Berat 208 gram, diameter 6.3 cm, panjang 6.5 cm, filter 58mm.
  • Samsung 16-50mm f/2-2.8 S : Lensa zoom lebar yang kualitasnya sangat tinggi /pro dan bukaannya sangat besar. Ukurannya agak besar dan berat, Harganya juga relatif tinggi. Berat 610 gram, diameter 8.6  cm, panjang 9.6 cm. filter 72mm.
  • Samsung 50-200mm f/4-5.6 OIS : Lensa telefoto untuk motret subjek foto yang jauh seperti olahraga, satwa liar, bisa juga untuk portrait. Ukurannya agak besar dan panjang. Berat 417 gram, diameter 7 cm, panjang 10 cm, filter 52mm.
  • Samsung 18-200mm f/3.5-6.4 OIS : Lensa sapujagat ini adalah gabungan dari lensa lebar dan telefoto. Ideal buat jalan-jalan sehingga gak repot ganti-ganti lensa. Komprominya adalah di jarak telefoto, kualitas gambar agak menurun/kurang tajam dan bukaannya relatif kecil sehingga motret di kondisi gelap di rentang telefoto akan agak sulit. Berat 578 gram, diameter 7.2 cm, panjang 10.55 cm.


Samsung NX juga memiliki daftar lensa-lensa fix yang diantaranya berukuran compact/pancake. Beberapa yang saya rekomendasikan antara lain:

  • Samsung 10mm f/3.5  fisheye: Lensa yang sangat kecil untuk sudut pandang yang sangat lebar. Biasanya untuk pemandangan dan desain interior. Berat 71 gram, panjang: 2.6 cm, diameter 5.9 cm, filter tidak ada.
  • Samsung 16mm f/2.4: Cocok untuk pemandangan yang luas atau arsitektur
  • Samsung 20mm f/2.8:  lensa ini cocok untuk street photography.Berat 89 gram, panjang 2.1 cm, diameter 6.1 cm, filter 43 mm
  • Samsung 30mm f/2: lensa ini cocok untuk street photography dan environmental portrait).  Berat 85 gram, panjang 2.4 cm, diameter 6.2 cm, filter 43 mm
  • Samsung 45mm f/1.8 3D/2D : Lensa unik ini cocok untuk portrait/model. Berat 115 gram, panjang 4.4 cm, diameter 6.2 cm, filter 43 mm
  • Samsung 85mm f/1.4: Spesialis portrait/candid. Berat 741 gram, panjang 9.2 cm, diameter 7.9 cm, filter 67 mm
  • Samsung 60mm f/2.8 OIS macro: Close-up dan makro. Berat 389  gram, panjang 8.4 cm, diameter 7.3 cm, filter 52 mm

Cukup banyak lensa yang tersedia untuk kamera Samsung NX yang ditujukan kepada fotografer amatir dan pemula tapi belum banyak untuk profesional. Hanya ada tiga lensa yang termasuk kategori profesional menurut pengamatan saya yaitu 16-50mm f/2-2.8, 60mm macro dan 85mm f/1.4. Mudah-mudahan kedepannya, Samsung terus melengkapi lensa yang berkualitas pro, terutama di sektor telefoto zoom, super wide zoom dan lensa fix lebar berbukaan besar.

Jelajahi potensi kamera mirrorless bersama Sony Alpha 9 Agustus 2014

$
0
0

Setelah ramainya peminat kamera mirrorless yang gabung di acara bulan lalu, maka kami buka lagi acara yang bertopik sama untuk bulan Agustus 2014.

Sistem kamera mirrorless dalam satu-dua tahun terakhir ini semakin lama semakin canggih bahkan beberapa diantaranya memiliki fitur dan mampu menghasilkan kualitas gambar melampaui kamera DSLR biasa.

Kamera mirrorless memiliki sifat yang berbeda dengan kamera DSLR, sehingga untuk memanfaatkan semua potensinya membutuhkan pemahaman tentang acara kerja, operasi, pemilihan lensa yang sesuai dan setting-nya.

Di dalam acara ini, saya akan membahas tentang kelebihan dan kekurangan sistem kamera mirrorless, setting-setting terbaik untuk memotret, sistem autofokus, Tips untuk menghemat baterai, fungsi dan menu kamera, dan memanfaatkan fungsi WiFi untuk sharing foto, download berbagai aplikasi untuk membuat efek khusus (star trail, bracketing, ray of light dll), dan mengunakan smartphone sebagai remote control.

sony-a6000Kita beruntung karena Sony Indonesia berkenan meminjamkan sejumlah perangkat kamera mirrorless baik yang kelas atas (full frame sensor) sampai ke pemula. Bukan hanya itu, Sony juga meminjamkan beragam lensa dan aksesoris yang nantinya bisa dicoba peserta.

Acara ini terbuka untuk siapa saja, dari yang memiliki kamera mirrorless Sony Alpha / NEX, dan juga terbuka bagi pengguna kamera mirrorless merek lain yang ingin lebih mengetahui dan memahami sistem kamera mirrorless.

Tujuan acara ini  adalah untuk belajar fitur-fitur dan setting terbaik untuk kamera mirrorless (Demo dengan berbagai kamera Alpha) dan bertemu dan sharing dengan sesama pengguna kamera mirrorless. Jangan kuatir, acara ini bukan acara yang orientasinya sales/promo/ jualan, melainkan lebih ke edukatif.

Bonus: Tip-trik setting kamera Sony A7, A6000, A5000, NEX, dll, dalam bentuk e-book/PDF, ekslusif hanya untuk peserta.

Karena tempat terbatas (maksimum 30 peserta), maka disarankan untuk mendaftar terlebih dahulu.

Biaya mengikuti acara ini Rp 50.000 saja per orang.
Pembicara : Enche Tjin

Hari/Tanggal: Sabtu, 9 Agustus 2014. Pukul 13.00 – 16.30 WIB
Tempat: Jl. Moch. Mansyur (baru: Imam Mahbud) No. 8B. Sebelah bank Bumiputera, dekat persimpangan Hasyim Ashari, Jakarta Pusat. Klik disini untuk melihat Peta

Info dan konfirmasi pendaftaran:
0858 1318 3069 /infofotografi@gmail.com
Rek. BCA 4081218557, Mandiri 1680000667780
Atas nama Enche Tjin

Kesan dan review singkat Nikon Df

$
0
0

Baru-baru ini saya memberikan bimbingan privat untuk seorang pengguna Nikon Df. Dari pengalaman tersebut saya mendapatkan beberapa kesan tentang Nikon Df.

Sebagai info, Nikon Df adalah kamera DSLR bersensor full frame dengan desain body bergaya kamera film seperti perpaduan Nikon FM2 dan Nikon F3.

nikon-df

Saat menggenggam kamera ini, kesan saya kamera ini sepertinya kamera yang paling ringan untuk kamera bersensor full frame (FX). Menurut spesifikasi, Nikon Df lebih ringan dari Nikon D600/D610 (710 gram dibandingkan dengan 760 gram).

Ringan sebenarnya bagus, tapi jadi gak begitu berimbang jika kita memasang lensa profesional yang beratnya lebih jauh lebih berat dari bobot kameranya. Menurut saya idealnya, Nikon Df di kombinasikan dengan lensa fix yang ukurannya pendek dan beratnya dibawah 400 gram. Kalau dari desain, paling keren memang kalau dipasang di lensa fix yang jadul, yang belum ada autofokusnya :)

Suara Nikon Df menurut saya biasa saja, bunyinya “ceklek”, menyerupai suara mekanik kamera film jaman dulu. Gak terlalu berisik tapi jauh dari senyap. Quiet (Q) mode nya cukup pelan dibandingkan dengan DSLR lainnya.

nikon-df-top

Untuk desainnya memang keren. Dibandingkan kamera film jaman dulu, Nikon Df terasa sedikit lebih tebal dan tinggi. Di bagian atas kamera terdapat beberapa roda (dial) dan tuas untuk mengganti setting exposure dan kamera. Berikut beberapa setting kamera yang dapat diubah langsung melalui dial/tuas

  • ISO
  • Shutter speed
  • Release Mode / Drive mode
  • Mode metering (bagian belakang kamera)
  • Mode kamera (PSAM)
  • Kompensasi eksposur
  • Dial bagian atas kamera untuk Shutter speed
  • Dial depan untuk mengubah aperture
  • Dial belakang untuk shutter speed

Jumlah tuas dan dial menurut saya lengkap, seperti kamera pro Nikon lainnya seperti seri D700, D800. Lebih lengkap dari seri Nikon D600 atau D7000. Untuk mengganti setting ISO, pengguna dapat mengubah nilainya lewat dial ISO di bagian atas kiri kamera. Agak sulit mengubahnya dan mungkin harus pakai dua tangan karena ada penguncinya. Menurut saya sebenarnya tidak perlu dikunci, cukup diberikan pemberat yang cukup supaya tidak secara tidak sengaja terubah.

Setting shutter speed bisa diubah dengan roda diatas, atau kalau lebih suka dengan roda/dial di bagian belakang kamera, cukup parkirkan ke 1/3 step. Saya lebih menganjurkan mengunakan 1/3 step karena lebih presisi dan pilihan shutter speed lebih banyak dan menggantinya lebih mudah, tinggal putar roda/dial belakang.

Setting aperture diubah melalui roda yang terletak di depan kamera dengan jari telunjuk, tidak senyaman roda dial yang biasanya terletak di depan kamera, tapi tidak masalah kalau sudah terbiasa. Sayangnya, tidak ada lensa Nikon modern (tipe G) yang memiliki ring aperture (mengubah bukaan lensa dengan memutar ring di lensa). Akibatnya, pengalaman seperti mengoperasikan kamera film/analog tidak lengkap. Implementasi sistem Fujifilm seperti kamera Fujifilm XTi lebih mendekati kamera film, karena di banyak lensanya ada ring aperturenya.

Saat memasang lensa Nikon AF yang bukan G, kita bisa mengubah nilai bukaan di lensa, tapi di kamera tertera  F-nya EE(error) tidak terdeteksi. Saat pakai lensa manual AI/Ai-S nilai f/bukaan diatur lewat lensa, dan angka F-nya juga tidak terdeteksi di kamera, tapi bisa digunakan untuk memotret. Metering (pengukuran cahaya)-nya tetap jalan normal.

Karena lebih ribet kalau mengganti ISO dan shutter speed di bagian atas kamera, menurut saya roda dan dial di atas kamera lebih untuk fungsi dekoratif untuk memperindah daripada untuk memudahkan/mempercepat pengguna untuk mengganti setting kamera. Hal ini disayangkan karena menurut saya Nikon bisa berbuat sedikit lebih baik, misalnya menghilangkan tombol pengunci supaya mengubah setting lebih mudah dan bisa digunakan dengan satu tangan.

Rekomendasi untuk calon pengguna

Intinya, Nikon Df adalah kamera DSLR full frame yang relatif compact yang handal dalam memotret di kondisi sangat gelap tanpa tripod, karena ISO 6400 masih bisa diterima, setara dengan kualitas gambar kamera DSLR pro Nikon D4. Setelah membaca berbagai review, dan mendengar curhat pengalaman pengguna, Nikon Df ini merupakan kamera yang cukup polarizing. Artinya ada sebagian orang yang akan sangat suka dengan kamera ini, tapi banyak juga yang benci terutama karena harga Nikon Df ini sekitar Rp 30 juta. Namanya juga karya seni hehe..

Menurut saya, Nikon Df ini bukan untuk dirancang untuk setiap orang. Kamera ini cocoknya untuk pengguna yang sudah berpengalaman dalam mengunakan kamera DSLR Nikon. Bukan dibuat untuk awam yang mengharapkan mode otomatis untuk mendapatkan kualitas foto yang baik. Sebagai info, tidak ada mode full otomatis, scene modes, built-in flash dan video di kamera ini. Untuk yang mencari kamera yang fiturnya lebih mainstream (untuk umum) sebaiknya mempertimbangkan Nikon D600/D610.

nikon-df-back

Rekomendasi lensa:

  • Nikon 24-85mm f/3.5-4.5 460 gram
  • Nikon 16-35mm f/4 VR 680 gram
  • Nikon 70-200mm f/4 VR 850 gram
  • Lensa-lensa fix (non-zoom) dengan berat dibawah 600 gram

Yang saya sukai (Kelebihan Nikon Df)

  • Kualitas gambar di ISO tinggi masih bisa diterima di ISO 6400
  • Desain retro yang cakep
  • Ukuran tombol cukup besar (lebih besar dari D600/610)
  • Tombol dan tuas lengkap
  • Relatif ringan dan compact dibandingkan kamera DSLR full frame lainnya
  • Kompatibilitas dengan lensa-lensa Nikon jaman dahulu, bahkan sebelum AI (pre-AI)
  • Jendela bidik cukup besar

Yang tidak saya sukai (Kelemahan Nikon Df)

  • Agak repot untuk mengganti ISO karena ada tombol penguncinya.
  • Tidak bisa merekam video
  • Tidak ada built-in flash
  • Modul autofokus 39 titik saja bukan 51 titik.
  • Harga relatif “premium”
  • Kecepatan autofokus di live view pelan seperti umumnya kamera DSLR
  • Masih relatif sulit untuk memastikan akurasi manual fokus dengan jendela bidik

——————————————–
Bagi yang ingin belajar privat 1 on 1 atau group privat bisa janjian melalui 0858 1318 3069. Materi dan biayanya bisa dibaca di halaman ini.

Pertimbangkan untuk Downgrade

$
0
0

Downgrading adalah ganti kamera ke kelas yang lebih rendah. Bisa berarti lebih murah, lebih pemula, lebih murah. Kebanyakan dari fotografer pro atau amatir selalu berpikiran upgrade, misalnya upgrade kamera yang lebih canggih, lebih besar, lebih mahal, lebih banyak megapixelnya dan sebagainya. Tapi sedikit sekali yang berpikir untuk mendowngrade ke kamera yang lebih cocok.

Saya sendiri mengalami pengalaman downgrading. Setelah mengunakan Nikon D700 selama 4 1/2 tahun, saya malah memilih Nikon D600 daripada Nikon D800/E. Dan belakangan ini saya banyak mengunakan karena dipinjami kamera mirrorless seperti Sony A6000, Samsung NX atau Sony A7/A7S (Soal yang terakhir saya sebutkan ini downgrade atau upgrade mungkin masih perlu diperdebatkan hehe). Kadang saya cuma bawa kamera saku Ricoh GRD IV di kantong celana saya.

Setelah downgrade, kualitas gambar yang saya dapatkan bukan menurun tapi saya rasa sama saja atau malah cenderung meningkat. Meningkatnya kualitas gambar bukan karena alat, tapi karena pengalaman dan ketrampilan saya meningkat dari waktu ke waktu.

Kapan sebenarnya kita perlu menyadari saat yang tepat untuk downgrade?

1. Kamera terasa besar

Kamera dan lensa yang berukuran besar dan lensa panjang tentunya akan menarik perhatian orang-orang disekitar kita, terutama saat berjalan-jalan di keramaian. Kita bisa disangka reporter foto atau bisa jadi dikira orang kaya dan kemudian menjadi target kejahatan atau pemerasan. Misalnya dimintai uang oleh preman, bayar karcis tempat wisata lebih mahal, atau dicopet waktu asyik-asyik foto. Saya sendiri hampir kena copet juga.

2. Kamera terasa berat

Jika kamera dan lensa terasa makin berat, terutama jalan-jalan panjang atau sedang hiking, mungkin saatnya memilih kamera dan lensa yang ukurannya lebih kecil dan ringan. Ganti lensa zoom panjang berbukaan besar menjadi lebih kecil. Misalnya f/2.8 ke f/4. Ganti lensa zoom menjadi lensa fix juga akan membantu meringankan beban.

3. Menu kamera, dan tombol-tombolnya terasa rumit

Jika merasa sering sulit mengingat posisi setelan di menu, dan senantiasa kebingungan dengan fungsi tombol dan isi menu, mungkin downgrade ke kamera yang memiliki antarmuka tombol dan menu yang lebih sederhana bisa mengatasi masalah.

4. Kantong kering terkuras

Membeli kamera yang mahal sehingga dana habis dan tidak cukup untuk membeli lensa-lensa berkualitas dan aksesorisnya malahan bisa merepotkan. Kualitas gambar akan buruk jika mengandalkan lensa jadul yang murah. Lebih baik men-downgrade kamera ke yang lebih murah, kemudian membeli lensa yang berkualitas.

Sekali lagi, downgrading bukan berarti membuat kualitas gambar Anda menjadi semakin buruk, malahan seringkali bisa membuat kualitas gambar meningkat karena Anda akan merasa lebih nyaman, lebih mudah mempelajari memaksimalkan kamera yang lebih sederhana, dan stamina Anda juga akan lebih terjaga saat berjalan jauh.

Tips foto portrait studio : Mengunakan shadow untuk membentuk wajah

$
0
0

Shadow/bayangan bisa kita manfaatkan untuk menutupi bagian tertentu pada wajah dalam foto portrait dengan tujuan membentuk wajah dan membuat kesan yang lebih tiga dimensi. Keuntungan yang bisa kita dapatkan dalam foto portrait di dalam studio/ruangan adalah kita dapat mengendalikan penyebaran cahaya lebih mudah daripada di luar ruangan.

Saat baru bertemu dengan subjek yang dipotret, biasanya saya akan memperhatikan bentuk wajahnya. Kalau bentuknya ideal seperti wajah supermodel yang wajahnya lancip, hidungnya mancung, tulang pipinya menonjol, seyogyanya pakai cahaya apapun akan tetap keren, gak perlu repot-repot. Foto aja dengan flash diatas kamera juga akan keren. Tapi kenyataannya tidak semua orang beruntung memiliki wajah supermodel. Maka itu kita perlu mengeluarkan beberapa taktik untuk pengaturan lightingnya.

portrait-studio-01

Biasanya, setiap orang memiliki sisi wajah yang lebih fotogenik, entah kanan atau kiri. Jarang sekali orang yang memiliki wajah yang simetri dengan sempurna. Dalam contoh diatas, wajah sebelah kiri  subjek foto lebih menarik daripada kanan. Oleh sebab itu saya akan banyak memotret sisi ini.

Untuk membentuk wajahnya dan supaya terlihat lebih tirus, maka saya memanfaatkan bayangan yang ditimbulkan oleh dua strip softbox (softbox yang bentuknya tinggi tapi langsing) 30 x 120 cm.

portrait-studio-02

Lalu saya coba berbagai angle, yang dibawah ini anglenya dari atas, dengan lensa 50mm f/1.4 di bukaan f/1.4. Maka itu ruang tajamnya sangat sempit. Fokus di satu mata, mata lainnya sudah blur. Hasilnya foto dibawah ini:

portrait studio

Singkat kata, memainkan lampu studio dan bereksperimen dengan berbagai softbox sangat menarik untuk membentuk wajah. Lampu flash bukan hanya kita gunakan untuk menerangkan subjek, tapi dengan pengarahan dan penempatan lampu yang pas, kita dapat membuat foto yang lebih menarik.

portrait studio shadow

Hari Minggu, tanggal 3 Agustus 2014 ini saya akan mengadakan workshop creative lighting studio untuk portrait. Kita akan bahas banyak setting lampu. Tidak sulit asal kita tau sedikit dasar fotografi bisa ikut dalam workshop ini. Workshop ini tidak sering saya adakan, jadi, kalau ada waktu jangan lewatkan dan daftar ke 0858 1318 3069 – infofotografi@gmail.com

Trims untuk talent yang cantik, Marla Yunita.


Tips foto liputan wedding, seminar : Tangkap detailnya

$
0
0

Sebagai fotografer profesional maupun penggemar fotografi, tentu kita pernah memotret sebuah acara. Entah itu acara wedding, ulang tahun anak, gala dinner perusahaan, atau mungkin penandatanganan MOU perusahaan. Dalam tulisan saya kali ini, saya akan berbagi kepada pembaca infofotografi mengenai salah satu unsur yang tidak boleh dilupakan ketika memotret sebuah acara. Unsur tersebut bernama ‘Detail’.

‘Detail’ yang saya maksud di tulisan ini adalah sebuah teknik foto yang diambil secara close up hingga mampu menggambarkan salah satu bagian penting sebuah acara.

Lalu bagian mana saja yang harus kita potret secara ‘Detail’ dalam sebuah acara? Kuncinya adalah satu, anda harus tahu acara apa yang akan anda potret. Itu saja! Simple kan? (He…he….)

Setiap acara pasti mempunyai simbol-simbol berupa benda atau seremonial khusus yang menyertai acara tersebut.
Sebagai contoh:

  1. Wedding: benda khusus yang menyertainya adalah Cincin (semua suku dan agama pasti memakainya), sedang prosesi yang selalu ada adalah pemberkatan pernikahan. Entah itu pemberkatan di Gereja, Masjid atau tempat ibadah yang lain sesuai dengan agama yang dianut kedua mempelai.
  2. Ulang Tahun anak: benda khusus yang menyertainya adalah cupcake, roti tart, maupun goody bag.
  3. Seminar: Notes kecil/ ballpoint yang biasanya mengidentifikasikan tempat acara tersebut.
  4. Gala Dinner: Undangan. Undangan biasanya disesuaikan dengan tema dan disertai sebuah simbol khusus.
  5. Penandatanganan kerja sama: Ballpoint yang bersanding/ ditempatkan dekat dengan plakat berlogo perusahaan.

Benda-benda diatas pasti selalu ada ketika anda mendatangi/ bertugas memotret salah satu acara tersebut.

Lalu seberapa penting kita harus menyertakan ‘Detail’ dalam rangkaian foto-foto kita dalam suatu liputan acara?

Menurut saya, PENTING SEKALI! Penting sekali, supaya foto yang kita hasilkan bisa ‘berbicara’ atau mempunyai latar cerita yang kuat ketika disusun/ dirangkai menjadi sebuah album foto.

Berikut manfaat-manfaat unsur ‘Detail’ dalam sebuah foto liputan:

1. Sebagai bentuk penegasan dan kedalaman cerita

Ketika kita sedang melihat sebuah album foto pernikahan tentu kita akan melihat foto-foto yang disusun berdasarkan prosesi-prosesinya dalam 1 halaman. Misal saat pemasangan cincin, maka 1 halaman dalam album foto tersebut akan memuat prosesi pemasangan cincin. Dalam 1 halaman yang memuat pemasangan cincin mungkin akan menampilkan foto-foto yang diambil secara medium close up atau mungkin menampilkan wajah kedua mempelai secara utuh. Foto seperti contoh no 1, akan memberi sudut pandang yang berbeda hingga mampu memberi penegasan tentang prosesi tersebut.

foto no. 1

foto no. 2

Keterangan: Contoh foto no. 1 ketika di kolase dalam 1 halaman album. Pada contoh kolase (foto no. 2) detail pemasangan cincin sengaja saya tempatkan 1 halaman penuh pada desain album.

2. Sebagai simbolisasi acara.

Sebagai fotografer dalam sebuah acara liputan, tentunya kita harus mengerti dan paham betul mengenai acara apa yang kita foto. Unsur ‘Detail’ dalam contoh foto no. 3 ini adalah contoh foto yang saya ambil ketika ada penandatanganan MOU. Plakat dan ballpoint adalah simbol dari acara penandatanganan kerja sama tersebut.

foto no. 3

3. Sebagai identitas tempat.

Foto no. 3 dan no. 4 adalah foto ‘Detail’ yang sama-sama menampilkan ballpoint. Tetapi ada perbedaan dari kedua foto tersebut. Di foto no. 3, saya focus ke ballpoint dan plakat perusahaan. Sementara di foto no. 4, saya hanya focus ke tulisan yang di blok merah sebagai simbol identitas tempat berlangsungnya acara. Sementara ballpoint (foreground blur) hanya sebagai unsur pendukung acara tersebut yang merupakan acara seminar.

foto no. 4

4. Sebagai deskripsi suasana.

Sebuah benda terkadang bisa mewakili gambaran dari suasana acara. Dalam foto no. 5 ini terlihat sekali sebuah suasana yang ceria karena sedang berlangsung acara ulang tahun. Cup cakes yang berwarna-warni mempertegas suasana tersebut.

foto no. 5

Nah, hanya dengan memasukkan beberapa unsur ‘Detail’ dalam foto liputan kita, secara tidak sengaja kita sudah membuat rangkaian foto liputan kita mampu bertutur dengan sendirinya.

Sebagai fotografer yang bertugas di acara liputan, kita tidak hanya dituntut untuk bisa memotret semua peristiwa dari awal hingga akhir. Tetapi ibarat seorang sutradara, kita harus membuat foto-foto kita mampu bertutur seperti sebuah film. Di bagian mana yang harus diberi penegasan dan variasi gambar yang berbeda. Hingga acara tersebut mempunyai makna dan tidak bosan untuk dilihat-lihat kembali album fotonya di waktu yang akan datang.

Foto liputan yang baik bukan hanya foto yang matang secara teknis. Tetapi sebuah foto yang mampu bertutur secara emosi dengan semiotika gambar yang bervariasi.

Salam Fotografi!
Adi Setyo, adalah seorang fotografer profesional yang juga mengajar kelas creative lighting dengan flash/speedlite.

Mengenal menu-menu saat Import foto lewat Adobe Lightroom

$
0
0

Sesaat sebelum kita menekan tombol Import untuk memasukkan foto-foto yang akan diedit ke dalam Adobe Photoshop Lightroom, kita dapat melakukan beberapa hal selain menentukan tempat tujuan foto (Destination).

Jika kita memilih tab Copy as DNG, Copy atau Move pada panel atas di kotak dialog Import, maka di sebelah kanan kotak dialog, kita akan menemukan 4 subpanel pada sebelah kanannya, yaitu: File Handling, File Renaming, Apply During Import, dan Destination.

before import 1

Jika kita memilih tab Add, maka hanya ada 2 subpanel yang muncul antara lain File Handling dan Apply During Import.

Di subpanel File Handling, kita dapat mengatur ukuran file Preview di bagian Build Previews.

file handling 1

Beberapa pilihannya antara lain :

  • Minimal : mengimpor file dengan menampilkan pratinjau foto dengan ukuran yang paling kecil sehingga waktu impor lebih cepat. Namun LR akan membutuhkan waktu untuk memuat foto (loading) dalam ukuran standar foto saat kita meninjau foto satu per satu.
  • Embedded & Sidecar : mengimpor file dengan ukuran maksimal dari file pratinjau. Proses ini lebih lama sedikit dari Minimal, namun lebih cepat ketika kita meninjau ukuran foto standarnya.
  • Standard : setting yang disarankan, sedikit lebih lambat proses importnya, namun lebih cepat saat kita meninjau foto.
  • 1:1 : membutuhkan waktu paling lama saat mengimpor foto karena foto diimpor dengan ukuran aktualnya. Pilihlah setting ini jika kita ingin melakukan zoom 100% pada setiap foto yang diimpor.

Di bawahnya ada pilihan Build Smart Preview baru ada pada LR versi 5 ke atas. Smart Preview memungkinkan kita untuk melakukan editing tanpa harus terhubung secara fisik dengan file orisinilnya. Hal ini akan memudahkan kita untuk mengedit di luar tanpa membawa file orisinilnya (jika tersimpan di external HDD). Saat kembali terhubung ke file orisinilnya, LR akan otomatis mensinkronisasi apa saja yang kita lakukan di Smart Preview. Saya akan membahas hal ini secara khusus nantinya pada tulisan yang lain.

Kemudian di bagian File Handling ini, disarankan untuk mencentang Don’t Import Suspected Duplicates, sehingga foto yang sudah diimpor ke dalam catalog tidak akan diimpor lagi.

Selanjutnya pada subpanel File Handling, kita temukan juga pilihan Make a Second copy. Centanglah kotak ini jika kita ingin membuat duplikat dari foto orisinil kita dan menentukan di mana foto duplikat tersebut akan disimpan.

file renaming 2

Pada subpanel File Renaming, centanglah kotak Rename Files jika kita ingin mengganti nama file foto. Cara penamaan file foto yang baru ini bisa dipilih dari pilihan-pilihan yang diberikan LR. Pada contoh di bawah saya memilih Shoot Name – Sequence. Kemudian saya mengisi kota Shoot Name dengan nama WOODY dan kotak Sequence dengan nomor 1 (nomor ini bisa diubah dari angka mana akan dimulai). Nama file saya yang akan diimpor akan dimulai dari WOODY-001.RAW.

file renaming 1

shoot name - sequence 1

shoot name1

Subpanel berikutnya adalah Apply During Import. Di Develop Settings, kita dapat memilih preset yang kita inginkan untuk diaplikasikan pada seluruh foto yang diimpor.

apply during import 1

develop setting 1

Kemudian di bagian Metadata, kita dapat memasukkan keterangan-keterangan pada foto. Jika kita baru pertama kalinya memasukkan metadata pada foto, maka pilihlah New dan isikan metadata yang diinginkan, misalnya IPTC Copyright dan IPTC Creator Data. Kemudian bisa Data.

metadata 1

metadata preset

Di bagian keywords, kita dapat memasukkan kata kunci. Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa kata kunci yang dimasukkan haruslah yang umum yang berlaku pada semua foto yang diimpor.

Subpanel yang terakhir adalah Destination, yang mengatur di mana file yang akan di-copy berada. Bagian ini sudah dibahas lengkap di buku Kursus Editing Lightroom.

Mix lighting : Belajar teknik kombinasi cahaya dalam fotografi

$
0
0

Di dalam fotografi kita mengenal 2 jenis sumber cahaya, yaitu:

  1. Available Light : Cahaya yang telah tersedia secara otomatis di lingkungan sekitar. Kita sebagai fotografer tidak bisa mengatur besar-kecil serta arah penyinaran cahaya tersebut. Ex: matahari, lampu kota, lampu panggung, lampu ruangan. Istilah ini sering disebut juga Ambient light
  2. Artificial Light : Cahaya yang sengaja kita ciptakan dan kita adakan ketika kita sedang berfotografi. Sebagai fotografer kita bisa mengatur besar-kecil serta mengubah arah penyinaran dari cahaya tersebut. Ex: lampu studio, flash/ lampu kilat, senter.

Sebagai penggemar fotografi maupun fotografer profesional, terkadang kita perlu untuk menggabungkan dua jenis sumber cahaya tersebut kedalam sebuah foto. Kita bisa menggabungkan beberapa available light misalnya sinar matahari dengan lampu ruangan), dan juga menggabungkan beberapa artificial light misalnya lampu studio dengan flash dan available light dengan artificial light (lampu kota dengan lampu kilat).

Mengapa kita perlu memakai teknik Mix Lighting ini dalam berfotografi? Alasan utamanya adalah supaya kita bisa menghasilkan mood/ rasa cahaya foto sesuai dengan konsep pemotretan yang kita inginkan.

Seperti yang kita ketahui bahwa berbagai sumber cahaya yang saya sebutkan di atas, mempunyai nilai white balance dalam Kelvin yang berbeda-beda. Sebagai fotografer yang kreatif kita tidak perlu cemas dan takut dengan nilai kelvin yang berbeda-beda tersebut. Sesekali cobalah gabungkan berbagai sumber cahaya tersebut agar saling bertabrakan di dalam sebuah foto.

Dalam tulisan ini, saya akan mencontohkan sumber cahaya yang merupakan favorit saya yaitu flash/ lampu kilat untuk digabungkan dengan berbagai sumber cahaya yang lain. Saya sengaja hanya menempatkan flash sebagai fill light (cahaya pendukung) dalam contoh-contoh foto saya. Hal ini saya lakukan karena banyak pandangan/ pendapat miring yang mengatakan bahwa cahaya flash susah dikontrol dan terlihat tidak alami. Dengan hanya menempatkan flash sebagai fill in, saya ingin membuktikan bahwa ternyata flash bisa dikontrol dan bahkan terlihat alami ketika berkolaborasi dengan sumber cahaya yang lain.

Foto 1 : saya memakai cahaya matahari sebagai main light dan 1 flash sebagai fill light. Cahaya matahari sore yang agak redup menyinari keseluruhan dari foto ini. Sedangkan flash saya tembakkan dari arah belakang objek untuk mengarsir tanaman yang ada di belakang buku. Flash sebagai fill light mampu memberi garis dan memunculkan warna kekuningan dari tanaman yang digunakan sebagai background. Walaupun hanya sebagai fill light, namun flash sangat menolong untuk menjadikan foto ini lebih berdimensi. Flash ditembakkan dengan mode manual dan kekuatan penuh karena harus berperang dengan sinar matahari.

foto1

Foto 2 : Di foto 2 ini saya memakai flash sebagai fill light. Sebagai main light nya saya memakai spot lamp (lampu sorot kecil yang bisa dipakai di pameran foto/ lukisan). Saya menempatkan spot lamp di sebelah kanan dari objek. Sedangkan flash saya tempatkan dari arah kebalikannya yaitu di sebelah kiri objek. Flash saya setting di ukuran kecil dan saya pantulkan ke tembok putih. Flash bertujuan untuk meminimalisir shadow yang ditimbulkan oleh spot lamp ke arah sayuran.
Konsep foto ini adalah suasana dapur yang sedang disinari cahaya matahari pagi. Sementara foto ini saya buat sekitar jam 02.00 dini hari.

foto2

Foto 3 : Sama seperti foto 2, saya menggunakan flash hanya sebagai fill light yang diarahkan ke sepatu. Sedangkan untuk main light, saya gunakan cahaya dari lampu kota. Lampu dari motor dan mobil saya gunakan sebagai fill light yang mendukung dramatisasi backgrund untuk mempertegas konsep foto saya tentang sebuah perjalanan hidup. Gunakan speed lambat untuk merekam jejak lampu motor dan mobil.

foto3
Selamat mencoba dan jangan takut untuk kreatif!

Salam Fotografi,

Albertus Adi
Penulis adalah instruktur Creative Lighting dengan flash. Pelajari segala jenis fitur flash/speedlite dalam workshop dua hari.

Bahas Street Photography dengan efek high contrast B&W

$
0
0

Street photography merupakan jenis fotografi yang cukup banyak diminati karena bisa dilakukan dimana saja. Meski penafsiran batasan dan aturan street photography sering mengundang pendapat yang berbeda-beda bahkan sampai diperdebatkan, tapi tujuan utama dari street photography kurang lebih sama, yaitu fotografer mencoba menangkap potret kegiatan keseharian orang atau masyarakat di tempat umum/publik.

Ada yang senang menangkap portrait orang dengan cara candid dengan lensa telefoto, ada juga yang mengajak ngobrol terlebih dahulu, baru motret. Ada juga yang suka memotret interaksi antara orang dengan lingkungannya, dan ada juga yang suka memotret karena tertarik bentuk-bentuk, garis, pencahayaan dan sebagainya.

Sebenarnya gak masalah mau motret dengan gaya seperti apa karena setiap orang memiliki kepribadian dan kesukaan yang berbeda-beda. Yang menarik bagi saya tentang street photography adalah kita tidak tau apa yang kita akan dapat. Hal itu bisa menarik bagi sebagian fotografer, tapi bagi fotografer yang ingin sepenuhnya mengendalikan lighting, komposisi dll, jalanan adalah sesuatu yang tidak menyenangkan.

Bagi saya, street photography paling menarik saat motret di pagi atau sore hari, karena saat itu cahayanya dramatis. Setelah matahari tenggelam juga sebenarnya masih menarik terutama di tengah kota yang terang dengan lampu jalan dan gedung-gedung.

Untuk olah foto street photography, B&W merupakan pilihan yang populer bagi street photographer, tujuan utamanya biasanya adalah supaya pemirsa lebih fokus ke pencahayaan, bentuk, tekstur dan rasa/mood foto. Warna yang terlalu pekat bisa memecah fokus pemirsa. Foto hitam putih juga ada dua jenis, high contrast dan low contrast (lengkapnya dibahas disini). High contrast bagus untuk memberikan kesan yang misterius dan sedikit seram, sedangkan yang low contrast terlihat lebih damai dan aman.

Di dua foto dibawah, saya ubah fotonya ke hitam putih kontras tinggi dengan tujuan membuat foto terlihat lebih dramatis dan misterius.

ISO 25600, f/5.6, 1/40 detik, 16mm (di FF 24mm)

ISO 25600, f/5.6, 1/40 detik, 16mm (di FF 24mm)

Di foto ini saya tertarik dengan sinar lampu motor yang menyindari jalanan, dan kebetulan ada orang yang sedang berjalan juga, tapi gelap karena sinarnya dari belakang sehingga jadi siluet dan menambahkan kesan misterius dalam foto ini.

ISO 6400, 1/25 detik, f/4, 19mm (di FF 28mm)

ISO 6400, 1/25 detik, f/4, 19mm (di FF 28mm)

Di foto yang kedua, saya tertarik melihat seorang ibu-ibu berjalan dengan tubuh yang sedikit tertunduk dan sepertinya telah capai bekerja/berjualan seharian. Sepertinya dalam perjalanan pulang. Saya melihat ada bayangan yang cukup panjang dibelakangnya dan kemudian juga disekitarnya kebetulan tidak ada orang yang melintas, jadi fokus pemirsa nantinya hanya ke ibu itu.

Kedua foto ini sebenarnya saya buat tanpa ada rencana terlebih dahulu, kebetulan kamera sudah siap buat foto jadi langsung jepret. Kalau kamera masih di tas yaaa, gak keburu. Kedua foto dibuat di kawasan kota tua Jakarta.

Ngomong-ngomong, kedua foto mengunakan ISO yang sangat tinggi karena matahari telah tenggelam, setelah dijadiin hitam putih masih terlihat lumayan oke, terutama kalau dicetak kecil atau ditampilkan untuk web saja.

Konversi B&W dan menaikkan kontras saya lakukan lewat Adobe Lightroom. Kalau ingin belajar, ada workshop dan buku untuk belajar Lightroom secara otodidak.

Kedua foto diatas dibuat dengan Sony A6000, dan 16-70mm f/4 OSS. Trims atas pinjamannya Sony Indonesia.

Istilah di lensa Zeiss

$
0
0

Di acara Jelajahi fitur dan fungsi kamera mirrorless dengan Sony Alpha beberapa waktu yang lalu ada yang menanyakan tentang perbedaan istilah di lensa, terutama lensa Zeiss.

Penamaan lensa Zeiss memang terdengar agak exotic dan asing, seperti Sonnar, Biogon, Distagon dan sebagainya. Zeiss mengelompokkan lensa berdasarkan rancangan elemen optiknya. Dalam pemakaian sehari-hari, sebenarnya tidak perlu kuatir tentang penamaan istilah lensa ini, lebih baik mempertimbangkan focal length (jarak fokus) dan bukaan maksimum lensa tersebut. Sebagian besar lensa Zeiss tidak bisa autofokus, kecuali lensa Touit dan lensa Sony E-mount.

Beberapa istilah lensa Zeiss yang populer antara lain:

Lensa Zeiss Biogon 35mm f/2.8. Beratnya hanya 200 gram dan panjangnya 5.5cm

Lensa Zeiss Biogon 35mm f/2.8. Beratnya hanya 200 gram dan panjangnya 5.5cm

Biogon : Biasanya ditemui di lensa lebar (wide angle). Biogon ini biasanya untuk kamera rangefinder seperti Leica atau kamera mirrorless, tidak ideal untuk kamera DSLR. Lensa Biogon biasanya lebih kecil daripada lensa dengan focal length dan maksimum bukaan yang sama daripada lensa Distagon. Ukurannya bisa dirancang lebih kecil karena tidak perlu mempertimbangkan cermin di kamera SLR. Contoh: Zeiss Biogon 21mm f/2 ZM.

Zeiss ZF.2 Distagon 35mm f/2 untuk kamera DSLR Nikon. Beratnya 550 gram, panjang 10 cm

Zeiss ZF.2 Distagon 35mm f/2 untuk kamera DSLR Nikon. Berat 550g, panjang 10 cm

Distagon : Biasanya ditemui di lensa lebar juga tapi untuk kamera DSLR. Ukurannya lebih besar dari lensa Biogon untuk mengakomodir desain kamera DSLR. Bukaannya biasanya juga cukup besar. Contoh: Zeiss Distagon 35mm f/2

Planar : Lensa dengan desain yang sederhana dan termasuk salah satu yang paling tua. Dirancang di tahun 1896. Karakter lensa ini sangat tajam dan bukaannya besar. Lensa berjenis Planar sering ditemui di lensa fix 50mm seperti lensa Zeiss Planar 50mm f/1.4

Zeiss Vario-Tessar- 16-70mm f/4 untuk Sony E-mount

Zeiss Vario-Tessar- 16-70mm f/4 untuk Sony E-mount

Tessar : Biasanya ditemui di lensa kelas menengah yang kualitas gambarnya cukup baik, tapi ukuran dari lensa ini biasanya cukup ringkas dan tidak terlalu tinggi harganya. Belakangan banyak terdapat di lensa zoom dengan bukaan maksimum yang tidak terlalu besar, seperti f/4.

Sonnar : Nama keluarga lensa ini berasal dari “Sun” atau matahari. Desain lensa ini cukup biasanya cukup ringkas, ukurannya relatif kecil dan ditemui diberbagai lensa fix (tidak bisa zoom) dan bukaannya relatif besar (f/2.8 atau lebih besar lagi). Dibandingkan lensa Planar, lensa Sonnar ini lebih rentan terhadap optical abberation (penyimpangan optik) seperti distorsi, chromatic abberation dan sebagainya, tapi kontrasnya lebih tinggi dan lebih aman dari lens flare. Contoh: Sony Zeiss Sonnar FE 35mm f/2.8 ZA

Vario : Berasal dari kata Variable, menandakan lensa tersebut bisa di zoom (memiliki variable focal length).

Touit : Keluarga lensa Zeiss yang dirancang untuk kamera dengan sensor APS-C. Sampai saat ini untuk kamera mirrorless Sony dan Fujifilm. Ukurannya kecil dan ada autofokusnya.

Otus : Lensa dengan kualitas yang mendekati kesempurnaan secara teknis. Sampai saat ini baru ada satu lensa yang berada dalam keluarga ini yaitu Zeiss Otus 55mm f/1.4 untuk kamera DSLR. Sebagai komprominya, ukuran lensa relatif besar.

Zeiss Otus 55mm f/1.4, lensa yang hampir sempurna

Zeiss Otus 55mm f/1.4, lensa yang hampir sempurna. Beratnya 1 kg, panjang 14 cm.

Jadi, anggap saja istilah-istilah diatas adalah nama keluarga lensa, yang didalamnya terdapat anggota-anggota keluarga yang memiliki karakter yang mirip tapi tidak sepenuhnya sama. Penamaan lensa Zeiss ini berbeda dengan Leica yang menamakan lensa berdasarkan bukaan maksimum lensa. Misalnya Leica Noctilux untuk lensa berbukaan f/1 atau lebih besar. Summilux untuk lensa berbukaan maksimum f/1.4 dan seterusnya.

Workshop Water effect for Still Life Photography

$
0
0

Air mempunyai sifat yang sangat dinamis hingga bisa menimbulkan efek-efek yang menarik untuk dieksplorasi lebih jauh lagi. Air bisa diwarna sesuai dengan kehendak kita, permukaan air bisa memantulkan bidang objek benda yang lain, permukaan air juga bisa bergerak dinamis sesuai dengan benda yang dijatuhkan di atasnya.

strawberry-splash

Di kelas “Water Effect for Still Life Photography” ini, para peserta akan belajar menciptakan efek-efek seperti Yin&Yang glass, refleksi embun, colourful water droplets, dan Splash Water photography. Dengan kreatifitas serta menggunakan peralatan sederhana, peserta workshop mampu menggabungkan foto produk dengan efek air.

Hari Minggu, tanggal 24 Agustus 2014
Pukul 10.00 – 17.00
Jumlah peserta maksimum 12 siswa.
Materi: 10% teori, 90% praktek.

Materi

  1. Pengenalan lighting sederhana untuk menghasilkan foto still life.
  2. Instruktur menerangkan dengan menggunakan cuma 1 flash, peserta workshop mampu memotret gelas hingga menciptakan efek 2 dimensi yin & yang. (hitam-putih)
  3. Slow speed sync untuk memotret tetesan air.
  4. Instruktur menerangkan korelasi antara speed lambat dengan kilatan lampu flash akan menghasilkan foto tetesan air yang menarik.
  5. Kreatif dalam memilih foto-foto yang telah dihasilkan.
  6. Instruktur memberikan contoh-contoh foto yang terlihat seperti tidak berhasil tetapi jika dilihat lebih jauh dan dari sudut pandang yang berbeda akan menjadi foto still life yang berbeda.

Topik praktik

  • Glass distortion & refraction
  • Yin dan yang glass photography
  • Glass water splash
  • Refleksi titik air
  • Dancing water
  • Product with water effect
  • Colorful water droplet
  • Splash water

workshop-still-life-water

droplets

water-drop-2

water-texture

Instruktur: Albertus Adi Setyo, lulusan jurusan advertising yang kini bekerja sebagai fotografer freelance untuk media cetak dan korporat. Jenis fotografi yang disukainya yaitu membuat photo essay dan still life.

Biaya: Rp 450.000,- per orang

Termasuk makan siang, snack & coffee break

Tempat belajar: Jl. Moch. Mansyur (Imam Mahbud) No. 8B-2 Jakarta Pusat 10140. Dekat persimpangan Roxi (Hasyim Ashari). Sebelah bank Bumiputra dan Cuci cetak Sinar Matahari. Lihat Peta.

Persyaratan: Membawa kamera, tripod dan flash, merek apa saja tidak masalah asal bisa diatur secara manual. Sebaiknya sudah mengikuti dasar fotografi dan mengerti cara mengatur ISO, shutter speed, aperture dan mengunakan lensa.

Info pendaftaran 0858 1318 3069

Cara Mendaftar

  • Transfer bank atas nama Enche Tjin via Bank BCA: 4081218557 via Bank Mandiri: 1680000667780
  • Konfirmasi melalui e-mail (email: infofotografi@gmail.com), sms atau telepon (085813183069 / 085883006769) dengan menyertakan nama peserta dan nama penyetor.
  • Datang di hari H sesuai dengan jadwal yang tercantum

Belajar dari era kamera film

$
0
0

Sedikit mengenang jaman dulu, saat mengunakan kamera film, pendekatan saya agak berbeda dengan mengunakan kamera digital. Saat memotret dengan kamera film saya jauh lebih hati-hati, karena biaya yang dikeluarkan tergantung dari berapa kali saya menjepret. Film tidak murah dan juga isinya tidak banyak. Sekeping memory card berkapasitas 8GB bisa menampung ratusan foto JPG. Sedangkan satu rol film hanya bisa digunakan untuk 24 atau 36 exposure/jepretan.

Di zaman film juga tidak ada menu atau tombol macam-macam. Hanya beberapa hal yang perlu diganti-ganti, yaitu shutter speed dan bukaan/diafragma lensa. ASA/ISO tidak bisa diganti kecuali ganti film-nya. Yang perlu diubah lainnya yaitu fokus, yang diganti dengan memutar ring fokus lensa secara manual. Jadi memotret dengan kamera film lebih sederhana, tapi kita perlu lebih teliti dan berhati-hati. Saat mengunakan film ASA rendah, hampir setiap saat saya mengunakan tripod untuk mendapatkan hasil ketajaman maksimal.

Di era digital, kita terbuai dengan rentang ISO yang sangat lebar dari kamera sehingga sering memotret dengan ISO tinggi. Memotret dengan ISO tinggi memang praktis karena shutter speed yang didapatkan akan cukup cepat sehingga tetap tajam meski kamera tidak dipasang di tripod.

ISO 100, f/8, 0.5 detik dengan tripod

ISO 100, f/8, 0.5 detik dengan tripod

Beberapa saat lalu saya membayangkan dan mempraktikkan lagi memotret dengan pendekatan seperti era film seperti berikut ini:

  1. ISO saya set ke 100 untuk hasil terbaik
  2. Hampir setiap saat, kamera saya diletakkan diatas tripod untuk ketajaman dan komposisi yang akurat
  3. Foto dengan hati-hati dan perlahan-lahan, terutama komposisinya. Di dalam pikiran saya, tertanam bahwa saya hanya punya 36 kali exposure saja, jadi setiap exposure harus saya hargai.
  4. Saya jarang masuk ke menu dan tidak mengunakan mode otomatis/semi-auto
  5. Hampir tidak pernah meninjau gambar setelah memotret. Di jaman film, kita tidak bisa meninjau foto yang baru dijepret sama sekali. Saya biasanya menonaktifkan auto review. Waktu saya lebih saya gunakan untuk mencari komposisi yang lebih baik.

Pendekatan memotret di jaman film memang terkesan merepotkan, nenteng-nenteng tripod, memotret dengan perlahan-lahan, lebih teliti dalam melihat pemandangan dll. Tapi setelah beberapa saat, saya sudah terbiasa kembali dan lebih menikmati proses, hasilnya juga lebih solid, kesalahan lebih sedikit dan hasil foto dan komposisi lebih tajam. Saya memotret lebih sedikit tapi lebih banyak yang puas. Tidak ada rasa sesal saat memeriksa hasil fotonya.

—-
Mantapkan teknik dan seni fotografi via workshop “Mastering art and photography techniques


Tour Pangalengan 20-21 September 2014

$
0
0

Tour fotografi Pangalengan selalu populer bagi pembaca dan alumni kursus kilat fotografi karena tempatnya sejuk, menyenangkan dan banyak peluang untuk mempraktikkan fotografi. Sama dengan susunan acara tour Pangalengan Juni yang lalu, kita akan berangkat malam hari dengan tujuan untuk mendapatkan sunrise dan juga menghindari macet di wilayah kota Bandung.

Kita akan mengunakan bus pariwisata bertempat duduk 25-27 seat yang nyaman dan akan menginap di kompleks Rumah Bosscha di Malabar. Bosscha adalah seorang warganegara Belanda yang berjasa dalam membangun usaha perkebunan, observatorium di Lembang, dan ITB.

Photo & Video Sharing by SmugMug

Perkebunan teh Malabar terletak daerah perbukitan dengan ketinggian 1550 dpl, sehingga suhunya sejuk di siang hari, dan dingin di pagi hari. Suhu udara kira-kira 15-25 derajat. Disarankan untuk membawa jaket/sweater terutama untuk memotret matahari terbit.

Susunan acara sebagai berikut

Hari pertama, hari Sabtu tanggal 20 September 2014
Kita akan tiba sebelum matahari terbit dan memotret matahari terbit. Jika cuaca mendukung, kita dapat mengunjungi Situ Cipanunjang dengan naik perahu. Situ ini adalah sumber mata air situ Cileunca. Setelah puas berfoto di situ Cileunca, kita akan check-in penginapan dan beristirahat sampai makan siang. Di sore hari, kita akan memotret pemandangan kebun teh dengan kabut alami yang sejuk.

Hari kedua, hari Minggu, tanggal 21 September 2014
Pagi hari sebelum matahari terbit, kita akan memotret sunrise dan pemandangan pagi hari dari bukit Nini, bukit yang cukup tinggi untuk memotret hamparan kebun teh, pemukiman penduduk dan gunung dikejauhan. Setelah sarapan, acara bebas. Setelah makan siang, kita akan meluncur ke Waduk Jatiluhur untuk memotret aktivitas nelayan dan matahari terbenam. Setelah makan malam seafood, kita akan pulang ke Jakarta.

Biaya Rp. 1.500.000 per orang

Tempat terbatas, maksimum 18 orang, pendaftaran akan ditutup setelah penuh.

cileunca-cruise

Biaya termasuk

  • Penginapan wisma Malabar. Satu kamar 2 orang
  • Transportasi pulang pergi (meeting point Jakarta – Pangalengan)
  • Makan 6X selama tur
  • Bimbingan fotografi oleh Enche Tjin + asisten
  • Sewa perahu di Situ Cileunca

Biaya tidak termasuk

  • Belanja pribadi
  • Tur opsional di Malabar seperti Tea Walk, tur pabrik pengolahan teh dan susu, dll
  • Tips supir (Rp 20.000 per orang)

Pembatalan maksimum tiga hari sebelum keberangkatan. Boleh digantikan dengan orang lain.

Pendaftaran dengan cara melunasi biaya (Rp 1.500.000) melalui transfer ke BCA 4081218557 atau Mandiri 1680000667780 atas nama Enche Tjin

Kumpul depan McDonald Sarinah, Jl. Thamrin, Jakarta. Jum’at tengah malam 23.30 WIB

Hubungi Iesan untuk mendaftar atau informasi di infofotografi@gmail.com / 0858-1318-3069

pagi-hari-situ-cileunca

Apa itu lensa Normal / lensa standar?

$
0
0

Kadang kita mendengar istilah lensa normal atau lensa standar, tapi apa sih maksud sebenarnya dari istilah ini? Lensa normal sebenarnya adalah lensa yang memiliki focal length (jarak fokus) sepanjang diagonal ukuran sensor gambar kamera. Untuk kamera bersensor full frame (36 x 24mm), lensa normal yaitu 43mm. Sedangkan di kamera yang ukuran sensornya APS-C (23x35mm) lensa normalnya sekitar 28mm. Sedangkan untuk sensor four thirds, lensa normalnya sekitar 21.5mm.

lensa-normal-standard

Lensa normal adalah lensa yang jarak fokusnya sama dengan panjang diagonal sensor gambar

Karena jarang ada lensa yang sama persis dengan ukuran jarak fokus lensa, maka biasanya lensa yang mendekati jarak fokus normal ditahbiskan sebagai lensa normal. Contohnya lensa 50mm saat dipasang di kamera full frame / kamera film.

Pentax 43mm f/1.9 adalah lensa fix normal yang sangat akurat di jaman film, dan masih bisa dipakai di era digital. Tapi sayangnya, Kamera DSLR Pentax tidak ada yang bersensor full frame, sehingga saat dipasang di kamera DSLR sekarang, menjaid tidak normal lagi karena terkrop 1.5X

Pentax 43mm f/1.9 adalah lensa fix normal yang sangat akurat di jaman film, dan masih bisa dipakai di era digital. Tapi sayangnya, Kamera DSLR Pentax tidak ada yang bersensor full frame, sehingga saat dipasang di kamera DSLRnya, menjadi tidak normal lagi karena terkrop 1.5X

Yang perlu dipahami adalah jarak fokus normal ini relatif, tergantung dari besarnya sensor gambar kamera. Misalnya jika lensa 50mm dipasang di kamera bersensor lebih kecil atau lebih besar, maka lensa tersebut bukan lensa normal lagi.

Jika mengunakan lensa normal, perspektif hasil foto akan menyerupai perspektif mata manusia, perspektif akan terlihat alami. Tidak ada lagi distorsi cembung yang biasanya diakibatkan oleh lensa lebar, dan tidak ada distorsi pincushion (cekung) yang ditimbulkan lensa telefoto. Saat memotret wajah orang, hasil fotonya akan terlihat natural, sesuai dengan orang aslinya.

Normal lensa biasanya juga disarankan oleh guru fotografi supaya murid-muridnya dapat berlatih cara melihat dan komposisi. Akan lebih sulit mengkomposisikan foto dengan lensa normal karena hasil fotonya tidak sedramatis lensa lebar atau telefoto. Biasanya, lensa normal sering digunakan untuk street photography.

Perspektif lensa normal tidak hanya terdapat di lensa fix, tapi juga bisa didapatkan di lensa zoom. Caranya putar zoom lensa sampai angka menunjukkan focal length lensa normal. Contohnya jika mengunakan kamera DSLR Nikon, putarlah ke angka 28mm. Jika angkanya tidak ada, diperkirakan saja.

Beberapa contoh lensa normal fix (tidak bisa zoom) antara lain

  • Panasonic 20mm f/1.7 di kamera Olympus / Panasonic
  • Canon 28mm f/1.8 di kamera DSLR Canon EOS bersensor APS-C
  • Nikon 28mm f/1.8 di kamera DSLR Nikon bersensor APS-C
  • Canon 40mm f/2.8 di kamera Canon full frame seperti 5D
  • Pentax 55mm SDM  di kamera medium format 654z

Kursus / Workshop Video editing dengan Pinnacle Studio

$
0
0

Workshop/kursus kali ini agak sedikit berbeda karena temanya tentang video editing. Kamera digital dan bahkan kamera ponsel saat ini sudah berkemampuan merekam video dengan baik dan detail. Tapi video memang agak berbeda dengan foto. Editing jauh lebih penting di video karena sulit menikmati video klip yang terpisah yang belum disambung dan diolah menjadi satu kesatuan.

Dalam kesempatan kali ini, kami akan workshop video editing dengan software Pinnacle Studio. Software ini tidak terlalu rumit dan mampu untuk mengolah video dari awal (import) sampai menjadi video untuk berbagai format (Blue-Ray, DVD, dan sebagainya). Maka itu, software ini juga menjadi andalan bagi video editor baik amatir maupun profesional. Kursus ini terbuka untuk pemula yang awam dengan video editing.

Screenshot Pinnacle Studio Ultimate versi 17

Screenshot Pinnacle Studio Ultimate versi 17

Hari / tanggal: Hari Minggu, tanggal 31 Agustus & 7 September 2014

Pukul 14.00-20.00 WIB (termasuk break makan malam)

Tempat: Jl. Moch. Mansyur (Imam Mahbud) No. 8B-2 Jakarta Pusat. Sebelah Bank Bumiputra dan cetak foto Sinar Matahari.

Minimum peserta: 3 orang, maksimum peserta 6 orang.

Materi

1. Memahami berbagai format video, software, dan pengenalan video editing

2. Video Capture -> Pemindahan dari video/kaset analog menjadi digital

3. Video Editing

  • Import video, foto dan audio ke dalam software
  • Cara memotong film/clip
  • Cara memasukkan transisi
  • Memasukkan efek khusus: blur, Black & White, modifikasi color balance, kontras, picture & picture dll
  • Memasukkan efek keyframe
  • Memasukkan teks / judul dalam video
  • Memasukkan transisi pada teks
  • Menggunakan motion teks
  • Membuat opening / highlight dari video
  • Memasukkan audio / lagu / dubbing
  • Membuat menu video
  • Membuat slideshow foto dan Timelapse
  • Export video ke DVD, Blu-Ray, MPEG-2, AVI

4. Sharing tips membuat video yang lebih artistik

Syarat

Membawa laptop dengan spesikasi minimum:
Processor Pentium i3, RAM 4 GB DDR3, Harddisk space 500 GB

Bagi yang mengunakan video kaset pita, diharapkan membawa handycam/camcordernya.

Jangan lupa alat tulis dan buku catatan pribadi

Software yang digunakan adalah Pinnacle Studio versi 11 ke atas. Rekomendasi: versi 17

Sample video untuk editing akan disediakan.

Biaya: Rp 1.500.000 untuk umumRp 1.400.000 untuk alumni/pelajar

Termasuk catatan /hand-out (versi cetak) dan makan malam 2 kali.

Cara mendaftar: Hubungi 0858 1318 3069 atau infofotografi@gmail.com

Instruktur: Hardi Danusasmita

Berpengalaman di bidang video editing selama 11 tahun sebagai video editor pada studio foto, menangani edit video dari berbagai acara seperti wedding, prewedding, seminar,  outbound, ulang tahun, wisuda, iklan, dan traveling. dll

Workshop ini sangat cocok untuk berbagai kalangan untuk hobi, profesional, dan wirausahawan.

Review Sony FE 35mm f/2.8 Zeiss untuk street photography

$
0
0

Lensa Sony FE 35mm f/2.8 Zeiss adalah lensa E-mount yang dirancang untuk kamera mirrorless Sony. Bisa dipasang di format sensor Full frame seperti seri Sony A7 dan bisa juga di format sensor APS-C seperti berbagai kamera Sony NEX dan A5000, A5100 dan A6000. Saat dipasang di kamera format sensor APS-C, sudut pandangnya menjadi agak sempit atau dengan kata lain jangkauannya agak jauh.

sony-a7s-35mm-zeiss

Untuk review, saya mengunakan lensa ini dengan kamera Sony A7s dan sebagian besar untuk street photography. Fisik lensa sangat kecil dan ringan, panjangnya 6.15 cm dan beratnya hanya 120 gram. Sangat cocok untuk kamera mirrorless. Sony & Zeiss mengambil langkah yang bijak dalam membatasi ukuran bukaan lensa sehingga ukuran lensa bisa dibuat sekecil mungkin tanpa mengkompromikan kualitas foto. Desain lensa sangat simple dan modern, tidak ada tuas/switch, hanya aja ring yang cukup besar untuk manual fokus. Ukuran filternya mirip dengan berbagai lensa Sony mirrorless yaitu 49mm.

Yang unik dari lensa ini dan juga merupakan hal yang positif bagi saya adalah lens hood (topi lensanya) bentuknya kecil sehingga tidak menarik perhatian dan membuat lensa terkesan besar. Ukuran yang kecil lebih enak buat dibawa jalan-jalan dan street photography. Meskipun berukuran kecil, lensa ini sudah weatherseal, alias tahan debu dan kelembaban.

Kiri: lensa tanpa hood. Kanan; dengan hood terpasang

Kiri: lensa tanpa hood. Kanan; dengan hood terpasang

Kualitas gambar yang dihasilkan lensa ini dengan kombinasi Sony A7s sangat tajam dan menangkap banyak detail. Seperti lensa rancangan Zeiss pada umumnya, micro-contrast sangat tinggi sehingga memberikan kesan foto yang kaya dengan detail. Karena resolusi kamera A7s hanya 12 MP, hasil foto terlihat sangat tajam saat di tinjau 100% (actual pixel). Lensa ini juga ideal jika dipasang di kamera dengan resolusi lebih tinggi seperti 24MP dan bahkan 36 MP (A7R).

Biasanya, kita perlu menutup bukaan lensa ke f/4 atau ke f/5.6 untuk mendapatkan hasil foto yang lebih tajam, tapi untuk lensa ini, f/2.8nya saja sudah tajam, sehingga saya lebih bebas mengunakan bukaan yang mana saja, dari f/2.8 sampai f/8, lebih dari itu, difraksi lensa akan membuat foto sedikit lebih soft. Performa lensa paling bagus dicapai di bukaan f/5.6.

Ada sedikit kelemahan yang saya temui saat dipasang di kamera full frame seri A7s yaitu vinyet (gelap pada ujung foto) yang cukup lumayan (1-2 stop cahaya). Juga ada sedikit distorsi di bagian ujung foto, tapi hal ini bukan masalah karena Adobe Lightroom terbaru (5.6) sudah memiliki profile lensa ini dan dapat mengoreksinya.

Lensa ini paling cocok untuk street photography, bisa juga untuk portrait terutama saat dipasang di Sony A6000 atau Sony NEX. Lensa ini tidak dirancang untuk makro/close-up karena jarak fokus minimumnya 35cm, tidak bisa terlalu dekat dengan objek foto. Harga tergolong tinggi untuk lensa fix 35mm f/2.8 (Rp 10.525.000), tapi setelah dikaji dari segi kualitas dan desain lensa yang ringkas namun tahan banting, harga lensa ini saya rasa cukup pantas.

Saya termasuk jarang mengulas tentang lensa satu-persatu, tapi berdasarkan pengalaman saya, lensa ini cukup spesial. Berikut beberapa foto-foto hasil jepretan saya dengan lensa ini.

ISO 100, f/2.8, 1/200 detik

ISO 100, f/2.8, 1/200 detik

Krop 100% dari foto diatas

Krop 100% dari foto diatas

ISO 100, f/6.3, 1/200 detik

ISO 100, f/6.3, 1/200 detik

krop 100% dari foto diatas

krop 100% dari foto diatas

Anak SD shopping saat waktu istirahat. ISO 500, f/5.6, 1/400 detik

Anak SD shopping saat waktu istirahat. ISO 500, f/5.6, 1/400 detik

100% crop dari foto diatas

100% crop dari foto diatas

Photography Vision : Melihat apa yang tidak dilihat orang lain

$
0
0

Dalam fotografi, Vision lebih penting daripada gear (kamera, peralatan). Vision menentukan apakah sebuah karya foto menonjol tidak. Sulit mencari padanan bahasa Indonesianya, mungkin “Visi fotografi”, atau “Cara pandang pribadi” Sudah beberapa tahun belakangan saya menyelenggarakan tour fotografi, seringkali setelah tour fotografi selesai, banyak foto yang mirip-mirip satu sama lain, dan rata-rata mirip dengan kartu pos yang dijual di tempat wisata. Kadang-kadang ada beberapa peserta yang membuat foto yang benar-benar berbeda dengan yang lain. Ternyata, peserta tersebut memiliki Vision yang berbeda dengan orang lain, dan mampu mengekspresikannya dalam karya foto.

Vision pada intinya adalah melihat apa yang tidak dilihat oleh orang lain. Jika Anda melihat sebuah foto pemandangan atau sebuah tempat yang pernah Anda kunjungi, lalu foto tersebut beda sekali kesannya dengan apa yang Anda lihat dengan mata kepala sendiri, itu artinya Anda sedang melihat Vision dari fotografernya, bukan foto dokumentasi tempat tersebut. Maka itu, melatih Vision sangat penting terutama untuk jenis fotografi landscape dan travel karena siapa saja bisa datang kesana dan memotretnya dengan bebas.

Vision lahir dari dalam diri masing-masing, dipengaruhi oleh latar belakang sejarah diri kita dan apa yang kita sukai. Dengan kata lain Vision adalah refleksi dari diri kita. Kita tidak bisa mendapatkan Vision dari orang lain, maka itu, Vision itu sebenarnya tidak bisa diturunkan secara langsung seperti ilmu silat di seria TV. Contohnya kalau misalnya dalam tour fotografi saya menunjukkan : “Tuh disana ada objek bagus tuh, ambil dengan lensa ini, dan setting ini…” Maka.. hasil foto tersebut adalah hasil Vision saya, bukan yang memotret. Yang saya akan lakukan untuk membantu murid-murid saya memberikan beberapa ide dan menyiapkan kondisi untuk merangsang Vision keluar dari dalam diri. Jika dibutuhkan saya akan memberi masukan tentang pencahayaan dan teknik fotografi yang baik.

Salah satu sudut kota tua di Jakarta. Biasanya, kota tua Jakarta identik dengan suasana berantakan, ramai dan sedikit kumuh. Tapi dengan Vision, kita bisa memilih bagian mana yang difoto sehingga memberikan suasana yang sangat berbeda dengan lokasi aslinya

Salah satu sudut kota tua di Jakarta. Biasanya, kota tua Jakarta identik dengan suasana berantakan, ramai dan sedikit kumuh. Tapi dengan Vision, kita bisa memilih bagian mana yang difoto sehingga memberikan suasana yang sangat berbeda dengan lokasi aslinya

Kembali lagi ke hasil foto tour atau acara hunting bareng: Mengapa ada yang menghasilkan foto yang sangat berbeda dengan yang lain? Atau dengan kata lain, mengapa setiap orang tidak memiliki pandangan yang sama? Penyebabnya karena perbedaan Vision itu tadi.Vision menggiring pandangan dan fokus setiap orang pada hal yang berbeda. Di suatu lokasi fotografer A mungkin tertarik dengan “Grand Vista” atau keseluruhan/panorama pemandangan. Tapi fotografer B mungkin tertarik ke detail tumbuh-tumbuhan, buah atau serangga, dan fotografer C mungkin lebih tertarik ke sisi human interest-nya seperti petani atau peternak yang sedang bekerja.

Dengan fokus ke suatu ide, konsep atau subjek foto, maka peluang untuk menghasilkan karya foto yang bagus semakin tinggi, karena konsentrasi dan energi mental kita terpusat ke konsep tersebut. Itupun perlu kesabaran dan ketekunan ekstra. Cari dalam diri sendiri apa yang menarik pada objek atau lokasi tersebut. Apa yang dirasakan dan bagaimana teknik foto/editing yang dapat mengkomunikasikan rasa itu.

Pintu, jendela bangunan jaman dahulu selalu menarik perhatian saya. Terutama kombinasi warna, cahaya matahari dan bentuk pohon yang membuat sedikit kesan harmonis dengan alam.

Pintu, jendela bangunan jaman dahulu selalu menarik perhatian saya. Terutama kombinasi warna, cahaya matahari sore yang hangat dan bentuk pohon yang membuat sedikit kesan harmonis dengan alam.

Vision adalah pemandangan yang kita lihat di dalam mata batin kita. Untuk bisa mewujudkan Vision, kita perlu imajinasi dan kreativitas. Pemilihan alat yang tepat juga dibutuhkan untuk mewujudkan karya foto. Mewujudkan hasil akhir karya, kita juga membutuhkan ketrampilan teknik fotografi dan editing (post processing) yang baik.

Tanpa kemampuan teknis, Vision tidak akan bisa diwujudkan dengan sempurna. Vision juga sangat berkaitan dengan gaya fotografi (personal style). Jika kita konsisten mengembangkan Vision, maka nantinya personal style akan terbentuk dan orang-orang akan lebih mudah mengenali karya kita.

Seperti kehidupan, Vision dan style akan berubah seiring waktu berjalan. Mungkin dulunya kita suka foto yang saturasi warnanya tinggi, tapi setelah beberapa tahun malah suka foto hitam putih.Mungkin sekarang kita suka menggunakan lensa berbukaan besar dan membuat latar belakang blur (bokeh). Tapi di masa depan mungkin saja suka foto yang semuanya tajam, dari foreground sampai background. Dengan berubahnya kita, otomatis kualitas foto juga berubah, mudah-mudahan ke arah yang lebih bagus.

Foto portrait identik dengan latar belakang blur (bokeh), tapi kenapa harus diblurin kalau lokasinya bagus dan komplemen dengan subjek fotonya? Jangan sampai foto Anda dipuji bokehnya daripada orang yang difoto :)

Foto portrait identik dengan latar belakang blur (bokeh), tapi kenapa harus diblurin kalau lokasinya bagus dan komplemen dengan subjek fotonya? Jangan sampai foto Anda dipuji kualitas bokehnya daripada subjek yang difoto :) – Talent/Model: Raisha Hill

Bagaimana menajamkan Vision? Berikut beberapa tip:

  1. Kuasai teknik dasar fotografi dan buat komitmen untuk belajar terus menerus dan ikuti teknologi imaging yang terus berkembang
  2. Fokus dalam melihat dan memperhatikan satu atau beberapa subjek foto yang disukai, jangan terlalu memaksakan memotret berbagai subjek foto sekaligus dalam satu kesatuan waktu.
  3. Pilih peralatan (kamera, lensa, aksesoris) yang tepat akan menghemat waktu dan mengoptimalkan kualitas foto.
  4. Latihan dan praktik yang kontinyu akan menghasilkan karya yang baik bukan sekedar bakat dan keberuntungan. Dan latihan yang paling penting bukan hanya aktivitas memotretnya, tapi lebih ke cara melihat.
  5. Belajar dengan banyak melihat foto karya fotografer lain dan juga seni rupa yang lain seperti lukisan, film, dan sebagainya.
  6. Buat proyek fotografi pribadi, misalnya kumpulan foto pohon tua, kendaraan, portrait orang, budaya dsb.
Saat mengadakan workshop portrait model, saya melihat keatas ada Ray of light  yang menembus daun pohon yang membentuk garis diagonal yang menarik perhatian saya dan peserta workshop lainnya.

Saat mengadakan workshop portrait model, saya melihat keatas ada secercah cahaya yang menembus dedaunan dan membentuk garis diagonal yang menarik perhatian saya dan peserta workshop lainnya.

Viewing all 1544 articles
Browse latest View live